Bivitri: Desakan Pengusutan Kasus Munir Tak Cuma Muncul Jelang Pemilu

Aparat baru sentuh tersangka lapangan belum otak pembunuhan

Jakarta, IDN Times - Pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti menepis anggapan isu pengusutan kasus pegiat HAM, Munir Said Thalib, hanya digaungkan jelang pemilu. Keluarga korban juga tidak berniat mempolitisasi isu pembunuhan Munir demi menjegal calon-calon presiden tertentu.

Menurut Bivitri, pihak keluarga dan aktivis HAM rutin mendesak agar pengusutan kasus Munir dituntaskan setiap Kamis. Desakan itu selalu disuarakan lewat aksi bertajuk Kamisan di depan Istana Negara.

"Sering kali menjelang pemilu gini, kita dituduh. Katanya 'nah, ini kalau mau jelang pemilu aja isu ini diangkat-angkat.' Tapi, orang-orang lupa, justru tiap bulan, tiap tahun setiap ada momentum, kami selalu mengingatkan. Bahkan, tanpa ada momentum, setiap Kamis sore, kami juga kumpul di depan Istana Negara untuk mengingatkan ada masalah dasar dalam hukum kita yang tidak akan pernah tuntas," ujar Bivitri ketika berorasi di depan kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat pada Kamis (7/9/2023). 

Bivitri merupakan bagian dari Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) yang terus mendesak agar pengusutan kasus tewasnya Munir. Pada Kamis siang tadi, Bivitri dan anggota KASUM mendatangi kantor Komnas HAM untuk menagih perkembangan pembentukan tim ad hoc agar kasus tewasnya Munir bisa dimasukkan ke dalam pelanggaran HAM berat.

Tim ad hoc pengusutan kasus Munir sudah dibentuk sejak 2022. Namun, Bivitri mengakui perkembangannya tergolong lambat.

Momentum ini bertepatan dengan 19 tahun peristiwa Munir dibunuh dengan racun arsenik di dalam pesawat Garuda Indonesia. Munir dibunuh dalam perjalanan menuju ke Amsterdam, Belanda, pada 2004. 

Bivitri juga menyentil keras kelakuan para politisi yang hendak maju dalam pemilu justru menggunakan isu Munir untuk menarik simpati publik. Mereka kerap menjanjikan bakal mengusut tuntas kematian pegiat HAM tersebut. 

"Justru capres-capres yang semestinya tidak bisa menjadi politisi atau capres, mereka bisa maju karena kasus Munir yang tergolong pelanggaran HAM berat, tidak pernah diusut tuntas. Jadi terbalik!" katanya tegas. 

Ia mengaku dalam proses mencari keadilan, KASUM sudah bertemu ratusan kali dengan Komnas HAM. Mereka juga sudah pernah beraudiensi dengan kepolisian dan kejaksaan. 

"Kami juga menghadiri semua sidang yang dialami oleh para pelaku lapangan tanpa pernah menyentuh dalangnya," tutur dia. 

Baca Juga: Suciwati Desak Komnas Tetapkan Pembunuhan Munir Pelanggaran HAM Berat

1. KASUM datangkan ahli dari luar negeri untuk buktikan Munir turut disiksa

Bivitri: Desakan Pengusutan Kasus Munir Tak Cuma Muncul Jelang PemiluANTARA FOTO/Irsan Mulyadi

Bivitri menambahkan, KASUM membuat kajian untuk meyakinkan bahwa pembunuhan Munir masuk dalam pelanggaran HAM berat. KASUM, kata dia, ikut membuat opini hukum untuk menguatkan argumen itu.

"Kami juga datangkan ahli dari luar negeri. Dia bahkan bilang ini jelas Cak Munir 7 September 2004, 19 tahun yang lalu tidak hanya dibunuh, tapi juga disiksa," kata Bivitri.

Bivitri menegaskan, racun arsenik yang dipakai dalam pembunuhan itu menyiksa Munir selama berjam-jam hingga meninggal. 

Baca Juga: Suciwati Desak Komnas Tetapkan Pembunuhan Munir Pelanggaran HAM Berat

2. Istri Munir sudah bosan dengan jargon dari komisioner Komnas HAM

Bivitri: Desakan Pengusutan Kasus Munir Tak Cuma Muncul Jelang PemiluIstri Munir Said Thalib, Suciwati di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat. (IDN Times/Santi Dewi)

Sementara itu, istri Munir, Suciwati, mengaku sudah bosan mendengarkan jargon bahwa komisioner Komnas HAM tak takut dan tak bisa diintervensi dalam menyelidiki kasus Munir.

Untuk membuktikan peristiwa pembunuhan Munir adalah pelanggaran HAM berat, maka Komnas HAM memutuskan membentuk tim ad hoc. Tim ini akan menyelidiki ulang terkait kematian Munir pada 2004. Padahal, tim ad hoc tersebut bisa menggunakan bahan dari Tim Pencari Fakta (TPF) Munir. 

"Orang-orang ini tidak usah ngomong jargon deh. Gak usah deh kalau sekadar janji-janji. Di dalam saat beraudiensi dengan komisioner, aku juga sudah bilang kami sudah kenyang dengan janji. Yang kami kurang dan merasa kelaparan itu soal implementasi. Itu yang kami kekurangan, kelaparan bahkan kami mengalami krisis," ujar Suciwati di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat. 

Ia juga menyentil proses penyelidikan kasus Munir ini tidak rumit. Sebab, laporan TPF Munir yang diklaim oleh Sekretariat Negara hilang, sesungguhnya tersedia dalam tujuh rangkap dokumen. 

"Kan bisa minta ke lembaga yang kemarin sudah dikasih oleh Sudi Silalahi (mantan Sekretaris Negara). Dia mengirimkan salinannya ke tujuh lembaga dan dokumennya dilegalisir. Artinya, isi dokumen itu sama dengan aslinya. Artinya apa? Ya, pasti ada. Masak dokumen itu di tujuh lembaga berbeda hilang semua," katanya. 

Menurutnya, jika tidak ada satu dari tujuh lembaga itu yang mengaku memiliki maka aneh dan diduga sengaja dihilangkan.

"Ini pasti kesengajaan menurut aku agar kasus ini gak perlu keadilan dan dituntaskan. Karena dalangnya masih berkeliaran di lingkup kekuasaan," tutur dia. 

Baca Juga: Alasan Komnas HAM Buat Tim Ad Hoc Selidiki Pelanggaran HAM Berat Munir

3. Suciwati akan tolak politisi atau capres yang bakal mempolitisasi isu Munir

Bivitri: Desakan Pengusutan Kasus Munir Tak Cuma Muncul Jelang PemiluKomite Aksi Solidaritas untuk Munir ketika mendatangi kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat pada Kamis, 7 September 2023. (IDN Times/Santi Dewi)

Lebih lanjut, Suciwati akan menolak capres atau politisi yang menggunakan isu kasus Munir demi kepentingan pemilu dan meraup suara pemilih. Suciwati bakal tegas menolak politisi yang mendekatinya.

"Ya, mereka akan kecewa karena aku kan selalu menolak sejak awal (untuk ikut mempolitisasi isu Munir). Mereka (capres) pasti akan kapok karena akan ditolak lagi," tutur dia. 

Baca Juga: Diskusi Buku "Mencintai Munir", Menggali Ingatan atas Sang Aktivis

Topik:

  • Dheri Agriesta

Berita Terkini Lainnya