IDN Times/Teatrika Handiko Putri
PSI, kata Grace, mempelajari secara saksama draf RUU TPKS yang sedang dibahas di DPR. Partainya juga menyampaikan sejumlah usul dan saran untuk RUU TPKS, agar tetap berpihak pada korban.
"Berangkat dari sana, sejumlah usul dan saran diajukan. LBH PSI, Direktorat Perempuan dan Anak DPP PSI, serta Komite Solidaritas Pelindung Perempuan dan Anak DPP PSI terlibat dalam proses ini," ucapnya.
PSI mengusulkan agar RUU TPKS menjadi undang-undang yang mampu menghadirkan rasa aman dan keadilan serta kepastian hukum, pencegahan kekerasan seksual, dan perlindungan, penanganan, dan pemulihan terhadap korban kekerasan seksual.
Beberapa usulan yang disampaikan, pertama terkait jenis tindak pidana kekerasan seksual. PSI mengusulkan agar RUU TPKS mengatur tindak pidana, perkosaan, eksploitasi seksual, pemaksaan perkawinan, termasuk pemaksaan perkawinan terhadap korban dengan alasan menutup aib yang makin memperburuk kondisi psikis korban.
Kemudian mengatur tindak pidana pemaksaan aborsi, dan kekerasan seksual berbasis gender secara online, seperti revenge porn.
"Kami mendorong agar pidana perkosaan tetap masuk, meskipun Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga menyertakan hal ini," kata dia.
Kedua, terkait pemenuhan hak korban atas kebenaran, keadilan, penanganan, perlindungan, dan pemulihan. PSI mengusulkan agar biaya visum et repertum, visum et repertum psychiatricum, serta pemeriksaan dan perawatan pemulihan korban kekerasan seksual dan/atau layanan kesehatan lainnya yang diperlukan korban sebagai akibat tindak pidana kekerasan seksual, menjadi tanggung jawab pemerintah dan dapat diakses melalui BPJS Kesehatan.