pixabay.com/TeroVesalainen
Dengan bermodalkan gawai dan koneksi internet, warganet dengan mudah membuat lebih dari satu akun di satu platform medsos. Bahkan, tidak menutup kemungkinan satu orang bisa memiliki belasan, bahkan puluhan akun di medsos.
Medsos menjadi lahan subur bagi penyebaran informasi, yang pastinya belum terkonfimasi kebenarannya. Peneliti Kode Inisiatif Veri Junaidi mengatakan medsos menjadi sarana mudah untuk penyebaran berita bohong, konten negatif, serta kampanye hitam.
"Medsos ini yang paling krusial, karena di situ hoaks, kampanye hitam, isu SARA bisa dengan mudah tersebar," kata Veri Junaidi, seperti dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (22/11).
Sehingga, pengaturan terkait kampanye di medsos oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan penanganannya oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga harus mendapat perhatikan khusus.
Saat ini, dalam Undang-undang Pemilu, pengaturan pidana terkait kampanye belum mengatur mengenai penggunaan medsos. Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 di Pasal 491, 492 dan 493 mengatur ancaman pidana dan denda bagi setiap orang yang menghalangi jalannya kampanye, melaksanakan kampanye di luar jadwal, serta melanggar ketentuan kampanye.
Ketentuan kampanye yang diatur dalam UU tersebut adalah seluruh peserta pemilu dilarang mempersoalkan dasar negara Pancasila, UUD 1945 dan bentuk NKRI, melakukan kegiatan yang membayakan keutuhan NKRI, menghina seseorang berdasarkan suku, agama, ras, golongan dan peserta pemilu lain, menghasut dan mengadu domba perseorangan maupun kelompok masyarakat serta mengganggu ketertiban umum.
Tim kampanye peserta pemilu juga dilarang mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan, merusak dan menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu, menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan, menggunakan tanda gambar dan atribut selain yang ditetapkan KPU, serta menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye.
Selebihnya, kata Veri, apabila pelanggaran itu berkaitan dengan penggunaan di medsos, maka penangan menggunakan penindakan pidana dengan melibatkan kepolisian.
Pelaksanaan kampanye melalui medsos menjadi tugas berat bagi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), apabila tidak ada terobosan dalam mengatasi potensi jutaan akun yang menyebarkan informasi dan konten negatif selama masa kampanye.
Selain dengan aparat penegak hukum, Bawaslu bisa menggandeng perwakilan perusahaan penyedia aplikasi medsos yang ada di Indonesia, untuk meminimalkan penyebaran hoaks dan konten negatif selama masa kampanye.
Menurut Veri, pelaksanaan kampanye di medsos lebih mudah dipantau dari sisi pengawasan, dibandingkan dengan pelaksanaan kampanye tatap muka. Namun, Bawaslu harus memiliki cara tersendiri untuk mengatasi pelanggaran kampanye di medsos.
"Memang untuk proses penegakan hukumnya, Bawaslu tidak bisa sendiri, harus bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan institusi terkait. Tapi yang sulit itu soal status-status kampanye di medsos, itu yang sulit dipantau," kata dia.
Salah satu perusahaan penyedia aplikasi medsos yang dapat menyaring penyebaran konten negatif adalah Facebook. Bahkan, Facebook sudah bersedia membuat algoritma khusus bagi pengguna di Indonesia untuk menekan penyebaran konten negatif dan hoaks.
Upaya sistematis seperti Facebook tersebut yang perlu dijajaki lebih lanjut oleh Bawaslu, guna membantu menemukan pelanggaran kampanye di medsos dan menegakkan hukum pemilu.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) pun telah berupaya meringkus penyebar hoaks selama masa kampanye pemilu. Dalam pelaksanaan Pilkada pada Februari lalu, Kemkominfo bersama Bawaslu telah melakukan penindakan terhadap akun-akun yang berupaya melakukan kampanye negatif.
Tindakan yang dilakukan Bawaslu bersama Kepolisian dan Kemkominfo terhadap akun-akun penyebar hoaks di pemilu itu adalah dengan membekukan akun tersebut dan menangkap pelaku di balik akun itu.
Tentu saja tindakan tersebut patut diapresiasi, namun akan lebih baik lagi apabila upaya pencegahan dapat dilakukan sejak dini di awal masa kampanye Pemilu 2019, untuk mendapatkan proses demokrasi yang sehat di Tanah Air.