PBHI: MKMK Hanya Cabut Jabatan Anwar Usman sebagai Ketua MK

Putusan MKMK dianggap serba tanggung

Jakarta, IDN Times - Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, menegaskan makna putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang dibacakan pada Selasa (7/11/2023), bukan bermakna memecat Anwar Usman sebagai hakim konstitusi, melainkan hanya mencabut kewenangannya sebagai Ketua MK.

Artinya, kata Julius, meski terbukti melanggar berat kode etik, Anwar tetap berada di MK. Namun, ia dilarang ikut mengadili urusan sengketa pemilu 2024.

"Jadi, tadi sebenarnya bukan pemberhentian tidak dengan hormat yang dimaknai sebagai pemecatan dari anggota MK atau hakim konstitusi. Jadi, tadi poinnya adalah mencabut jabatan Ketua MK. Jadi, jabatan ketuanya yang dicabut dan dalam dua hari ke depan harus dilakukan pemilihan untuk menggantikan jabatan ketua mahkamah konstitusi. Sebatas itu saja," jelas Julius ketika berbicara di program Gen Z Memilih yang tayang di YouTube IDN Times pada Selasa malam (7/11/2023).

Julius bersama PBHI merupakan salah satu dari 21 pelapor lainnya ikut melaporkan beberapa hakim konstitusi, termasuk Anwar Usman. Itu sebabnya, ia ikut menghadiri putusan dugaan pelanggaran kode etik di Gedung MK sore tadi.

Ia pun mengakui putusan MKMK yang dibacakan salah satunya oleh Jimly Asshiddiqie terlihat separuh hati dan tanggung. Salah satu yang dinilai janggal oleh PBHI yakni rujukan yang digunakan sebagai bahan pertimbangan MKMK yakni dari media massa.

"Rujukan dari media massa ini menggambarkan bahwa ada intervensi dari pihak luar ketika mengambil keputusan. Jangan sampai, ini menjadi bahan bulan-bulanan ke depan lagi. Lama-lama kita malah gak pemilu, ke depan pemilu malah berpotensi jadi tidak damai. Ini yang kami hindari, seharusnya once and for all, MKMK seharusnya menutup segala perdebatan," tutur dia.

Julius pun mengakui putusan MKMK tidak bisa menganulir putusan Nomor 090/PUU-XXI/2023 yang memuat poin bahwa kepala daerah di bawah usia 40 tahun dapat maju sebagai capres dan cawapres. Sebab, MKMK hanyalah forum untuk mengadili dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim konstitusi.

"Jadi, yang diadili hanya terbatas pada pelanggaran etik dan perilaku saja. Cuma dalam beberapa perkembangan termasuk Komisi Yudisial, dia mulai mencari titik legal error. Nah, legal error seharusnya diperjelas dengan adanya intervensi pihak luar sejauh mana apakah akan menimbulkan perubahan pada putusan akhir atau tidak. Nah, itu yang semula kami harapkan jelas lewat putusan MKMK sore ini," kata dia.

Ia juga menegaskan soal finalnya putusan MK tidak bisa lagi diperdebatkan oleh publik. Namun, putusan MKMK pada sore tadi menghilangkan anasir-anasir seandainya pada 2024 mendatang akan muncul sengketa pemilu. Sebab, berdasarkan putusan MKMK, Anwar Usman juga dilarang mengadili putusan sengketa pemilu baik pilpres hingga pilkada.

Baca Juga: Ketua MK Anwar Usman Dicopot karena Terbukti Lakukan Pelanggaran Etik

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya