Kisah Inspiratif Guru Muda Tegar Ristianto yang Mengabdi di Biak Papua

Pendidikan di Papua harus dibangun bersama agar tak timpang

Jakarta, IDN Times - Hidup itu harus bermanfaat bagi orang lain, selagi mampu kita harus mengabdikan diri ke masyarakat. Prinsip ini dipegang teguh oleh Tegar Ristianto, seorang guru muda yang memilih jalan sunyi dengan mengabdi di daerah Biak, tepatnya di SMAN 1 Biak, Papua.

Bagi Tegar, masyarakat daerah luar pulau Jawa, terutama masyarakat Papua, lebih membutuhkan perhatian dan pertolongan dibandingkan dengan masyarakat perkotaan.

"Dari awal emang tidak mau kerja di pulau Jawa, lebih mau kerja mengabdi di luar pulau Jawa, seperti Kalimantan dan Sulawesi. Tapi orang tua menyarankan di Biak saja," ujar Tegar kepada IDN Times saat dihubungi via telepon, Sabtu, 12 Agustus 2023.

Baca Juga: Hadiri Pelatihan Guru, Bupati Kediri Berikan Beasiswa kepada Guru PAUD

1. Masyarakat Papua itu pintar, tetapi kurang mendapat perhatian dari pemerintah

Kisah Inspiratif Guru Muda Tegar Ristianto yang Mengabdi di Biak PapuaMurid-Murid di SMAN 1 Biak, Papua (Dok. Istimewa)

Sebenarnya, Tegar punya banyak pilihan berkarier yang lebih menjanjikan kesejahteraan begitu lulus dari Fakultas Ilmu Sosial, Hukum, dan Politik Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tahun lalu. Namun, di antara sekian banyak pilihan yang ada, dia lebih memilih mengabdi di tanah Papua.

"Orang-orang Papua itu pintar, akan tetapi kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Dalam hati kecil, saya berjanji akan berbuat sesuatu yang lebih untuk masyarakat Papua," kata dia.

2. Ada ketimpangan pendidikan antara Papua dan Jawa

Kisah Inspiratif Guru Muda Tegar Ristianto yang Mengabdi di Biak PapuaMurid-Murid di SMAN 1 Biak, Papua (Dok. Istimewa)

Pria asal Solo, Jawa Tengah itu menyoroti perbedaan sistem pembelajaran antara di Jawa dan Papua. Menurut Tegar, sistem pembelajaran yang dilakukan bentuknya sama, tetapi penyelengaraannya berbeda.

"Tentu ada ketimpangan dari Jawa. Kalau di Indonesia timur harus lebih istimewa atau khusus, soalnya dari segi SDM dan gurunya berbeda dengan bagian Indonesia barat, terutama di Jawa," ucap Tegar.

Baca Juga: Kemenag Beri Kesetaraan Jabatan dan Pangkat bagi Guru Madrasah Non-ASN

3. Laptop dan proyektor menjadi barang mewah di SMAN 1 Biak, Papua

Kisah Inspiratif Guru Muda Tegar Ristianto yang Mengabdi di Biak PapuaIlustrasi laptop/IDN Times/Helmi Shemi

Tegar menjelaskan dari segi siswa, saat diberikan pembelajaran harus dilakukan dengan pendekatan khusus, agar mereka lebih mengerti.

"Walaupun SMAN 1 Biak itu sekolah favorit, tetapi komputer dan teknologi di sini minim. Bagi masyarakat Biak teknologi itu mahal, bahkan terdapat beberapa guru yang tidak memiliki laptop," katanya.

Teknologi yang timpang ini membuat laptop dan proyektor menjadi barang mewah dan mahal di sekolah. Proyektor cuma ada beberapa saja, jadi kebanyakan guru memilih membeli sendiri.

"Murid di SMAN 1 Biak itu banyak, karena peminatnya banyak sekali. Jadi beberapa lab seperti lab fisika dan lab biologi digunakan sebagai ruang kelas. Kalau mau praktik ya tukeran kelas," ujar Tegar.

Akibat sistem zonasi, kata Tegar, banyak masyarakat Biak yang ingin masuk sekolah di SMAN 1 Biak, karena sekolah tersebut merupakan satu-satunya sekolah negeri di Biak.

