Sebut Bising Azan Bak Gonggongan Anjing, Menag Dituntut Klarifikasi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Ketua Komisi VIII DPR RI, Yandri Susanto, meminta Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas untuk meralat ucapannya, yang membandingkan bising suara toa masjid dengan gonggongan anjing. Menurutnya, hal itu dilakukan agar tidak menimbulkan kegaduhan.
"Sebaiknya Menag segera meralat ucapannya itu agar tidak menimbulkan kegaduhan dan tafsir-tafsir di masyarakat tidak semakin liar," ujar Yandri dalam keterangannya, Kamis (24/2/2022).
1. Tak etis gunakan analogi suara toa dengan gonggongan anjing
Yandri mengatakan, Yaqut seharusnya tak menggunakan analogi suara toa dengan gonggongan anjing. Menurutnya, perumpamaan tersebut tidak etis digunakan.
"Komunikasi atau sosialisasi kebijakan seharusnya menggunakan perumpaan yang tepat. Jangan memberikan contoh atau perumpamaan yang justru menimbulkan tafsir-tafsir liar dan kegaduhan," ucapnya.
Baca Juga: Roy Suryo Bakal Polisikan Menag soal Suara Toa Masjid dengan Anjing
2. Menag bandingkan bising toa masjid seperti gonggongan anjing
Sebelumnya, Menag Yaqut Cholil Qoumas membandingkan bisingnya pengeras suara masjid atau musala bila dinyalakan secara bersamaan dalam satu waktu dapat mengganggu. Bahkan, dia membandingkannya dengan gonggongan anjing.
Editor’s picks
Pernyataan tersebut keluar saat Yaqut ditanya mengenai Surat Edaran (SE) Nomor 05 Tahun 2022, tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala
"Kita bayangkan, saya Muslim saya hidup di lingkungan nonmuslim, kemudian rumah ibadah mereka membunyikan toa sehari lima kali dengan keras secara bersamaan, itu rasanya bagaimana?" ujar Yaqut dilansir ANTARA, Kamis (23/2/2022).
"Contohnya lagi, misalkan tetangga kita kiri kanan depan belakang pelihara anjing semua, misalnya menggonggong di waktu yang bersamaan, kita terganggu tidak? Artinya semua suara-suara harus kita atur agar tidak menjadi gangguan," sambungnya.
3. Penggunaan suara diatur maksimal 100 desibel
Yaqut menjelaskan, Kemenag tidak membatasi syiar agama Islam. Hanya saja, kata dia, suara yang keluar itu perlu diatur agar umat agama lain tak merasa terganggu.
"Surat edaran ini dikeluarkan dengan tujuan agar tidak ada umat agama lain yang terganggu. Kita tahu itu syiar agama Islam, silahkan gunakan toa, tapi tentu harus diatur. Diatur bagaimana volumenya tidak boleh keras, maksimal 100 desibel," ucapnya.
Dia menegaskan, tujuan dari terbitnya SE tersebut agar masyarakat Indonesia semakin harmonis.
"Bagaimana menggunakan speaker di dalam atau luar masjid juga diatur. Tidak ada pelarangan. Aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis," katanya.
Baca Juga: Dewan Masjid Jatim Belum Terapkan SE Menag RI Tentang Pengeras Suara