Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sidang Pendahuluan di MK, Pertanyakan Keabsahan Legislasi UU TNI

Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Intinya sih...
  • Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan terhadap 11 perkara pengujian formil dan materiil atas UU TNI.
  • Para pemohon mempersoalkan keabsahan proses pembentukan UU TNI yang dinilai tidak sesuai prosedur dan minim partisipasi publik.
  •  

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan terhadap 11 perkara pengujian formil dan materiil atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), Jumat (9/5/2025).

Persidangan sebelas perkara dibagi dalam tiga panel. Sidang panel yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat bersama anggota panel Anwar Usman dan Enny Nurbaningsih memeriksa tiga perkara, yakni Perkara Nomor 58/PUU-XXIII/2025, Perkara Nomor 66/PUU-XXIII/2025, dan Perkara Nomor 74/PUU-XXIII/2025.

Ketiga perkara tersebut diajukan oleh para mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi. Pada pokoknya, para pemohon mempersoalkan keabsahan proses pembentukan UU TNI yang dinilai tidak sesuai prosedur dan minim partisipasi publik.

1. Pelanggaran asas pembentukan

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jakarta Pusat (dok. MK)

Perkara Nomor 58/PUU-XXIII/2025 diajukan oleh empat mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Internasional Batam, yaitu Risky Kurniawan, Albert Ola Masan Setiawan Muda, Otniel Raja Maruli Situmorang, dan Jamaluddin Lobang.

Kuasa hukum para pemohon, Respati Hadinata, mengatakan, proses pembentukan UU TNI bertentangan dengan ketentuan tata cara pembentukan undang-undang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Menurut Respati, pembentukan undang-undang wajib tunduk pada UU Nomor 12 Tahun 2011, UU Nomor 15 Tahun 2019, dan UU Nomor 13 Tahun 2022. Ia menekankan, UUD 1945 hanya memberikan kerangka prinsipil, bukan prosedural. 

"Jika tolok ukur pengujian formil hanya berdasarkan UUD 1945, maka hampir tidak mungkin dilakukan pengujian, karena konstitusi hanya memuat norma-norma dasar," ujar dia.

Para pemohon juga menyoroti dimasukkannya RUU TNI ke dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2025 tanpa prosedur yang sah. Mereka menilai Rapat Paripurna DPR pada 18 Februari 2025 yang mengesahkan RUU tersebut melanggar Pasal 27 Ayat 1 dan Pasal 28D Ayat 1 UUD 1945, serta sejumlah ketentuan Tata Tertib DPR, seperti Pasal 290 Ayat 2 dan Pasal 291 Ayat 1.

Tak hanya itu, mereka juga menegaskan tidak ada kondisi darurat yang dapat membenarkan percepatan pembahasan sebagaimana dimaknai dalam Putusan MK Nomor 138/PUU-VIII/2009. Data Kementerian Pertahanan tahun 2019 pun menunjukkan bahwa prajurit TNI tetap dapat menjalankan tugas tanpa hambatan regulasi.

2. Minim partisipasi publik

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (IDN Times/ Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Permohonan Perkara Nomor 66/PUU-XXIII/2025 diajukan oleh empat mahasiswa, yaitu Masail Ismad Mawaqif, Reyhan Roberkat, Muh Amin Rais Natsir, dan Aldi Rizki Khoiruddin. Mereka mempersoalkan kurangnya partisipasi publik dalam proses penyusunan UU TNI, termasuk dari kalangan akademisi, masyarakat sipil, dan komunitas hukum. Mereka juga menilai naskah akademik dan rancangan undang-undang tidak pernah dibuka secara luas untuk publik.

Muh Amin Rais Natsir mengungkapkan bahwa setelah RUU disetujui Presiden pada 26 Maret 2025, terdapat perubahan substansi dalam pasal-pasal yang tidak melalui mekanisme legislasi resmi. Hal ini, menurutnya, bertentangan dengan UU Nomor 13 Tahun 2022 dan tata tertib pembentukan undang-undang.

Sementara itu, Perkara Nomor 74/PUU-XXIII/2025 diajukan oleh empat mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), yakni Abdur Rahman Aufklarung, Satrio Anggito Abimanyu, Irsyad Zainul Mutaqin, dan Bagus Putra Handika Pradana. Mereka menyampaikan keberatan serupa terkait kurangnya transparansi, minimnya partisipasi publik, serta ketidaksesuaian naskah akademik dengan metode penyusunan yang diatur dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

3. Catatan panel hakim

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Menanggapi permohonan para pemohon, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyarankan agar pemohon memperdalam kembali sejumlah putusan MK terkait uji formil. Enny juga menasihati para pemohon agar memahami format pengujian berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang (PMK 2/2021).

Sementara itu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menekankan pentingnya menjelaskan apakah UU TNI telah disusun oleh lembaga yang berwenang.

"Anda harus menguraikan itu," tegas dia.

Majelis hakim memberikan waktu 14 hari kerja bagi para pemohon untuk memperbaiki permohonan. Revisi permohonan paling lambat harus diterima MK pada Kamis, 22 Mei 2025.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
Yosafat Diva Bayu Wisesa
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us