Uni Lubis: Tugas Media Selama Pemilu adalah Cek Rekam Jejak-Cek Fakta
Pemimpin Redaksi IDN Times, Uni Lubis (Youtube.com/Keep Talking)
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pemimpin Redaksi IDN Times, Uni Lubis menjadi salah satu pembicara dalam acara laporan publik 2 Warga Jaga Suara di Jakarta. Dalam acara tersebut, Uni Lubis bertindak sebagai perwakilan media untuk berbicara mengenai pandangannya seputar Pemilu 2024.
Uni menjelaskan, media selama pemilu memiliki tugas untuk mengecek rekam jejak calon presiden dan calon wakil presiden dan cek fakta. Sehingga, masyarakat bisa mendapat informasi sebagai bahan pertimbangan memilih calon pemimpinnya.
"Apa tugas media selama pemilu? Melacak rekam jejak, kemudian cek fakta dan itu yang seharusnya dan menurut saya relatively lebih baik dilakukan di pemilu ini, setidaknya saya monitor dari pemberitaan media dan percakapan di WhatsApp grup Forum Pemred. Kami punya grup namanya Forum Pemred, ada sekitar 50 orang," ujar Uni Lubis, Jumat (23/2/2024).
Uni menjelaskan, keadaan lebih baik itu karena diskusi yang muncul di media massa maupun media sosial lebih beragam dibandingkan pada Pemilu 2014 dan 2019.
"Kali ini mungkin karena ada tiga paslon juga, jadi diskusinya lebih seru, lebih variatif, tentu personal atau secara media karena bahwa ada pemilik, media yang memiliki kepentingan politik, bahkan mendirikan partai politik, menjadi ketuanya, sudah ketahuan tuh medianya harus dibawa ke mana," kata dia.
Baca Juga: 24 Tahun Lalu Prabowo Menjawab Uni Lubis soal Penculikan
1. Uni Lubis turut mengomentari film dokumenter Dirty Vote
Pemimpin Redaksi IDN Times, Uni Lubis (Youtube.com/Keep Talking)Dalam kesempatan itu, Uni Lubis turut mengomentari film dokumenter Dirty Vote. Menurutnya, film tersebut muncul dengan tujuan untuk membongkar skenario Presiden Joko "Jokowi" Widodo dalam mengendalikan Pemilu 2024.
"Saya mengatakan, bahwa film itu sebetulnya adalah tujuannya membongkar skenario Jokowi dari awal bagaimana dia ingin mengendalikan proses Pemilu 2024. Karena itu, sebetulnya jumpa pers dadakan, reaktif yang dilakukan pasangan 02 itu hanya menaikkan promo untuk film itu sendiri," kata dia.
Wanita kelahiran 29 November 1967 itu menyampaikan, sejatinya tak ada yang baru dalam film Dirty Vote. Sebab, semuanya sudah pernah diliput dan diberitakan oleh media massa.
"Tapi, yang baru dan dilakukan dengan sangat baik oleh ketiga pembicara adalah memberikan makna kepada apa yang ribuan artikel, konten, data, informasi yang sudah diliput oleh media. Jadi jurnalisme makna, mungkin karena apa? Kenapa watchdog yang melakukan? Saya melakukan otokritik kepada media karena media sibuk dengan berita-berita instan, yang gampang, karena teman-teman media dipaksa dalam satu hari menulis 10-20 artikel," ucap dia.
Editor’s picks
"Sehingga, kurang memberikan kedalaman, Dirty Vote membantu memberikan makna kepada fakta-fakta, informasi data yang sebetulnya sudah diliput luas oleh media, bahkan sejak 2-3 tahun lalu," sambungnya.
Baca Juga: Uni Lubis: Pers Paling Bawel Soal Kesetaraan, Tapi Tak Menerapkannya
2. Setelah hari pencoblosan, media berfokus pada pemberitaan dugaan kecurangan pemilu
Pemimpin Redaksi IDN Times, Uni Lubis (Youtube.com/Keep Talking)Lebih lanjut, Uni Lubis menyampaikan, sehari setelah pencoblosan, yakni 15 Februari 2024, hampir semua media berfokus pada pemberitaan dugaan kecurangan pemilu, termasuk IDN Times.
"Sehari sesudah pemilu, policy di IDN Times dan saya tahu di sejumlah media yang concern itu adalah mengawal, memberitakan kecurangan mendapatkan informasi itu dari berbagai pihak, termasuk dari media sosial, dan itu yang berlangsung sampai saat ini," ujar Uni.
Lulusan Sarjana Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) itu juga menyampaikan data dari Indonesia Millenial Report dan Indonesia Gen Z Report yang diluncurkan pada November 2023 di acara Indonesia Millenial and Gen-Z Summit.
"Kami di IDN Times meluncurkan Indonesia Milenial and Gen Z Report, Indonesia Milenial Report dan Indonesia Gen Z Report, jadi ada dua report. Kami buat dengan sangat serius dengan 4 ribuan responden dan 73 persen dari responden yang kami interview, itu mendapatkan informasi itu dari media sosial. Dari media digital termasuk IDN Times, Kompas.com, detik dan segala macam, itu sudah tinggal 19 persen. Sisanya adalah media cetak dan TV," kata dia.
3. Media massa sudah kewalahan menghadapi dominasi media sosial
Pemimpin Redaksi IDN Times, Uni Lubis (Youtube.com/Keep Talking)Uni Lubis menyampaikan, media massa saat ini sudah kewalahan menghadapi dominasi media sosial. Terlebih, dengan semakin masifnya pengguna TikTok.
"Jadi memang media ini sudah kewalahan menghadapi dominasi dari media sosial, khususnya di kalangan milenial dan Gen Z, karena mereka search-nya bukan ke Google lagi, search-nya itu ke TikTok," imbuhnya.
Topik:
Berita Terkini Lainnya
