Cerita Relawan RSUI, Lihat Pasien Membaik Bagai Dapat Vitamin C

Bertaruh nyawa demi kesembuhan pasien COVID-19 di RSUI Depok

Depok, IDN Times - Ternyata masih ada orang baik yang ingin membersamai perjuangan tenaga medis dalam menangani pasien COVID-19, meski ancaman terpapar virus hingga jadi korban jiwa bisa kapan saja menimpa.

Seperti tekad dua orang mahasiswa Universitas Indonesia untuk turut serta meringankan tugas para tenaga medis. Adalah Sri Agustin Tabara dan Sofina Izzah, yang tak lain mahasiswa Magister Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI).

Mereka kini bersatus sebagai relawan tenaga kesehatan di Rumah Sakit UI (RSUI) Kota Depok, yaitu rumah sakit yang berada di salah satu lokus penyebaran COVID-19 terbesar di kawasan Jawa Barat.

Lantas, hal apa yang menggerakkan hati mereka? Berikut sekelumit ceritanya. 

1. Panggilan menjadi relawan serasa panggilan negara

Cerita Relawan RSUI, Lihat Pasien Membaik Bagai Dapat Vitamin CKeseharian Sri dan Sofina selepas jaga dari ruang perawatan (Dok. Humas UI)

Hari-hari menantang dilakoni Sri sejak Senin (6/4). Ia memulai tugas ditempatkan di ruang Intensive Care Unit (ICU) COVID-19, yang langsung berhadapan dengan pasien. Tugas Sri selama ini menjadi rekan kerja para perawat dalam memberikan perhatian sekaligus membantu memenuhi segala kebutuhan pasien.

Dengan begitu, Sri bertugas di kawasan zona merah, yang mempunyai risiko besar penularan. Tugas yang teramat menantang itu, ia ibaratkan sebagai wujud nasionalisme.

“Bagi saya, menjadi relawan di situasi pandemik ini merupakan sebuah panggilan negara yang wajib dilakukan,” kata Sri, Sabtu (18/4).

Kata heroik dari tuturnya tak terlepas dengan profesi yang kini ia jalani, selain menimba ilmu di FKUI, yaitu sebagai perawat.

“Bagi saya yang adalah seorang perawat, saya sangat terbebani ketika melihat meningkatnya kebutuhan tenaga medis dan tenaga kesehatan karena pasien terus bertambah dari hari ke hari,” tutur dia.

Baca Juga: Cerita Dokter saat Kenakan Baju Hazmat: Baru 5 Menit Sudah Megap-megap

2. Melihat pasien membaik bagai “Vitamin C”

Cerita Relawan RSUI, Lihat Pasien Membaik Bagai Dapat Vitamin CTampak muka RSUI (Dok. Humas UI)

Dalam seminggu, Sri bekerja selama 5-6 hari. Bila kebagian shift malam, waktu kerjanya hingga 12 jam lamanya. Kendati punya jam kerja lebih dari normal, ia mengaku bersenang hati melakoni setiap tugasnya, terutama saat menengok kondisi pasien yang keadaannya membaik.

“Hal tersebut merupakan 'vitamin C' bagi saya dan tenaga kesehatan serta tenaga medis lainnya. Juga merupakan sumber kekuatan dalam memberikan pelayanan yang terbaik,” ujar Sri.

Ia berharap, perjuangan pasien yang kadung berat memerangi virus, agar bisa terbalas dengan penghargaan sosial dari masyarakat. Begitu pun untuk para tenaga medis yang berjibaku merawat mereka.

“Saya berharap agar stigma negatif terhadap pasien COVID-19, tenaga kesehatan, serta tenaga medis dapat berhenti pula,” begitu harapnya.

3. Tak ada keraguan merawat pasien virus corona

Cerita Relawan RSUI, Lihat Pasien Membaik Bagai Dapat Vitamin CRelawan RSUI (Dok. Humas UI)

Tekad Sofina tak kalah kuatnya dengan Sri. Ia justru sudah bertugas sebagai relawan perawat di RSUI sejak Rabu (1/4). Dan lagi-lagi, alasannya terjun jadi relawan juga karena nasionalisme.

“Tak ada kekhawatiran dalam menangani pasien COVID-19. Bagi saya menjadi relawan perawat dalam masa pandemik ini adalah sebuah tindakan kepahlawanan bagi bangsa,” ujarnya.

Sama dengan sejawatnya, ia juga ditempatkan di ruang ICU yang berhadapan langsung dengan pasien COVID-19. Dia menuturkan punya 6 hari kerja, di mana dalam kesehariannya berkontak langsung dengan para pasien.

“Empat jam pertama saya bertugas di ruangan isolasi merawat pasien dengan APD lengkap, lalu setelah itu saya melepas APD, mandi, makan lalu melanjutkan sisa waktu yang ada untuk membantu tindakan yang bersifat administratif seperti laporan pasien bersama para perawat lainnya,” katanya membeberkan rutinitas hariannya.

Dia juga berharap agar masyarakat membersamai perjuangan mereka dengan cukup di rumah saja dan memberi dukungan moril.

“Semoga tidak ada lagi stigma negatif yang tercipta bagi pejuang medis,” tuturnya.

Baca Juga: Pesan Dokter untuk Pemerintah: APD Tidak Perlu Banyak Asal Kontinu

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya