KPK akan Gunakan Metode In Absentia untuk Kasus Korupsi BLBI

Sjamsul Nursalim tidak pernah bersedia hadir dipanggil KPK

Jakarta, IDN Times - Kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) segera memasuki babak baru sebelum kepemimpinan jilid IV KPK berakhir. Pihak yang diduga turut serta dalam kasus tersebut yakni Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim statusnya sudah naik ke penyidikan. 

Dalam hukum acara yang berlaku di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) apabila penyidikan perkara sudah dinaikan ke penyidikan maka sudah ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Apakah ini berarti Sjamsul dan Itjih sudah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh lembaga antirasuah itu?

"Iya, sudah (naik ke penyidikan)," ujar Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata ketika dikonfirmasi pada Selasa malam (28/5) di gedung KPK. 

Masalahnya, kini baik Sjamul dan Itjih sudah menjadi penduduk tetap di Singapura. Artinya, mereka tinggal sedikit lagi sudah bisa menjadi warga negara Negeri Singa. Lalu, apa strategi KPK untuk tetap bisa memproses kasus hukum keduanya?

1. KPK akan menempuh peradilan in absentia

KPK akan Gunakan Metode In Absentia untuk Kasus Korupsi BLBIAntara Foto

Menurut Alex, salah satu langkah yang akan ditempuh oleh KPK yakni menjalani peradilan secara in absentia. Ia mengatakan sebelum menempuh kebijakan tersebut, KPK sudah mendengarkan masukan dari beberapa ahli hukum untuk menanyakan apakah hal tersebut mungkin untuk dilakukan. 

"Nanti, kalau yang bersangkutan tidak hadir (saat dipanggil) ya dengan (menggunakan) in absentia. Kami sudah mengundang beberapa ahli untuk memberikan pendapat," kata Alex semalam. 

Ia menjelaskan sebelum akhirnya diputuskan pengadilan secara in absentia, KPK akan mengumumkan terlebih dulu melalui media massa. 

"Tapi, kalau soal detailnya itu JPU (jaksa penuntut umum) yang lebih tahu," tutur dia. 

Namun, dalam hukum, proses pengusutan kasus secara in absentia tetap dimungkinkan. Bisa disebabkan karena kesehatan atau usia pelaku tindak kejahatan yang sudah tak lagi memungkinkan. 

Baca Juga: Tersisa 7 Bulan di KPK, Pimpinan Jilid IV Masih Nunggak 18 Kasus Besar

2. KPK akan mengincar aset yang dimiliki oleh Sjamsul Nursalim di Indonesia

KPK akan Gunakan Metode In Absentia untuk Kasus Korupsi BLBIwahdah.or.id

Alex melanjutkan, saat ini KPK tengah melakukan pelacakan aset milik Sjamsul yang berada di Indonesia. 

"Karena kan berdasarkan putusan yang kemarin, kasus itu telah menyebabkan keuangan negara merugi Rp4,5 triliun. Jadi, sudah mulai berjalan Labuksi melacak asetnya," kata mantan Hakim Adhoc itu. 

3. Kasus BLBI memiliki masa kadaluwarsa hingga di tahun 2022

KPK akan Gunakan Metode In Absentia untuk Kasus Korupsi BLBIpixabay.com/users/sajinka2-3838941/

Sebelumnya, peneliti organisasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mencatat BLBI menjadi satu dari 18 kasus korupsi besar yang masih menjadi tunggakan di pimpinan jilid ke IV. Apalagi ada masa kadaluwarsa dari sebuah kasus korupsi yang ancamannya pidana mati atau seumur hidup. 

"Mengacu pada pasal 78 ayat (1) angka 4 KUHP yang menyebutkan bahwa mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, maka masa daluwarsanya adalah 18 tahun," ujar Kurnia ketika memberikan keterangan pers di kantor ICW di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan pada (12/5) lalu. 

Dalam kasus BLBI, maka masa kedaluwarsa kasus itu akan terjadi pada tahun 2022. Sementara, dalam kasus BLBI, KPK baru menetapkan satu orang tersangka itu disidik sejak tahun 2004 lalu. 

4. ICW menyebut di putusan persidangan Syafruddin berbuat korupsi dalam kasus BLBI tidak sendirian

KPK akan Gunakan Metode In Absentia untuk Kasus Korupsi BLBI(Terdakwa kasus korupsi BLBI Syafruddin Arsyad Temenggung) ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

ICW justru mengaku heran mengapa KPK begitu lambat dalam memproses kelanjutan BLBI. Sebab, di putusan sidang yang dibacakan oleh majelis hakim tahun 2018 lalu tertera jelas Syafruddin Arsyad Temenggung tidak berbuat korupsi seorang diri. 

"Ada Sjamsul Nursalim, Itjih Nursalim, dan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti," kata Kurnia kemarin. 

Sjamsul dan Itjih merupakan suami istri pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yang mendapat BLBI senilai Rp 52,72 triliun. Namun, keduanya baru mengembalikan Rp 19,38 triliun. Setelah itu, keduanya bertolak ke Singapura dan tidak pernah kembali sejak saat itu. 

Kuasa hukum Sjamsul, Maqdir Ismail menyebut kliennya berobat di Negeri Singa karena ada beberapa penyakit. Namun, tidak diketahui mengapa Sjamsul tidak bersedia kembali ke Indonesia. Bahkan, ketika KPK memanggil keduanya sebagai saksi, baik Sjamsul dan Itjih tidak menampakan batang hidungnya di gedung lembaga antirasuah. 

Jadi, kita tunggu ya, guys kapan kira-kira Sjamsul Nursalim resmi akan diumumkan sebagai tersangka oleh KPK. 

Baca Juga: Mengapa Saksi Kasus BLBI Gugat BPK ke Pengadilan Tangerang?

Topik:

Berita Terkini Lainnya