Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Potret Industri Media Hari Ini: Susah Hidup dari Iklan hingga Muncul PHK

03EFF204-D600-472F-96D9-CFE434B2CBCA.jpeg
Ketua Dewan Pers, Komaruddin Hidayat (Dok. YouTube Forum Insan Cita)
Intinya sih...
  • Peran media dalam membangun demokrasi melemah
  • Dewan Pers harus menjadi payung bagi industri media
  • Gelombang PHK di media merupakan tanda-tanda runtuhnya negara demokrasi

Jakarta, IDN Times - Industri media saat ini sedang dihantam gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal itu tidak lepas dari urusan dapur terkait iklan sebagi sumber keberlangsungan hidup media.

Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat menyebut, ada pergeseran belanja iklan dari media mainstream ke media sosial. Sehingga terjadi efisiensi di industri media dan berujung PHK.

Income gak masuk karena agen iklan itu akan mendatangi, mengintip calon pembeli yang banyak. Calon pembeli sebagian banyak sudah diambil alih medsos. Dengan pemain besar google dan sebagainya,” kata Komaruddin dalam diskusi ‘Peran Pers dalam Membangun Demokrasi dan Supremasi Sipil’, Senin (9/6/2025) malam.

“Dengan handphone di tangan, sekarang gak perlu nonton tv, baca surat kabar, rakyat saat ini seperti dapat mainan baru. Apa saja ada, dari tontonan hiburan drama dan semacamnya sehingga iklan lari ke sana, kemudian termasuk tv tradisional berkurang akhirnya dia tidak bisa produksi yang berkualitas dan tidak bisa membiayai karyawan dan akhirnya muncul PHK,” lanjutnya.

Sementara itu, media harus berperang dengan buzzer, terutama media sosial yang sedang mengagendakan narasi di masyarakat. Ini juga menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Dewan Pers untuk memperjelas batasan-batasan di media sosial demi memberikan informasi yang benar.

“Karena rambu-rambu yang belum jelas kemudian muncul buzzer, tentu rakyat akan menyadari, tapi itu butuh waktu yang cukup lama. Apalagi, bagi masyarakat di bawah itu kan tidak tahu soal itu,” ujarnya.

1. Peran media dalam membangun demokrasi melemah

Uni Lubis, Editor in Chief IDN Times dalam acara "LIKE, SHARE, PROTECT: ANAK KITA DI DUNIA DIGITAL" di Gedung IDN HQ pada Senin (21/4/2025). (IDN Times/Alya Achyarini)
Uni Lubis, Editor in Chief IDN Times dalam acara "LIKE, SHARE, PROTECT: ANAK KITA DI DUNIA DIGITAL" di Gedung IDN HQ pada Senin (21/4/2025). (IDN Times/Alya Achyarini)

Di sisi lain, media harus tetap bertahan dengan sumber iklan yang kian menipis. Pemimpin Redaksi IDN Times, Zulfiani Lubis mengatakan, iklan merupakan darah bagi media.

Sehingga, tanpa iklan media bakal sulit bertahan. Seperi halnya media-media raksasa yang akhir-akhir ini melakukan PHK.

Dari potret itu, peran media dalam mendukung atau mengembangkan demokrasi dan civil society pun melemah.

“Seluruh jurnalis di Indonesia gamang ini. Jadi, nggak bisa tuh bagaimana kita memonitor government, expose corruption, hold leader accountable dihadapkan dengan tekanan bisnis,” ujar Uni Lubis sebagai penanggap dalam diskusi.

2. Dewan Pers harus menjadi payung bagi industri media

Uni Lubis, Editor in Chief IDN Times dalam acara "LIKE, SHARE, PROTECT: ANAK KITA DI DUNIA DIGITAL" di Gedung IDN HQ pada Senin (21/4/2025). (IDN Times/Alya Achyarini)
Uni Lubis, Editor in Chief IDN Times dalam acara "LIKE, SHARE, PROTECT: ANAK KITA DI DUNIA DIGITAL" di Gedung IDN HQ pada Senin (21/4/2025). (IDN Times/Alya Achyarini)

Oleh karena itu, Uni memberi masukan kepada Dewan Pers agar menjadi payung bagi industri media di tengah tekanan. Dewan Pers harus menjadi tempat media satu sama lain makin solid.

“Bukan hanya pada saat ada kasus, tapi perlu komunikasi yang solid terus-menerus. Jadi Dewan Pers itu yang menjadi payungnya. Ini membangun mental bahwa kita bersama-sama bisa melawan siapapun yang membahayakan demokrasi dan kemerdekaan pers,” ujarnya.

Selain itu, pemerintah juga diminta untuk memberikan solusi dari gelombang PHK, tanpa melakukan intervensi terhadap media.

“Media diharapkan mencerahkan masyarakat, tapi nggak ada yang peduli sama PHK di media. Pemerintah harus juga memberikan solusi tanpa intervensi terhadap independensi media,” ujar Uni.

3. Tanda-tanda runtuhnya negara demokrasi

D7A9131F-B8AD-4E92-8583-412EB44A7D3D.jpeg
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB), Anang Sujoko

Sementara itu, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB), Anang Sujoko mengatakan, gelombang PHK di media merupakan tanda-tanda runtuhnya negara demokrasi.

“Karena pers sudah terganggu dari sisi ekonomi. Dari beberapa PHK massal, itu juga berbicara tentang masalah kegiatan-kegiatan jurnalistik yang mencoba distop produksinya,” kata dia sebagai penanggap dalam diskusi.

Selain itu, peralihan perhatian publik dari media mainstream ke media sosial juga dinilai karena literasi media di Indonesia rendah.

“Sehingga yang terjadi, ketika kita sebetulnya mengakses media itu untuk apa? Kemudian seberapa pentingkah kita itu untuk mengonsumsi berita yang bagus? Kemudian adalah berita seperti apakah yang itu sebetulnya memiliki manfaat untuk kita baca? kata dia.

“Ada istilah brain road tadi yang kecenderungan kemudian, ketika masyarakat kita mengakses platform digital, itu bukan lagi berbicara kepada apa yang sebetulnya dia inginkan. Tetapi algoritma dari media sosial, algoritma atau istilahnya machine itu sudah berjalan, kemudian untuk membombardir ruang-ruang personal dari teman-teman yang mengakses media,” lanjutnya.

Share
Topics
Editorial Team
Sunariyah Sunariyah
EditorSunariyah Sunariyah
Follow Us