Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tak Cuma Rachel Vennya, 6 WNA India Suap Petugas demi Lolos Karantina

Dok. Angkasa Pura II

Jakarta, IDN Times - Nama selebgram Rachel Vennya dan kekasihnya Salim Nauderer, jadi soroton publik setelah diduga kabur dari tempat karantina usai bepergian dari Amerika Serikat.

Namun, ini bukan pertama kali beberapa warga kabur dari kewajiban karantina. Platform LaporCovid-19 mengungkapkan, pada April lalu, 6 Warga Negara Asing (WNA) dari India menyuap petugas bandara Rp6,5 juta agar lolos dari kewajiban karantina.

"Bahkan pada bulan yang sama, ditemukan sejumlah WNA yang berkeliaran meski tengah menjalani karantina di salah satu apartemen di Jakarta," demikian siaran tertulis yang dikutip dari laman resmi LaporCovid-19.org, Selasa (19/10/2021).

1. Sistem pengawasan yang lemah

WNA India dikarantina di Hotel Holiday Inn Jakarta Barat. (dok. Humas Polda Metro Jaya)

LaporCovid-19 menilai, hal ini terjadi karena sistem pengawasan yang lemah diikuti pihak yang bertindak curang memicu orang-orang, seperti Rachel Vennya, lolos dari pengaturan karantina.

"Hal ini juga menunjukkan, pemerintah Indonesia masih belum tegas menerapkan aturan di lapangan dan tebang pilih dalam menegakkan aturan," tulisnya.

2. Karantina kesehatan sesuai prosedur penting untuk mencegah masuknya virus

Kapasitas kamar perawatan dan isolasi mandiri di RSDC Wisma Atlet sudah penuh sejak terjadi lonjakan COVID-19 paska libur Lebaran (ANTARA FOTO/M. Risyal Hidayat)

Padahal, karantina kesehatan yang sesuai prosedur penting untuk mencegah masuknya virus penyebab COVID-19 maupun varian baru lainnya ke Indonesia.

LaporCovid-19 menjelaskan, menurut UU Kekarantinaan Kesehatan No. 6/2018, karantina digunakan untuk menangkal tersebarnya varian/penyakit baru atau memperparah penyebaran penyakit yang sudah ada dan menimbulkan kedaruratan kesehatan atau mengeruhkan suasana.

Pemberlakuan karantina setelah pulang dari luar negeri juga mencegah penularan virus dari kasus yang tidak terdeteksi (kasus false negative ataupun penularan yang terjadi selama penerbangan), di antara wisatawan lintas batas.

European Centre Disease Control atau ECDC (2021) menyimpulkan bahwa karantina efektif 51,3 persen jika dijalankan selama 7 hari, efektif 68,8 persen selama 10 hari, dan 78,0 persen jika dilaksanakan 14 hari penuh.

"Artinya, semakin singkat masa karantina, semakin kecil pula efektivitasnya dalam menangkal laju penularan penyakit, termasuk COVID-19," terangnya.

3. Pemerintah harus menjatuhkan sanksi tegas

Ilustrasi penjara (IDN Times/Mardya Shakti)

Dengan demikian, pemerintah didesak harus menjatuhkan sanksi tegas agar menimbulkan efek jera bagi para pelaku dan petugas yang menyelewengkan proses karantina.

"Pemerintah juga perlu meningkatkan monitoring dan evaluasi baik dari segi peraturan maupun implementasi di lapangan, sekaligus pengawasan terhadap para pelaku perjalanan internasional," tulis LaporCovid-19.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us