Jakarta, IDN Times - Sejak berdiri pada 2003 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) tercatat sudah lima kali menangani Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Pada empat PHPU pilpres sebelumnya, lembaga penjaga konstitusi itu belum pernah mengabulkan gugatan yang disampaikan oleh para pemohon.
Merujuk ketentuan UUD 1945 pasal 24C ayat (1) dan (2), MK memiliki kewenangan di empat hal, yaitu menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Bila di PHPU Pilpres sebelumnya, para pemohon fokus terkait selisih hasil suara, maka pokok permohonan pada sengketa pilpres 2024 berbeda. Kedua pemohon menggaris bawahi telah terjadi kecurangan pemilu pada proses pemilu yang digelar pada 14 Februari lalu.
Selain itu, sengketa pilpres bermula dari putusan problematik nomor 090 yang mengubah syarat formil capres dan cawapres. Perubahan syarat yang diputuskan oleh MK itu terjadi sebelum dilakukan pemungutan suara. Bahkan, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan Anwar Usman terbukti telah melakukan pelanggaran kode etik berat hakim lantaran memutus perkara disebabkan adanya intervensi dari luar.
Maka, MKMK menjatuhkan sanksi bagi Anwar yaitu dilengserkan dari posisi ketua MK dan dilarang mengadili perkara yang menyangkut pilpres dan pileg 2024. Alhasil, jumlah hakim yang mengadili sengketa pemilu 2024 hanya delapan orang.
Berikut rekam jejak putusan MK sejak digelar pada 2004 lalu.