Ketua KPU Minta Maaf soal Pernyataan Proporsional Tertutup

Hasyim dituding seolah-olah sudah tahu apa putusan Ketua MK

Jakarta, IDN Times - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari, meminta maaf saat menghadiri rapat dengan Komisi II DPR, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Bawaslu, dan Kemendagri. Hal itu lantaran pernyataan Hasyim di Catatan Akhir Tahun 2022 lalu bahwa ada peluang Pemilu 2024 bakal kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.

Sementara, saat ini di Mahkamah Konstitusi (MK) sedang berlangsung gugatan uji materi terhadap putusan Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008. Isi putusannya bahwa pemilu digelar dengan sistem proporsional terbuka. 

Di dalam rapat, pernyataan Hasyim tentang sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024 itu menimbulkan debat panjang hingga ke tahap pembuatan kesimpulan. 

"Yang pertama, saya sebagai pribadi mohon maaf karena pernyataan saya menimbulkan diskusi yang berkepanjangan dan diskusi yang tidak perlu," ujar Hasyim seperti dikutip dari YouTube Komisi II DPR, Jumat (13/1/2023). 

Kedua, kata Hasyim, ia tidak dalam posisi memihak bahwa Pemilu 2024 bakal digelar dengan sistem proporsional tertutup.

"Ketiga, kami semua di KPU, terutama saya sendiri akan mengambil hikmah dari peristiwa ini. Mohon maaf sekali lagi," tutur pria yang pernah tergabung di Banser Nahdlatul Ulama (NU) itu. 

Ia juga akhirnya memilih mengalah dan menyampaikan komitmen bahwa KPU bakal menyelenggarakan Pemilu 2024 berdasarkan UU Nomor 7 tahun 2017 yang menggunakan sistem proporsional terbuka.

Mengapa pernyataan Hasyim itu menimbulkan polemik yang luas?

Baca Juga: Disomasi KPU Daerah soal Dugaan Manipulasi Data, KPU Pusat Lakukan Ini

1. Anggota Komisi II nilai pernyataan Ketua KPU seolah sudah tahu hasil putusan di MK

Ketua KPU Minta Maaf soal Pernyataan Proporsional TertutupWakil Ketua Komisi ll DPR RI Saan Mustofa (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Lebih lanjut, dalam rapat itu, Hasyim terkejut bahwa publik tidak mengetahui adanya proses peninjauan kembali (judicial review) ke MK mengenai sistem pemilu terbuka. Salah satu penggugat merupakan kader PDIP yakni Demas Brian Wicaksono. 

"Dalam pandangan kami ketika menyampaikan itu, ada dua situasi. Pertama, penyelenggaraan pemilu sebagai tahapan, di sisi lain ada peristiwa, fakta-fakta bahwa ada judicial review (JR) verifikasi partai, ada JR tentang dapil. Ketiga, ada JR UU Pemilu mengenai sistem pemilu. Jadi, ada dua kemungkinan itu," kata Hasyim memaparkan di hadapan Komisi II DPR. 

"Seingat saya, pandangan ini disampaikan untuk mengingatkan suasana kebatinan semua pihak karena kemungkinannya dua. Kalau KPU sebagai pelaksana undang-undang, ya apa kata UU akan kami laksanakan," tuturnya lagi. 

Ia menambahkan, sesuai dengan aturan pembentukan perundang-undangan yakni UU Nomor 12 Tahun 2011, apabila ada peraturan yang ditinjau ulang, maka harus dirumuskan ulang oleh stakeholders pembentuk UU. Pihak yang dimaksud Hasyim adalah pemerintah dan DPR. 

"Namun, faktanya bila ada norma di UU Pemilu yang diajukan JR yang harus merumuskan ulang adalah KPU. Di mana menurut pandangan kami gak ideal," katanya. 

Pernyataan Hasyim itu ditepis oleh Wakil Ketua Komisi II DPR, Saan Mustopa. Menurut Saan, pernyataan Hasyim tentang sistem proporsional tertutup tersebut menimbulkan persepsi seolah-olah sudah tahu apa putusan dari MK nanti terkait JR sistem pemilu. Padahal, saat ini proses JR masih bergulir. 

