Anggota Komisi X: Bila Dikenakan PPN, Biaya Pendidikan Makin Mahal

Sri Mulyani bantah wacana itu segera direalisasikan

Jakarta, IDN Times - Anggota komisi X DPR, Syaiful Huda mengatakan bila pemerintah merealisasikan wacana untuk memungut pajak di jasa pendidikan dapat memicu dampak serius di masa depan. Salah satunya biaya pendidikan akan semakin mahal dan sulit dijangkau oleh warga. 

Wacana untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di sektor pendidikan tertuang dalam draf rancangan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Rencana untuk mengenakan pajak bagi jasa pendidikan tertulis di pasal 4A ayat ke-3.

Semula di aturan lama ada 17 kelompok jasa yang tidak dikenakan PPN. Salah satunya adalah jasa pendidikan. Bila mengacu ke Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 223/PMK.011/2014 tentang kriteria jasa pendidikan yang tidak dikenai PPN, di pasal 2 ayat 2 tertulis kelompok jasa pendidikan yang bebas PPN yakni jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional. 

Selain itu, di pasal 2 ayat 2B, juga tertulis bila jasa penyelenggaraan pendidikan di luar sekolah termasuk yang bebas dari pemungutan pajak. Pendidikan luar sekolah yang dimaksud di PMK itu yakni penyelenggaraan pendidikan non formal dan informal. 

Sementara, dalam naskah RUU KUP yang bocor ke publik, jasa pendidikan dihapus dari daftar kelompok jasa yang bebas PPN. Pemerintah mengusulkan lima jasa saja yang dibebaskan dari PPN yaitu jasa keagamaan, kesenian dan hiburan, perhotelan, jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, penyediaan tempat parkir, dan jasa boga atau katering. 

Kapan rencananya aturan pemungutan PPN di sektor jasa pendidikan diterapkan oleh pemerintah?

Baca Juga: Ibu-ibu Tolak Wacana Sembako Dikenakan PPN 12 Persen!

1. Sektor pendidikan masih butuh uluran tangan pemerintah

Anggota Komisi X: Bila Dikenakan PPN, Biaya Pendidikan Makin MahalKetua Komisi X DPR RI Syaiful Huda (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Politikus dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu memahami bila pemerintah ingin memperluas basis objek pajak di tanah air. Langkah ini, dinilai perlu ditempuh untuk menambah pemasukan negara yang tengah seret akibat pandemik COVID-19. 

"Kami memahami 85 persen pendapatan negara tergantung pada sektor pajak. Kendati demikian, pemerintah perlu berhati-hati untuk memasukan sektor pendidikan sebagai objek pajak," kata Syaiful dalam keterangan tertulis pada Kamis (10/6/2021). 

Ia mengatakan lembaga pendidikan akan membebankan pajak kepada wali murid. "Akibatnya, biaya pendidikan akan menjadi tinggi," ujarnya. 

Syaiful tak menampik bila penyelenggara pendidikan di tanah air mayoritas didominasi ole kalangan swasta. Bahkan, sebagian dari penyelenggara pendidikan mematok tarif yang mahal karena kualitas kurikulum maupun sarana prasarana penunjangnya. Meski begitu, secara umum sektor pendidikan masih membutuhkan uluran tangan pemerintah karena keterbatasan sarana. 

Dalam pandangannya, kurang tepat bila sektor pendidikan dimasukan ke dalam objek pajak. Alih-alih memungut pajak di sektor pendidikan, Syaiful mengusulkan agar memberikan akses pendidikan secara merata sesuai dengan aturan Universal Service Obgliation (USO). "Dengan sistem ini, sekolah-sekolah yang dipandang mapan, akan membantu sekolah yang belum mapan. Dengan begitu, bila ada potensi pendapatan negara dari sektor pendidikan, maka output-nya pun untuk pendidikan," kata dia. 

Baca Juga: Sembako Bakal Dikenakan Pajak, PAN: Pemerintah Kurang Berempati!

2. Komisi X berharap bisa diskusi dengan Menkeu soal wacana pemungutan PPN di sektor pendidikan

Anggota Komisi X: Bila Dikenakan PPN, Biaya Pendidikan Makin MahalNaskah RUU KUP yang mengusulkan untuk memungut PPN 15 persen di sektor pendidikan (Tangkapan layar RUU KUP)

Sementara, terkait dengan wacana memungut pajak dari sektor pendidikan, Syaiful berharap agar pemerintah duduk bersama dengan komisi X dan membahas hal tersebut. Tujuannya, agar duduk perkaranya menjadi jelas dan bisa dicari solusi bersama. 

Kementerian Keuangan bisa datang ke Komisi X untuk memberikan alasan, rasionalisasi, dan dampak bila PPN jasa pendidikan benar-benar dilaksanakan. “Agar tidak menjadi polemik dan kontra produktif, kami mengharapkan penjelasan pemerintah atas isu ini,” kata Syaiful. 

3. Pemerintah belum terapkan kebijakan pungut pajak 12 persen terhadap jasa pendidikan

Anggota Komisi X: Bila Dikenakan PPN, Biaya Pendidikan Makin MahalMenteri Keuangan, Sri Mulyani. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Sementara, di dalam rapat kerja dengan komisi XI, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan tidak bisa memberikan penjelasan lebih detail ke publik mengenai RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebab belum dibacakan di rapat paripurna DPR. "Jadi harus dibahas dulu, baru bisa kami sampaikan ke publik," kata perempuan yang akrab disapa Ani itu pada Kamis (10/6/2021).

Ia mengatakan rancangan undang-undang itu merupakan dokumen publik yang disampaikan ke DPR melalui surat presiden. Tetapi, belum sempat dibahas, dokumen tersebut sudah bocor ke publik. 

"Sehingga, kami tidak dalam posisi untuk menjelaskan secara keseluruhan arsitektur dari perpajakan kita. Yang keluar ke publik sepotong-sepotong dan di-blow up seolah-olah tidak mempertimbangkan situasi hari ini," ujarnya. 

Di alam rapat itu, Sri turut menegaskan saat ini harga sembako atau jasa pendidikan belum dipungut pajak PPN 12 persen. Justru saat ini, warga sedang menikmati insentif perpajakan. 

"Mereka gak perlu bayar Pph 21, (bayar) PPN-nya ditunda atau direstitusi, Pph 25 nya dikurangi. Kami juga memberikan diskon 50 persen Pph massanya," kata Sri. 

Sehingga, pihaknya berharap para pengusaha justru bisa tumbuh di masa pandemik. 

Baca Juga: PKS Desak Pemerintah Batalkan Rencana Pungut Pajak dari Sembako

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya