27 Tahun Kudatuli, Mencari Keadilan Buat Korban

Tragedi Kudatuli hingga sekarang belum diusut tuntas

Jakarta, IDN Times - Amnesty International Indonesia mempertanyakan keseriusan pengusutan tragedi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi pada 27 Juli 1996 lalu. Peristiwa yang disebut sebagai Kudatuli itu, menurut Amnesty International belum diusut tuntas.

“Sudah 27 tahun berlalu, namun masih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Siapa dalang penyerangannya, siapa yang harus bertanggung jawab, dan yang tidak kalah penting, mengapa tragedi ini belum juga diusut tuntas?" ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengutip keterangan resmi.

1. Kasus Kudatuli tak pernah diusut tuntas

27 Tahun Kudatuli, Mencari Keadilan Buat KorbanDirektur Eksekutif Internasional Indonesia Usman Hamid datangi Gedung KPK bersama 57 Pegawai Nonaktif KPK pada Rabu (30/9/2021). (IDN Times/Aryodamar)

Menurut Amnesty International Indonesia, pemerintah era awal reformasi hanya sebatas mengusut kasus Kudatuli melalui mekanisme hukum pidana biasa, bukan proses peradilan HAM meskipun saat itu pemerintah sudah memiliki Undang-undang dan Pengadilan HAM.

"Padahal, sejak awal Reformasi negara telah memiliki sistem hukum untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat seperti penyerangan 27 Juli. Kalau tidak diungkap, maka peristiwa serupa bisa berulang," kata Usman Hamid.

Dia juga menyoroti jalan yang dipakai pemerintah kala itu merupakan peradilan koneksitas dan hanya memeriksa aparat pelaksana lapangan, bukan pejabat berwenang yang juga terlibat. Itu pun, disebutkan Amnesty International Indonesia, berujung dengan vonis bebas.

Baca Juga: PDIP Minta Pemerintah Ungkap Aktor Intelektual Perisitiwa Kudatuli

2. Sudah pernah ada laporan soal Kudatuli

27 Tahun Kudatuli, Mencari Keadilan Buat KorbanIlustrasi hukum dan undang-undang (IDN Times/Sukma Shakti)

Amnesty International Indonesia mengatakan, Komnas HAM sudah pernah menerbitkan laporan terkait tragedi Kudatuli, tepatnya pada 28 Juli dan 31 Agustus 1996. Namun, menurut Amnesty International Indonesia, Komnas HAM belum menyelidiki peristiwa Kudatuli secara Projustisia.

Hal ini dianggap ikut berdampak pada tidak diakuinya peristiwa Kudatuli dalam pernyataan Presiden Joko “Jokowi” Widodo soal penyesalan negara atas 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.

"Kenyataan itu menunjukkan, upaya-upaya yang ada belum mampu menegakkan keadilan. Kasus ini masih jauh dari selesai. Maka negara tetap harus mengusut tuntas kasus tersebut demi mencegah berulangnya intervensi politik partai dengan cara kekerasan," tulis Amnesty International Indonesia.

3. Apa itu Kudatuli?

27 Tahun Kudatuli, Mencari Keadilan Buat KorbanAcara Rapat DPP PDIP ke-103 dan Peringatan 25 Tahun Tragedi 27 Juli 1996 Kudatuli (dok:istimewa)

Peristiwa penyerangan 27 Juli 1996 atau Kudatuli ditandai dengan penyerangan kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia yang berlokasi di Jalan Diponegoro nomor 58, Jakarta. Kantor DPP PDI kala itu dikendalikan oleh pendukung Megawati Soekarnoputri yang berdasarkan kongres Surabaya 1993, sebagai Ketua Umum PDI.

Kantor tersebut diserbu oleh kelompok pendukung Soerjadi, yang merupakan Ketua Umum berdasarkan hasil kongres Medan 1996. Menurut laporan yang disusun oleh Amnesty International kala itu, penyerangan didukung ratusan aparat kepolisian.

Amnesty International pada 30 Juli 1996 menerbitkan laporan terkait penyerangan tersebut dan mengumpulkan data, antara 206 hingga 241 orang ditangkap aparat keamanan setelah penyerbuan. Sedikitnya 90 orang luka-luka dan antara lima hingga tujuh orang dilaporkan meninggal dunia.

Setahun setelahnya, pada Oktober 1997 Amnesty International kembali menerbitkan laporan terkait Kudatuli. Kali ini menyoroti penangkapan para aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) maupun organisasi organisasi afiliasinya seperti Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI), Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) dan Serikat Tani Nasional (STN) yang ditangkap dengan tuduhan terlibat dalam Kudatuli.

Baca Juga: Oposisi Melemah, Usman Hamid Khawatir Demokrasi Indonesia Hancur

Baca Juga: Kenangan Peristiwa Kudatuli, DPD PDIP Lampung: Rekayasa Orde Baru

Topik:

  • Satria Permana
  • Eddy Rusmanto

Berita Terkini Lainnya