"Saudara Ketua KPU selalu menekankan dalam setiap pernyataannya itu adalah peluang atau potensi pemilu menggunakan proporsional tertutup. Maka, mengingatkan agar partai bersiap-siap untuk menyiapkan visi-misi. Jadi, ia sama sekali tidak mencerminkan pernyataan apa putusan MK ke depan, tetap sistem proporsional terbuka atau tertutup," ungkap politisi dari Partai Nasional Demokrat itu. 

"Pernyataan ini menjadi polemik karena Ketua KPU melanjutkan dengan tambahan frasa peluang kembali menggunakan sistem proporsional tertutup, hanya coblos partai. Ini yang memicu seakan-akan Ketua KPU sudah tahu apa yang akan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi," lanjut Saan. 

Baca Juga: 8 Fraksi di DPR Tolak Pemilu Proporsional Tertutup, Kecuali PDIP

2. Saan menuding Ketua KPU sedang beropini untuk pengaruhi putusan MK

Ketua KPU Minta Maaf soal Pernyataan Proporsional TertutupSidang putusan gugatan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diajukan kelompok buruh di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (25/11/2021). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Di dalam rapat itu, Saan juga menegaskan bahwa DPR menyadari ada pihak yang tengah mengajukan gugatan materi terhadap UU Pemilu khususnya sistem pemilu sehingga mereka memilih menyikapinya dengan menanti putusan MK. 

Ia juga mempertanyakan apakah pernyataan Hasyim di Catatan Akhir Tahun KPU itu adalah opini untuk mempengaruhi putusan yang ada di MK dalam rangka meringankan beban pekerjaannya. Sebab, bila menggunakan metode sistem pemilu terbuka akan jauh lebih kompleks pelaksanaannya. 

"Maka, dia ingin pekerjaannya lebih simpel. Orang tinggal coblos gambar (parpol peserta pemilu), selesai. Tidak perlu dihitung sampai pagi dini hari, tidak ada beban biaya, murah, tidak ada kampanye caleg dan sebagainya. Kan inginnya itu," ujarnya. 

Padahal, menurut Saan, sebagai penyelenggara pemilu, KPU tinggal menjalankan apa yang tertulis di dalam undang-undang. 

Baca Juga: AHY Imbau KPU dan Bawaslu Tak Berpihak ke Kelompok Tertentu

3. PDIP jadi satu-satunya parpol di DPR yang dukung pemilu proporsional tertutup

Ketua KPU Minta Maaf soal Pernyataan Proporsional TertutupDiskusi peluncuran Buku "Suara Kebangsaan" dari Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto (IDN Times/Ilman)

Sementara, di DPR, hanya PDIP yang mendukung agar Pemilu 2024 kembali menggunakan sistem pemilu tertutup. Delapan parpol lain dengan tegas menolak sistem tersebut dan telah membuat pernyataan bersama ke publik. 

"Itu semua sudah diatur di dalam UUD 1945 dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008 lalu. Sejak saat itu, rakyat diberikan kesempatan untuk bisa mengenal, memilih, dan menetapkan wakil mereka secara langsung orang per orang," demikian pernyataan tertulis delapan fraksi yang diteken oleh masing-masing petinggi parpol, dikutip Rabu (4/1/2023). 

Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, mengatakan, perhelatan pemilu dengan sistem proporsional terbuka selama ini menimbulkan lebih banyak dampak negatif. Mulai dari ongkos pemilu yang mahal, menekan manipulasi, dan kerja-kerja penyelenggara KPU yang melelahkan.

"Jadi ada penghematan, sistem menjadi lebih sederhana dan kemudian kemungkinan terjadinya manipulasi menjadi kurang," ungkap Hasto di kantor pusat DPP PDIP, Selasa (3/1/2023). 

Hasto menilai, sistem proporsional tertutup dalam pemilu juga memungkinkan persaingan dilakukan secara sehat. Sebab, semua unsur masyarakat bisa ikut bersaing berdasarkan keahlian mereka dan bukan hanya berdasar popularitas.

"Jadi proporsional tertutup itu base-nya adalah pemahaman terhadap fungsi-fungsi dewan. Sementara, kalau terbuka adalah popularitas," tutur dia. 

Ia menambahkan, PDIP ingin menguatkan kaderisasi di internal parpol lewat sistem proporsional tertutup. 

Baca Juga: Kelakar Ketua KPU Saat Briefing KPUD: Takut Dikira Intimidasi 

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya