Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi sidang MK (dok. Humas MK)

Intinya sih...

  • Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan lima putusan terkait gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
  • Gugatan tersebut dibacakan pada Kamis (5/6/2025) mulai pukul 09.00 WIB.
  • Lima gugatan yang dibacakan di antaranya perkara Nomor 55/PUU-XXIII/2025, 58/PUU-XXIII/2025, 66/PUU-XXIII/2025, 74/PUU-XXIII/2025, dan 79/PUU-XXIII/2025.

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) dijadwalkan membacakan lima putusan terkait gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada Kamis (5/6/2025).

Berdasarkan jadwal sidang di situs resmi MK, gugatan tersebut mulai dibacakan pukul 09.00 WIB.

1. Lima perkara yang akan dibacakan

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Adapun, lima gugatan yang dibacakan di antarnya perkara Nomor 55/PUU-XXIII/2025, 58/PUU-XXIII/2025, 66/PUU-XXIII/2025, 74/PUU-XXIII/2025, dan 79/PUU-XXIII/2025.

Pemohon dalam lima perkara tersebut kompak melakukan pengujian formil UU TNI. Ada pula yang juga melakukan uji keduanya yakni materiil dan formil.

2. Permasalahkan keabsahan UU TNI

Deretan 14 lembaga sipil yang boleh diisi oleh prajurit TNI aktif. (IDN Times/Aditya Pratama)

Sebelumnya, MK menggelar sidang lanjutan pengujian formil dan materiil UU TNI, pada Kamis (22/5/2025). Sidang panel yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, bersama anggota panel Anwar Usman dan Enny Nurbaningsih, memeriksa tiga perkara sekaligus yakni Perkara Nomor 58/PUU-XXIII/2025, Perkara Nomor 66/PUU-XXIII/2025, dan Perkara Nomor 74/PUU-XXIII/2025.

Ketiga perkara tersebut diajukan oleh para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang mempersoalkan keabsahan proses pembentukan UU TNI. Para pemohon menilai pembentukan undang-undang tersebut tidak sesuai dengan prosedur legislasi yang berlaku dan minim melibatkan partisipasi publik.

Pada sidang pendahuluan sebelumnya, empat mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Internasional Batam yang menjadi Pemohon Perkara Nomor 58/PUU-XXIII/2025 menganggap pembentukan UU TNI melanggar ketentuan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011, UU Nomor 15 Tahun 2019, dan UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Respati Hadinata selaku kuasa hukum para Pemohon menyatakan pembentukan undang-undang tidak dapat hanya diuji berdasarkan UUD 1945 yang sifatnya normatif dan prinsipil. Sebab jika tolok ukurnya hanya UUD 1945, maka pengujian formil hampir tidak mungkin dilakukan karena tidak memuat ketentuan prosedural secara rinci.

Respati juga menyebut dimasukkannya RUU TNI ke dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2025 serta pengesahan dalam Rapat Paripurna DPR pada 18 Februari 2025 tidak sesuai tata tertib DPR, antara lain Pasal 290 ayat (2) dan Pasal 291 ayat (1). Menurutnya, tidak ada keadaan darurat yang membenarkan percepatan pembahasan sebagaimana ditegaskan dalam Putusan MK Nomor 138/PUU-VIII/2009.

3. Abai partisipasi publik

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (IDN Times/ Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sementara, Pemohon perkara nomor 66/PUU-XXIII/2025, empat mahasiswa dari berbagai universitas, menganggap proses penyusunan UU TNI tidak melibatkan partisipasi publik secara bermakna. Mereka menyebut tidak adanya pelibatan akademisi, masyarakat sipil, maupun komunitas hukum dalam penyusunan naskah akademik dan rancangan undang-undang tersebut.

Muh Amin Rais Natsir, salah satu Pemohon, menyampaikan bahwa setelah RUU disetujui Presiden pada 26 Maret 2025, terjadi perubahan substansi pasal-pasal tanpa mekanisme legislasi yang sah, sehingga bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.

Senada dengan itu, empat mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) sebagai Pemohon Perkara Nomor 74/PUU-XXIII/2025 menyoroti ketidaksesuaian naskah akademik dengan metode penyusunan yang diatur dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Mereka juga mengkritisi kurangnya transparansi dalam proses pembentukan UU TNI.

Editorial Team