Klarifikasi MK soal Presiden 2 Periode Bisa Jadi Cawapres

Ada empat poin klarifikasi MK

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) menyampaikan klarifikasinya terhadap pemberitaan yang menyebutkan presiden dua periode bisa diusung kembali menjadi calon wakil presiden (cawapres). MK menyebut, pernyataan tersebut tidak resmi dikeluarkan oleh instansinya.

Pernyataan presiden dua periode bisa menjadi cawapres disampaikan oleh Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri, Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi RI, Fajar Laksono. Dia juga merangkap sebagai Juru Bicara MK.

Baca Juga: Mahkamah Konstitusi Nyatakan Anwar Usman Harus Mundur dari Kursi Ketua

1. Klarifikasi lengkap MK

Klarifikasi MK soal Presiden 2 Periode Bisa Jadi CawapresIDN Times/Muhamad Iqbal

Ada empat poin klarifikasi MK. Berikut klarifikasinya:

Berkenaan dengan pemberitaan di media massa mengenai isu Presiden yang telah menjabat dua periode mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden sebagaimana disampaikan Fajar Laksono, Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri, Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi RI, yang sekaligus menjalankan fungsi kejurubicaraan, perlu disampaikan hal-hal sebagai berikut.

1. Pernyataan mengenai isu dimaksud bukan merupakan pernyataan resmi dan tidak berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstitusi RI;

2. Pernyataan tersebut merupakan respon jawaban yang disampaikan dalam diskusi informal pada saat menjawab wartawan yang bertanya melalui chat WA, bukan dalam forum resmi, doorstop, apalagi dalam ruang atau pertemuan khusus yang sengaja dimaksudkan untuk itu;

3. Di samping menjabat sebagai Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri, serta menjalankan fungsi kejurubicaraan, Fajar Laksono merupakan pengajar/akademisi. Oleh karena itu, dalam beberapa kesempatan selama ini membuka ruang bagi wartawan yang ingin, baik bertemu secara langsung di ruang kerja, melalui chat WA, atau sambungan telepon, guna mendiskusikan isu-isu publik aktual, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik. Umumnya, wartawan ingin mendapatkan tambahan informasi, pemahaman, atau perspektif berbeda guna memperkaya sudut pandang, tidak untuk keperluan pemberitaan;

4. Sehubungan dengan itu, pada saat menjawab chat WA dimaksud, tidak terlalu diperhatikan bahwa jawaban tersebut dimaksudkan untuk tujuan pemberitaan, sehingga jawaban disampaikan secara spontan, singkat, informal, dan bersifat normatif.

Demikian disampaikan untuk dapat diketahui dan dipahami sebagaimana mestinya oleh semua pihak.

Baca Juga: Anggaran Masih Mandek, Eks Ketua KPU: Jangan Buat KPU Mengemis!

2. KPU beri penjelasan soal syarat jadi capres dan cawapres

Klarifikasi MK soal Presiden 2 Periode Bisa Jadi CawapresIDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Secara terpisah, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari memberi penjelasan terkait syarat menjadi capres dan cawapres berdasarkan aturan yang ada di UUD 1945.

"Pasal 7, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan," kata Hasyim.

Di pasal 8, apabila presiden mangkat atau meninggal dunia, berhenti atau tidak bisa melakukan kewajibannya dalam masa tugas, dapat digantikan oleh wakil presiden sampai masa jabatannya habis.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu, masa jabatan presiden dan wakil presiden dibatasi 2 periode.

 

 

3. Analisis dan penjelasan

Klarifikasi MK soal Presiden 2 Periode Bisa Jadi CawapresKetua KPU, Hasyim Asy'ari (IDN Times/Aryodamar)

Berikut analisis dan penjelasannya:

1. Seseorang menduduki jabatan presiden atau wapres selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

2. Seseorang dapat mencalonkan diri sbg capres atau cawapres, bila belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.

3. Ukuran 1 kali masa jabatan untuk jabatan Presiden atau Wapres terdapat 2 penafsiran:

3.1. Penafsiran harfiah (literlijk) sbgmana terdapat dalam rumusan teks Pasal 7 UUD bahwa 1 kali masa jabatan adalah 5 tahun terhitung sejak pengucapan sumpah janji (pelantikan).
3.2. Penfsiran sistematis sbgmn terdapat dalam Putusan MK No. 67/PUU-XVII/2020 JR UU No. 10/2016 ttg Pilkada yg pada intinya bahwa seseorang yg telah menjabat sbg Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah namun tidak sampai habis masa jabatan 5 tahun, maka bila sudah menjabat selama "setengah atau lebih masa jabatan" dihitung telah menjabat 1 kali masa jabatan.
Hal tsb terdapat pada bagian Pertimbangan Hukum bahwa:

Pertimbangan Hukum

[3.17.2] Bahwa untuk menjawab dalil yang dikemukakan para Pemohon tersebut terlebih dahulu harus diletakkan dalam konstruksi norma ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf n UU 10/2016 yang menyatakan warga negara Indonesia yang dapat menjadi calon Gubernur, calon Bupati, dan calon Walikota adalah yang memenuhi persyaratan:

huruf n menyatakan:
Belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama untuk Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota.
Sekalipun Pasal 7 ayat (2) huruf n UU 10/2016 telah mengatur pembatasan periodesasi masa jabatan kepala daerah (baik Gubernur, Bupati maupun Walikota) adalah maksimal dua periode, secara normatif ketentuan dimaksud belum dapat menjawab perhitungan periodesasi masa jabatan kepala daerah yang tidak dapat menuntaskan masa jabatan sebelum berakhir masa jabatannya selama lima tahun. Pentingnya penentuan perhitungan dimaksud tidak hanya berkaitan dengan periode masa jabatan kepala daerah yang berhenti sebelum habis masa jabatannya, tetapi menyangkut pula penentuan periodesasi masa jabatan wakil kepala daerah yang melanjutkan sisa masa jabatan kepala daerah. Berkenaan dengan hal ini, dengan alasan, antara lain, agar adanya kepastian hukum penghitungan periodesasi masa jabatan wakil kepala daerah yang melanjutkan masa jabatan kepala daerah yang berhenti sebelum masa jabatannya berakhir, Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-VII/2009 mempertimbangkan sebagai berikut:

[3.18] Menimbang bahwa yang menjadi persoalan ialah bagaimana jika masa jabatan periode pertama tidak penuh karena Pemohon menggantikan Pejabat Bupati/Walikota yang berhenti tetap, misalnya Pemohon II menjabat Bupati Karimun periode pertama selama kurang dari satu tahun (kurang dari separuh masa jabatan), sedangkan Pihak Terkait I menjabat Walikota Surabaya selama dua tahun sembilan bulan atau lebih dari separuh masa jabatan. Penjelasan Pasal 38 PP 6/2005 menyatakan bahwa Penghitungan dua kali masa jabatan dihitung sejak saat pelantikan. Penjelasan ini tidak membedakan apakah seseorang secara penuh menjabat selama masa jabatan ataukah tidak;

Mahkamah menilai tidak adil apabila seseorang menjabat kurang dari setengah masa jabatan disamakan dengan yang menjabat setengah atau lebih masa jabatan. Oleh sebab itu berdasarkan asas proporsionalitas dan rasa keadilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum,” oleh karena itu, Mahkamah berpendapat bahwa setengah masa jabatan atau lebih dihitung satu kali masa jabatan. Artinya jika seseorang telah menjabat Kepala Daerah atau sebagai Pejabat Kepala Daerah selama setengah atau lebih masa jabatan, maka yang bersangkutan dihitung telah menjabat satu kali masa jabatan;

Dengan memahami secara saksama pertimbangan hukum di atas, substansi yang berkaitan dengan masa jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah telah dipertimbangkan sedemikian rupa untuk memberikan kepastian hukum. Artinya, norma Pasal 7 ayat (2) huruf n UU 10/2016 yang menyatakan, “Belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama untuk Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota”, harus dimaknai sebagaimana pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-VII/2009 dimaksud.

[3.17.3] Bahwa berdasarkan pemaknaan tersebut, khususnya pertimbangan yang menyatakan, “Mahkamah berpendapat bahwa setengah masa jabatan atau lebih dihitung satu kali masa jabatan. Artinya, jika seseorang telah menjabat Kepala Daerah atau sebagai Pejabat Kepala Daerah selama setengah atau lebih masa jabatan, maka yang bersangkutan dihitung telah menjabat satu kali masa jabatan”, sehingga persoalan permohonan para Pemohon yang memohon agar frasa sebagaimana dimaksudkan dalam Petitum para Pemohon yang menyatakan, “menjabat sebagai Gubernur, Bupati, Walikota” dalam Pasal 7 ayat (2) huruf n UU 10/2016 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai menjadi “menjabat sebagai Gubernur, Bupati, Walikota dan/atau menjadi Pejabat Gubernur, Bupati, Walikota” telah dijawab secara tegas dalam pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-VII/2009 tersebut. Oleh karena itu, Mahkamah berpendapat tidak terdapat masalah konstitusionalitas dalam norma yang dimohonkan pengujian oleh para Pemohon a quo.

4. Dalam hal seseorang telah menjabat sebagai Presiden selama 2 kali masa jabatan, dan kemudian mencalonkan diri sebagai Calon Wapres, terdapat problem konstitusional sebagaimana ketentuan norma Pasal 8 UUD.

Dalam kasus konkret dapat digambarkan sebagai berikut:

4.1. Bila A telah menjabat sebagai Presiden 2 kali masa jabatan mencalonkan diri sebagai Cawapres, tetap sah dan tidak ada larangan dalam konstitusi.
4.2. Bila B sebagai Capres terpilih dan dilantik sebagai Presiden, dan A dilantik sebagai Wapres, maka dalam hal terjadi situasi sebagiamana Pasal 8 UUD, maka A tidak dapat menggantikan kedudukan sebagai Presiden karena A telah pernah menduduki jabatan selama 2 kali masa jabatan sebelumnya.
Dalam situasi tsb A tidak memenuhi syarat sebagai Presiden sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 169 huruf n UU 7/2017 tentang Pemilu.

"Demikian analisis dan penjelasan," imbuh Hasyim.

Baca Juga: Demokrat Minta Jokowi Contoh SBY, Tolak Jadi Cawapres Usai 2 Periode

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya