Sempat Batal, Autopsi 2 Korban Kanjuruhan Dilakukan 5 November

Pengacara duga ada pihak yang ingin autopsi batal dilakukan

Jakarta, IDN Times - Setelah akhirnya sempat membatalkan autopsi, keluarga Devi Athok Yulfitri akhirnya kembali memberikan lampu hijau untuk agar proses tersebut dilakukan pada pekan depan. Autopsi terhadap jenazah kedua putrinya yaitu Natasya Ramadhani (16) dan Naila Anggraini (14) bakal dilakukan pada Jumat, 5 November 2022. Natasya dan Naila tewas di Stadion Kanjuruhan usai menyaksikan laga Arema FC melawan Persebaya. 

"Info (autopsi) akan dilakukan 5 November tapi undangan pemberitahuan saja belum sampai ke saya. Rencananya autopsi langsung dilakukan di TKP (Tempat Kejadian Perkara) pemakaman," ungkap pengacara keluarga Devi Athok, Imam Hidayat yang dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Sabtu, 29 Oktober 2022. 

Menurutnya, Devi sempat membatalkan rencana autopsi lantaran merasa tidak nyaman usai tiga kali didatangi oleh personel Polri ke kediamannya di Kecamatan Bululawang, Malang. Apalagi di rumah itu, Devi masih tinggal bersama ibunya yang sudah sepuh. 

Imam mengatakan kedatangan sejumlah personel Polri ke kediaman Devi mendadak. Sementara, ketika diminta untuk menghubungi Imam selaku kuasa hukum, personel Polri itu malah menolak. 

"Pada waktu didatangi oleh petugas polisi itu tidak didampingi advokat pendamping karena saya sedang mengajar di Universitas Pancasila (Depok). Sementara, pendamping yang kami tugaskan pun ternyata ada kesibukan. Kemudian, petugas itu diminta untuk menghubungi saya, tetapi mereka tidak mau," katanya.

"Karena hal itu akhirnya Beliau sempat mengundurkan diri (tak jadi melakukan autopsi dua jenazah putrinya)," tutur dia lagi. 

Meski begitu, kata Imam, kliennya tetap berkukuh mendorong agar proses autopsi tetap dilakukan. Lantaran, ia ingin mengetahui penyebab kematian dua putrinya tersebut. Ia harus memastikan apakah penyebab kematian kedua putrinya itu lantaran menghirup gas air mata yang sudah kedaluwarsa.

Devi menjadi satu-satunya keluarga korban yang mengajukan upaya autopsi. Oleh sebab itu, pihak kuasa hukum mendaftarkan Devi agar diberikan perlindungan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Mengapa ia harus dilindungi oleh LPSK?

Baca Juga: Sempat Dirawat 24 Hari, Korban Tragedi Kanjuruhan Boleh Pulang

1. LPSK kini memberikan perlindungan melekat bagi keluarga Devi Athok

Sempat Batal, Autopsi 2 Korban Kanjuruhan Dilakukan 5 NovemberSuasana doa bersama dan tabur bunga untuk korban tragedi kerusuhan Stadion Kanjuruhan bersama pemain dan warga pada Senin (3/10/2022). (IDN Times/Gilang Pandutanaya)

Lantaran tak ingin terulang peristiwa kunjungan mendadak dari personel Polri, akhirnya Devi Athok didaftarkan oleh kuasa hukum ke LPSK. Meski personel Polri itu tak menyampaikan kalimat bernada intimidasi, tetapi kunjungan mereka sebanyak tiga kali ke rumah Devi menyebabkan keluarga tidak nyaman. 

Akhirnya, kini oleh LPSK, Devi Athok diberikan perlindungan melekat. "Kami mengambil pembelajaran yang pertama. Situasinya Mas Athok harus dilindungi secara melekat karena banyak pihak, yang tidak tahu kepentingannya apa, tujuannya kan bagaimana mengupayakan agar autopsi itu gagal dilakukan," kata Imam. 

Menurutnya, upaya-upaya tersebut dinilai bisa membahayakan keselamatan kliennya, Devi Athok. Apalagi menurut temuan beberapa tim pencari fakta di Kanjuruhan mulai mengerucut penyebab kematian massal di stadion tersebut lantaran tembakan gas air mata. 

"Tapi, untuk membuktikan lebih dalam dibutuhkan autopsi. Apalagi saat ini, satu-satunya keluarga korban meninggal yang bersedia agar dilakukan autopsi ya Mas Athok ini," tutur dia. 

Devi Athok juga sudah menulis surat pernyataan bahwa autopsi harus tetap dilakukan. Ia pun meminta selama proses autopsi, kuasa hukum harus ikut mendampingi. 

Baca Juga: Cerita Komnas HAM di Balik Batalnya Autopsi 2 Korban Kanjuruhan

2. Hasil autopsi diharapkan bisa beri petunjuk penyebab kematian karena gas air mata

Sempat Batal, Autopsi 2 Korban Kanjuruhan Dilakukan 5 NovemberAparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam (1/10/2022). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Lebih lanjut, Imam menjelaskan, ekshumasi dan autopsi pada 5 November 2022 dibutuhkan sebagai bukti gas air mata yang sudah kedaluwarsa sangat berbahaya bagi kesehatan. Bahkan, bila dihirup bisa menyebabkan kematian. 

"Meskipun secara empiris dan fakta, itu sudah terbukti (gas air mata kedaluwarsa mematikan bagi manusia). Tetapi, akan lebih kuat dan dalam kalau dilampirkan hasil dari autopsi," ujar Imam. 

Bila hasil autopsi menguatkan dugaan keluarga selama ini, maka tidak tertutup kemungkinan mereka akan mengajukan gugatan perdata ke pihak kepolisian. "Kami akan meminta ganti rugi materiil dan imateriil," tutur dia.

3. Keluarga korban berharap pelaku dijerat dengan pasal pembunuhan berencana

Sempat Batal, Autopsi 2 Korban Kanjuruhan Dilakukan 5 NovemberAparat keamanan berusaha menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam (1/10/2022). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Imam juga menyebut keluarga korban Kanjuruhan telah melayangkan surat kepada sejumlah pejabat di Tanah Air. Mulai ke Presiden Joko "Jokowi" Widodo, Menkopolhukam, Mahfud MD, Jaksa Agung Burhanuddin, dan Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo. Mereka meminta agar pasal yang digunakan dalam tragedi kematian massal adalah pasal 338 KUHP dan 340 KUHP. 

Pasal 338 KUHP berisi tindakan sengaja merampas nyawa orang lain dengan pembunuhan yang ancamannya bui 15 tahun. Sedangkan, pasal 340 KUHP adalah pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman vonis mati atau bui seumur hidup. 

"Jadi, pasal yang diterapkan itu bukan 359 KUHP atau 360 KUHP. Itu salah satu yang kemudian diminta oleh keluarga. Pasal 359 itu berisi kelalaian sehingga menyebabkan kematian orang lain. Dalam kasus ini, mereka kan tidak sekedar lalai," kata Imam. 

Ia menyebut sejak awal sudah ada aturan yang melarang untuk membawa dan menggunakan gas air mata. Sesuai dengan ketentuan di FIFA, petugas keamanan cukup mengerahkan anjing pelacak K9 dan water cannon

"Kemudian, ketika terjadi chaos itu, aparat keamanan malah ikut menembakan gas air mata ke tribun penonton. Padahal, orang di tribun itu justru sedang menonton peristiwa yang sedang terjadi di tengah lapangan. Mereka bukan orang-orang yang menyebabkan masalah. Apalagi pintunya tertutup," tutur dia. 

Ia menjelaskan ada tiga indikasi yang menyebabkan tragedi di Kanjuruhan dipicu tindak yang disengaja. Pertama, niat, kedua sadar akan keharusan dan kepastian dan ketiga, sadar akan kemungkinan. 

"Nah, yang masuk ini poin sadar akan kemungkinan. Karena pada saat mereka menembakan gas air mata ke tribun, dia sudah sadar akan menimbulkan chaos akhirnya terjadi keributan, banyak orang yang lalu-lalang, terinjak-injak. Apalagi itu ruangan tertutup di dalam stadion. Itu sebabnya, banyak mayat yang bergelimpangan," ujarnya.

Baca Juga: Komnas HAM: Penyebab Utama Tragedi Kanjuruhan Tembakan Gas Air Mata

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya