Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Perang Dagang AS-Cina, Guru Besar Binus: Bisa Jadi Peluang Indonesia

Perang Amerika vs China (pexels.com/i@karolina-grabowska)
Intinya sih...
  • Perang dagang AS-China berpotensi menguntungkan Indonesia karena memindahkan pasar ke negara berkembang.
  • Indonesia perlu tingkatkan kualitas SDM, seperti penguasaan bahasa dan pengetahuan budaya kerja global.

Bekasi, IDN Times - Guru Besar Universitas Bina Nusantara (Binus) Bekasi, Gatot Soepriyanto, mengatakan, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China saat ini berpotensi menguntungkan bagi Indonesia. 

Gatot mengatakan, jika kedua negara tersebut tidak berdamai, maka keduanya dipastikan akan memindahkan pasarnya ke negara berkembang seperti Indonesia. 

"Beberapa melihat bahwa uncertainty ini menciptakan hal yang positif atau peluang yang positif. Tadi, karena ini dua giant yang bertarung. Kalau salah satunya kemudian gak mau berdamai, ya, dia akan memindahkan pasarnya ke pasar potensial," kata dia kepada jurnalis, Selasa (15/4/2025). 

1. Meningkatkan kualitas SDM

Guru Besar Universitas Bina Nusantara (Binus) Bekasi, Prof Gatot Soepriyanto. (IDN Times/Imam Faishal)

Gatot mengatakan, saat ini Indonesia memiliki sumber daya manusia (SDM) yang cukup banyak. Meski begitu, SDM tersebut harus ditingkatkan kembali kualitasnya seperti penguasaan bahasa dan pengetahuan tentang budaya kerja global.

"Kalau kemudian sebuah daya tadi, pabrik tadi, pindah di Indonesia, berarti dibutuhkan potensi-potensi tambahan. Contoh, kalau pabrik Cina yang pindah ke sini, berarti bahasa Mandarin-nya perlu ditambah," kata dia. 

"Atau kalau melihat tadi peluangnya bagaimana, oh, ternyata Jepang memutuskan lebih aktif soalnya industrialisasinya, kekurangan tenaga kerja, berarti peluang untuk migrasi ke Jepang juga penting," tambah dia.

2. Melakukan penyesuaian

ilustrasi pekerja bersemangat

Untuk menghadapi kondisi global tersebut, lanjut Gatot, Universitas Binus juga melakukan penyesuaian, baik dari sisi pendekatan pengajaran maupun isi kurikulum.

Bahkan, Binus juga terus membuka ruang bagi mahasiswa untuk tetap berinovasi. Hal itu dilakukan melalui studi kasus terbaru, kehadiran dosen tamu dari kalangan praktisi, serta pembaruan materi kuliah yang relevan dengan isu industri terkini.

"Kalau mata kuliah, misalnya anak ekonomi belajar makro ekonomi. Berarti sekarang kalau biasanya kita bicara mengenai World Trade Organization atau WTO, sekarang case-nya sudah diubah ya. Bagaimana kalau kondisinya bergantian dengan trade war dan ada yang perang tarif yang ada satu sama lain," kata dia. 

3. Wajibkan mata kuliah AI

ilustrasi Artificial Intelligence (pexels.com/cottonbro studio)

Untuk menghadapi dunia kerja yang sudah berkembang dengan hadirnya teknologi Artificial Intelligence (AI), Binus juga mewajibkan mata kuliah Foundation of Artificial Intelligence bagi seluruh mahasiswanya sejak semester kedua. 

Gatot juga mengatakan, Binus mengusung sistem pembelajaran 2,5 tahun di dalam kampus dan 1 tahun di luar kampus dengan tujuh jalur peminatan yang fleksibel. 

Mahasiswa juga didorong untuk mengambil Minor Program lintas disiplin agar lebih adaptif terhadap perubahan.

"Nah itu kemudian kita kembangkan, supaya mahasiswa bisa terus-menerus update dengan kondisinya yang ada," ucap Gatot.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us