Sudah Dicopot, Anwar Usman Masih Nikmati Fasilitas Sebagai Ketua MK

MK benarkan sebagian fasilitas belum dialihkan ke Suhartoyo

Jakarta, IDN Times - Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (MK), Fajar Laksono, membenarkan ada sebagian fasilitas Ketua MK yang masih digunakan oleh Anwar Usman dan belum dikembalikan ke lembaga penjaga konstitusi itu. Seharusnya, fasilitas sebagai ketua MK dikembalikan agar bisa diserahkan ke Suhartoyo

Padahal, Suhartoyo sudah dilantik oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo sebagai Ketua MK sejak November 2023 lalu.

Anwar yang juga merupakan adik ipar Jokowi dicopot dari posisi Ketua MK lantaran terbukti melakukan pelanggaran etika berat terkait putusan nomor 090/PUU-XXI/2023. Putusan itu mengubah syarat formil untuk maju sebagai capres dan cawapres. 

"Jadi memang dalam beberapa waktu ini Beliau masih menggunakan beberapa fasilitas, kecuali rumah dinas sudah tidak. Tapi, seperti yang sudah disampaikan oleh pimpinan MK, bahwa nanti setelah PHPU (Perselisihan Hasil Pemilihan Umum), akan dilakukan penataan-penataan," ujar Fajar di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Minggu (21/4/2024). 

Ia menambahkan, penataan terkait fasilitas dinas yang diperoleh untuk siapa segera dilakukan. Saat ditanyakan mengapa proses penyelesaian penataan fasilitas dinas harus menunggu PHPU, Fajar beralasan pihak hakim konstitusi dikejar oleh waktu untuk segera membuat putusan. 

"Kan ini soal-soal teknis tapi penting. Yang lebih penting adalah bagaimana mereka menyelesaikan ini dengan sebaik-baiknya sesuai dengan rentang waktu," tutur dia lagi. 

1. Rumah dinas sudah tidak lagi dihuni oleh Anwar Usman

Sudah Dicopot, Anwar Usman Masih Nikmati Fasilitas Sebagai Ketua MKJuru Bicara MK Fajar Laksono (IDN Times/Aryodamar)

Lebih lanjut, Fajar menggarisbawahi tidak semua fasilitas Ketua MK masih dinikmati oleh Anwar. Rumah dinas disebut sudah dialihkan kepada Suhartoyo. Namun, Anwar masih menempati ruang kerja Ketua MK. 

"Bukan semua (fasilitas) ya (yang masih dipegang Anwar). Ada beberapa memang. Saya pastikan rumah dinas itu sudah tidak (dihuni)," kata Fajar. 

Ia pun menjelaskan, sebagai Ketua MK maka Suhartoyo seharusnya berhak mendapatkan fasilitas rumah dinas, ruang kerja hingga mobil dinas. "Jadi, fasilitas yang didapat sama seperti ketua-ketua lembaga lah ya," tutur dia lagi. 

Baca Juga: MK Pastikan Proses dan Hasil RPH Sengketa Pilpres 2024 Tak Bocor

2. Peralihan fasilitas dinas dari Anwar Usman ke Suhartoyo akan diselesaikan secara kekeluargaan

Sudah Dicopot, Anwar Usman Masih Nikmati Fasilitas Sebagai Ketua MKKetua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (Dok.MKRI)

Fajar juga menyebut, proses peralihan fasilitas dinas dari Anwar Usman ke Suhartoyo bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Menurutnya, peralihan itu hanya soal teknis belaka. 

"Itu kan sementara tidak mengganggu (proses sidang PHPU)," tutur dia lagi. 

3. Delapan hakim MK dinilai tak bersikap negarawan karena membiarkan pelanggaran hukum

Sudah Dicopot, Anwar Usman Masih Nikmati Fasilitas Sebagai Ketua MKMahkamah Konstitusi (IDN Times/Aryodamar)

Sementara, dalam pandangan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, respons dari Juru Bicara MK tersebut malah dianggap merusak tata cara keprotokoleran pejabat tinggi negara di MK dan tempat-tempat lain. Sebagai lembaga tinggi negara di bidang kekuasaan kehakiman, maka MK tunduk dan terikat kepada UUD 1945 dan UU Nomor 9 Tahun 2010 tentang keprotokoleran.

Hal itu termasuk menjaga marwah selaku ketua MK, pimpinan tertinggi pada lembaga tinggi negara MK. Petrus juga menyebut, janji penataan fasilitas dinas usai pembacaan putusan PHPU bertentangan dengan undang-undang. 

"Justru ini menjadi bukti bahwa 8 hakim konstitusi tidak berwawasan sebagai negarawan dan tak memiliki nyali untuk berkata tidak pada sesuatu yang bersifat melanggar hukum. Bahkan, mereka membiarkan pelanggaran hukum oleh mantan Ketua MK-nya sendiri tanpa daya atau menyatakan penolakan," ujar Petrus di dalam keterangan tertulis pada hari ini. 

Menurutnya, itu merupakan sikap ketidakberdayaan dari 8 hakim konstitusi dalam menghadapi hegemoni kekuasaan dan nepotisme yang sudah terlalu mengakar di MK. Bahkan, hegemoni kekuasaan dan nepotisme itu sudah meruntuhkan moralitas dan netralitas delapan hakim konstitusi. 

"Apalagi Senin esok mereka akan melahirkan peristiwa hukum yang sangat penting bagi rakyat Indonesia. Di mana peristiwa hukum itu menentukan kedaulatan berada di tangan rakyat," katanya. 

Oleh sebab itu, ia mendorong agar segera dipastikan kondisi hakim konstitusi benar-benar dalam kondisi bebas, merdeka dan tak ada intervensi. 

"Tetapi, bila hingga Senin esok masih dalam cengkeraman nepotisme sehingga kemerdekaannya terganggu, sebaiknya jangan putus dulu perkara PHPU. Atau sebelum persidangan delapan hakim harus declare dan menjamin mereka benar-benar dalam keadaan bebas secara lahir serta batin," tutur dia lagi. 

https://www.youtube.com/embed/76QIJ4e9s7Y

Baca Juga: Rekam Jejak Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya