Forum Purnawirawan TNI Desak DPR Makzulkan Gibran, Begini Kata Dasco

- Forum Purnawirawan TNI mengusulkan pemakzulan terhadap Wapres Gibran berdasarkan UUD 1945 amandemen II Pasal 7 A dan Pasal 7 B
- Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI telah menerima surat usulan pemakzulan dari Forum Purnawirawan TNI dan meneruskannya kepada pimpinan DPR
- Bimo Satria dari Forum Purnawirawan TNI menyatakan siap dipanggil untuk menjelaskan secara rinci alasan di balik usulan pemakzulan tersebut
Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad angkat bicara terkait usulan pemakzulan terhadap Wakil Presiden (Wapres) RI Gibran Rakabuming Raka, yang disampaikan Forum Purnawirawan TNI. Ia mengaku belum melihat langsung surat usulan pemakzulan itu.
"Ya ini kan kebetulan reses, saya kan datang, Pak Sekjen nggak ada. Saya mau lihat suratnya, suratnya masih di sekjen, jadi belom sempat baca," kata Dasco di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (3/6/2025).
Dasco mengaku sudah biasa menandatangani surat-surat yang masuk ke meja pimpinan. Namun, ia mengaku belum membaca surat tersebut.
"Nggak, saya kan tanda tangan surat-surat, terus saya bilang, eh katanya itu ada surat dari forum? masih di sekjen pak, sekjennya lagi keluar," kata dia.
1. Setjen DPR terima surat usulan pemakzulan

Sekretariat Jenderal (Setjen) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI membenarkan telah menerima surat usulan pemakzulan dari Forum Purnawirawan TNI.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI, Indra Iskandar menyampaikan, surat tersebut sedang diteruskan kepada pimpinan DPR.
"Iya benar kami sudah terima surat tersebut dan sudah kami teruskan ke pimpinan," kata Indra kepada IDN Times, Selasa (3/6/2025).
2. Forum Purnawirawan TNI desak DPR makzulkan Gibran

Forum Purnawirawan TNI menyurati MPR hingga DPR RI untuk meminta pemakzulan terhadap Wapres RI Gibran Rakabuming Raka. Sekretaris Forum Purnawirawan TNI, Bimo Satria mengaku juga sudah mendapat surat tanda terima dari pihak Setjen DPR pada Senin (2/6/2025)
"Ya betul. Sudah. Sudah ada tanda terimanya dari DPR, MPR dan DPD," kata Bimo Satria saat dikonformasi IDN Times melalui pesan suara.
Bimo mengatakan, pihaknya telah menjelaskan secara rinci dari segi hukum. Ia mengatakan, Forum Purnawirawan TNI mengaku siap dipanggil DPR, MPR, dan MPR RI, bila ingin meminta penjelasan lebih jauh atas maksud pemakzulan itu.
"Ya betul. Jadi surat itu kita kasih dalam segi hukumnya nanti kalau belum jelas dari DPR MPR DPD RI kita siap purnawirawan untuk rapat dengar pendapat," kata dia.
3. Dasar usulan pemakzulan Gibran

Adapun, yang mendasari Forum Purnawirawan TNI mengusulkan pemakzulan terhadap Gibran adalah UUD 1945 amandemen II Pasal 7 A yang berbunyi: "Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden".
Pasal 7 B : Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh DPR kepada MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
TAP MPR RI No. XI/1998: Pasal 4 berbunyi: Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglemerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak azasi manusia.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Pasal 10 ayat (2) yang berbunyi: "Mahkamah Konstitusi memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden/Wakil Presiden."
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 3 ayat (1) : "Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian pengadilan".
Pasal 17 ayat (5) : Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.
Pasal 17 ayat (6) : Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 17 ayat (7) : Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda.