Mengenal Muzdalifah, Maysaril Haram Tempat Bertemunya Adam dan Hawa

Kawasan Muzdalifah disebutkan dalam Al-Qur'an

Jeddah, IDN Times - Tiga lokasi utama yang menjadi tempat pelaksanaan puncak haji adalah Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Ada yang menyingkat ketiga tempat ini dengan nama Armuzna, ada juga yang menyebutnya Armina.

Berbeda dengan Arafah dan Mina, Muzdalifah tidak terlalu banyak disebut. Bahkan sebagian hanya mengetahui Muzdalifah sebagai tempat bermalam (mabit) atau singgah sebentar di malam hari untuk mengambil batu kerikil yang akan dipakai lempar jumrah di Mina. Lalu seperti apakah daerah Muzdalifah dan bagaimana sejarahnya?

Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 2023, yang juga Pengurus Lembaga Dakwah PBNU dan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Abdul Muiz Ali dalam tulisannya yang dikutip, Sabtu (15/7/2023) menjelaskan, Muzdalifah merupakan daerah terbuka di mana posisinya terletak antara Makkah dan Mina.

Luas Muzdalifah sekitar 12,25 km persegi dan berdekatan dengan wadi atau lembah Muhassir. Wadi Muhassir yang tidak termasuk area Muzdalifah ini, terletak di antara Mina dan Makkah. Dalam sejarah disebutkan, area lembah Muhassir merupakan tempat di mana Allah meluluhlantakkan pasukan gajah Raja Abrahah ketika hendak menghancurkan Ka'bah.

Baca Juga: Arafah Lambang Padang Mahsyar: Makna, Kegiatan dan Doa Nabi Saat Wukuf

1. Arti kata Muzdalifah, tempat bertemunya Nabi Adam dan Hawa

Mengenal Muzdalifah, Maysaril Haram Tempat Bertemunya Adam dan HawaPapan penunjuk jalan ke Muzdalifah (IDN Times/Sunariyah)

Secara bahasa Muzdalifah menunjukan makna al-izdilaf yang artinya ijtima atau berkumpul. Jadi, kata Muzdalifah itu artinya at-tajammu atau al-iltiqa atau berkumpul atau bertemu.

Alasan lain kenapa Muzdalifah diartikan berkumpul, karena di tempat itu jemaah haji disunahkan mengumpulkan/menjamak dua salat yakni Magrib dan Isya. Ada yang menyebutkan, disebut Muzdalifah yang artinya berkumpul atau bertemu karena di tempat itulah Nabi Adam bertemu dengan Sayyidatuna Hawa 'alaihima as-Salam.

Kata Muzdalifah yang memiliki arti bertemu atau berkumpul tersadur dari firman Allah SWT:

وَاَزْلَفْنَا ثَمَّ الْاٰخَرِيْنَ

Artinya: Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain. (QS. Asy-Syu'ara: 64)

وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ

Artinya: Dan (di hari itu) didekatkanlah surga kepada orang-orang yang bertakwa. (QS. Asy-syu'ara: 90).

2. Kawasan Maysaril Haram tempat manusia diperintahkan berzikir dan berdoa

Mengenal Muzdalifah, Maysaril Haram Tempat Bertemunya Adam dan HawaJemaah haji berkumpul di Muzdalifah (IDN Times/Sunariyah)

Kawasan Muzdalifah termasuk Mays'aril Haram sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an, Surat Al-Baqarah ayat 198:

فَإِذَآ أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَٰتٍ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ عِندَ ٱلْمَشْعَرِ ٱلْحَرَامِ

Artinya: Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafat, berzikirlah kepada Allah di Masy'aril Haram. (QS. Al-Baqarah: 198)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

وَوَقَفْتُ هَاهُنَا، وَجَمْعٌ كُلُّهَا مَوْقِفٌ

Artinya: Aku wuquf (berdiam diri) di sini (salah satu tempat di Muzdalifah dan Jamuun (yaitu Muzdalifah) seluruhnya adalah tempat wuquf. (HR Muslim).

Pada malam tanggal 10 Zulhijah, jemaah haji dari belahan dunia bertemu dan berkumpul kembali di Muzdalifah, setelah sebelumnya mereka saling mengenal di tanah Arafah.

Secara filosofis, rangkaian ibadah haji berupa wukuf di Arafah pada 9 Zulhijah kemudian mabit di Muzdalifah pada malam 10 Zulhijah, dapat diartikan cerminan dari pentingnya bagi umat Islam untuk saling mengenal (Arafah), kemudian saling berkumpul (Muzdalifah), dan selanjutnya sama-sama tenggelam hanyut dalam kontemplasi zikir dan munajat kepada Allah Subhanahu Wata'ala.

3. Hukum bermalam di Muzdalifah

Mengenal Muzdalifah, Maysaril Haram Tempat Bertemunya Adam dan HawaJemaah haji mencari batu kerikil di Muzdalifah, Makkah (IDN Times/Sunariyah)

Mabit (bermalam) di Muzdalifah termasuk amalan haji yang tidak boleh ditinggalkan. Waktu mabit atau wukuf di Muzdalifah dimulai dari awal malam tanggal 10 Zulhijah hingga terbit fajar.

Terdapat ragam pendapat ulama tentang hukum mabit di Muzdalifah. Jumhur ulama mengatakan, mabit di Muzdalifah hukumnya wajib. Maka jemaah haji yang tidak Mabit di Muzdalifah terkena kewajiban dam. Tapi sebagian ulama lain mengatakan, bukan wajib haji melainkan rukun haji, dan sebagian ulama lain ada yang berpendapat bahwa mabit di Muzdalifah hukumnya sunah.

Dalam kondisi normal, mabit di Muzdalifah dapat dilakukan dengan memperbanyak zikir, baca Al-Qur'an, tadabur, salat tahajud, witir, dan doa. Setelah masuk waktu subuh, melanjutkan kewajiban haji berikutnya yakni menuju Mina untuk melempar jumrah atau melakukan tawaf Ifadah.

وَثَانِيْهَا (مَبِيْتٌ بِمُزْدَلِفَةَ) وَالْوَاجِبُ فِيْهِ لَحْظَةٌ مِنَ النِّصْفِ الثَّانِي مِنَ اللَّيْلِ

Artinya: Yang kedua dari wajib haji adalah mabit (bermalam) di Muzdalifah. Kewajiban mabit di tempat tersebut cukup sesaat (sebentar) dari sebagian waktu setelah tengah malam. (Nihayah al-Zain Syarh Qurrah al-'Ain, halaman 192).

Dalam kitab syarh al-jami' li ahkamil umroti wal haji wa az-ziarati halaman 9 disebutkan:

وقال الشافعية والحنابلة: يجب الوجود بمزدلفة بعد نصف الليل ولو ساعة لطيفة، فلابد أن يكون الحاج في النصف الثاني من الليل موجوداً في هذا المكان ولو بعضاً من الوقت فيه.

Artinya: Ulama kalangan Syafi'iyah dan Hanabilah berkata, bagi jemaah haji wajib ada di Muzdalifah setelah masuk pertengahan malam, sekalipun hanya diam dalam waktu yang sebentar.

Baca Juga: Mengunjungi Gua Hira, Tempat Diturunkannya Wahyu Pertama ke Rasulullah

4. Hukum mabit di Muzdalifah untuk orang sakit, lansia dan kondisi darurat

Mengenal Muzdalifah, Maysaril Haram Tempat Bertemunya Adam dan HawaBukit-bukit batu di Muzdalifah, Makkah, Arab Saudi (IDN Times/Sunariyah)

Dalam kondisi tidak normal seperti uzur sakit, risiko tinggi, lanjut usia, berdesakannya jemaah yang berpotensi menyebabkan terganggunya keselamatan jiwa atau kondisi sulit (darurat/masyaqqoh), atau ia punya tugas untuk kepentingan jemaah haji, maka mereka mendapatkan keringanan (rukhshoh) boleh tidak mabit di Muzdalifah, atau tetap memilih mabit tetapi dengan waktu yang sebentar.

أما من ترك المبيت بمزدلفة ومنى لعذر كمن وصل إلى عرفة ليلة النحر واشتغل بالوقوف عن مبيت مزدلفة فلا شيء عليه وكذا لو أفاض من عرفة إلى مكة وطاف للإفاضة بعد نصف الليل ففاته المبيت فقال القفال لا شيء عليه لاشتغاله بالطواف

Artinya: Jamaah haji yang meninggalkan mabit di Muzdalifah dan Mina karena uzur seperti orang yang tiba di Arafah pada malam Nahar (10 Zulhijah) dan sibuk wukuf daripada mabit di Muzdalifah, maka tidak ada kewajiban apapun baginya. Demikian juga ketika ia bergeser dari Arafah ke Makkah, lalu tawaf ifadah setelah tengah malam, maka luput baginya mabit. Imam Al-Qaffal berkata, tidak ada kewajiban apapun bagi jemaah haji tersebut karena telah sibuk tawaf." (Kifayatul Akhyar, juz I, halaman 184).

5. Keputusan Lembaga Fatwa Mesir soal mabit di Muzdalifah

Mengenal Muzdalifah, Maysaril Haram Tempat Bertemunya Adam dan HawaJemaah haji mabit dan mencari batu kerikil di Muzdalifah (IDN Times/Sunariyah)

Dalam keputusan Lembaga Fatwa Mesir (darul Ifta' al-Misri) disebutkan, diperbolehkan tidak mabit di Muzdalifah karena pertimbangan khawatir berdesakan. Dengan alasan tersebut, Syaikh Dr. Syauqi Allam, mufti Republik Agung Mesir menguatkan bolehnya tidak mabit di Muzdalifah yang didasarkan kepada pendapat beberapa ulama dari kalangan Syafi'iyah dan Hanabilah.

Keputusan Darul Ifta'al-Misri yang memperbolehkan tidak mabit di Muzdalifah karena dua alasan, pertama, mengambil pendapat ulama yang mengatakan bahwa hukum mabit itu sunah sebagaimana dijelaskan oleh Imam Syafi dalam kitab Al-Um, kitab al-Imla' dan sebagian pendapat dari Imam Ahmad.

Kedua, karena mempertimbangkan keselamatan jiwa (hifzu an-Nafsi). Menjaga keselamatan jiwa pada saat jemaah haji saling berdesakan, termasuk uzur yang diperbolehkan meninggalkan mabit di Muzdalifah.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya