ilustrasi Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (IDN Times/Aditya Pratama)
Meski Pilpres 2024 di depan mata, Fitri menilai para king maker tersebut memiliki dilemanya masing-masing dalam menentukan sosok bakal capres yang bakal diusung.
Pertama, Surya Paloh dengan partai NasDem mengajukan Anies Baswedan sebagai calon presiden 2024. Dilemanya, NasDem kuat di basis suara yang beroposisi dengan Jokowi, namun mereka masih menjadi bagian dari pemerintahan Jokowi.
"Dilemanya Surya Paloh, NasDem tetap di pemerintahan atau keluar dari pemerintahan agar tegas bahwa Anies Baswedan yang diusung membawa isu perubahan. Kemudian dalam mengusung Anies Baswedan akan membawa slogan penerus Jokowi atau antitesa Jokowi," tutur Fitri.
Kemudian kedua, dilematis Megawati di mana elektabilitas dua kader PDIP dan Prabowo jika diurut, peringkat pertama ada Ganjar dengan elektabilitas sebesar 25,8 persen, Prabowo dengan 23,9 persen, dan Puan Maharani sebesar 2,9 persen.
Fitri menuturkan, dilema Megawati membuat kader PDIP menjadi cawapres Prabowo (bagi Puan atau Ganjar), atau meninggalkan Prabowo, dan kader PDIP maju sebagai capres.
"Jika menyerahkan Puan sebagai cawapres Prabowo, Ganjar akan dipinang partai lain sebagai Capres. Sementara jika menyerahkan Ganjar menjadi cawapres Prabowo, bukankah elektabilitas Ganjar lebih tinggi dan PDIP partai lebih besar dibandingkan Gerindra," tutur dia.
Ketiga, Airlangga Hartarto dilema karena jika maju sebagai capres atau cawapres, elektabilitasnya masih rendah.
"Jika Airlangga memilih cawapres dari Ganjar, bagaimana jika Ganjar dijodohkan dengan cawapres lain, Airlangga harus hidupkan kartu alternatif. Data menunjukan jika tidak dengan Ganjar, berpasangan dengan Anies Baswedan menjadi pilihan kedua," ucap Fitri.
Airlangga juga dilema jika berpasangan dengan Anies akan membuatnya keluar dari gerbong Jokowi, karena Anies lebih membawa suara perubahan.
Terakhir atau kempat, dilema Prabowo Subianto di mana tingkat popularitasnya sudah maksimal mencapai angka 96 persen. Namun elektabilitas Prabowo jauh menurun dibanding Pilpres 2019.
"Pada saat Pilpres 2019, elektabilitas Prabowo – Sandi mencapai 44,5 persen. Saat ini elektabilitas Prabowo berada di angka 23,9 persen," kata Fitri.
Dia menilai, hampir mustahil jika Prabowo maju sebagai cawapres. Namun dilemanya dia sudah sulit menang Pilpres 2024 karena elektabilitasnya sudah berada di puncak, tapi masih bisa dikalahkan Ganjar Pranowo.
Dilema lain yang dialami Prabowo kesulitan mencari cawapres diluar PKB. Sementara PKB bersikukuh harus Cak Imin cawapresnya.
"(Dilema) Prabowo, pilihan pertama Prabowo mendapat cawapres dari PDIP (Ganjar atau Puan). Tapi pasangan dari PDIP semakin sulit di dapat karena PDIP sebagai partai terbesar jika memungkinkan tetap akan memilih capres dari partainya sendiri," ucap dia.