"Siswanya ada 1.500, sedangkan lab komputer cuma satu dengan 60 komputer. Bahkan, guru TIK itu harus menggambar tools bar dan ikonnya di papan tulis, untuk menjelaskan ke murid karena komputer yang tidak memadai," lanjutnya.

4. Ketimpangan teknologi di Biak parah, tetapi di Papua pegunungan lebih parah

Kisah Inspiratif Guru Muda Tegar Ristianto yang Mengabdi di Biak PapuaMurid-Murid di SMAN 1 Biak, Papua (Dok. Istimewa)

Murid-murid di Biak perlu diberikan pemahaman yang mereka bisa lihat langsung. Terutama untuk mata pelajaran sejarah, karena para siswa belum pernah ke situs-situs bersejarah yang kebanyakan berada di pulau Jawa.

"Kadang dengan penggambaran visual itu mereka kurang mengerti, jadi saya kaitkan dengan sejarah lokal di sana, agar mereka juga paham dengan sejarah mereka sendiri," ujar dia.

"Saya rasa keadaan teknologi yang timpang di Biak ini parah, tetapi di pegunungan lebih parah lagi," sambung Tegar.

5. Sistem pendidikan Indonesia timur, kayak lari sambil pincang

Kisah Inspiratif Guru Muda Tegar Ristianto yang Mengabdi di Biak PapuaBiak dianggap lokasi strategis untuk peluncuran roket. Ilustrasi (pixabay.com/blackinkstudio07)

Menurut Tegar, Biak itu unik. Karena mereka bagian dari masyarakat Papua pesisir. Masyarakat Papua itu terbagi menjadi dua yakni pegunungan dan pesisir.

"Biak itu luar biasa, di sini harga ikan murah sekali, sampai ingin dibangun pabrik pengolahan ikan kaleng. Masyarakat Biak itu pintar, karena setiap hari makan ikan laut. Jepangnya Papua itu Biak," kata dia.

Tegar menyebutkan apabila pemerintah memberikan perhatian ke Biak, mereka bisa bersaing dengan Jayapura. Terutama saat pergantian kurikulum, banyak guru di sana yang mengeluh karena kesulitan menyesuaikan, akibat teknologi yang kurang memadai.

"Setiap kebijakan baru yang dikeluarkan, tidak dibarengi dengan pemberian sarana dan prasarana yang layak. Sistem pendidikan Indonesia timur kayak lari tapi sambil pincang," ucap Tegar.

6. Orang-orang Papua pintar dan mau diajak maju

Kisah Inspiratif Guru Muda Tegar Ristianto yang Mengabdi di Biak PapuaMurid-Murid di SMAN 1 Biak, Papua (Dok. Istimewa)

Tegar menegaskan, orang-orang Papua itu pintar dan bisa diajak maju, tetapi mereka kurang diperhatikan. Menurut dia, siswa Papua sangat antusiasme dalam belajar, terutama mata pelajaran sejarah.

"Saya sebagai guru harus muter otak agar anak antusias dalam belajar, jadi dicari tokoh-tokoh Indonesia yang unik seperti Tan Malaka. Di sini mereka jarang mengetahui tokoh-tokoh atau pahlawan Indonesia yang mungkin terkenal di Jawa tetapi di Papua jarang dibahas," ujarnya.

7. Berharap pemerintah pusat mengerti dan menjadikan Papua barometer baru

Kisah Inspiratif Guru Muda Tegar Ristianto yang Mengabdi di Biak PapuaIlustrasi Papua (IDN Times/Mardya Shakti)

Tegar berharap, pemerintah pusat lebih mengerti Papua dan menjadikan daerah ini sebagai barometer baru, agar anak-anak bumi Cendrawasih juga merasakan teknologi yang sama. Sama rasa dan sama rata seperti di Jawa.

"Ayolah Papua jangan hanya dijadikan kelinci percobaan, agar anak-anak Papua tidak kaget dengan Jawa. Di sini sudah tidak bisa pendidikan konvesional saja, anak-anak sekarang lebih butuh audio dan visual," lanjutnya.

Tegar mengajak agar anak-anak muda datang dan berkontribusi langsung dalam membangun Papua, agar keadaan di sana lebih baik.

"Masyarakat Biak itu ramah dan terbuka bagi pendatang baru, terutama untuk guru dari Jawa. Mereka berharap saya dapat membawa perubahan. Ayo generasi muda ikut mengabdi ke Papua, agar mengetahui secara langsung kondisi Indonesia Timur," tutupnya.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya