Greenpeace Desak Para Capres Respons Ancaman Krisis Iklim

Wanti-wanti pemanasan global lampaui 1,5 derajat Celsius

Jakarta, IDN Times - Greenpeace Indonesia menekankan urgensi transisi menuju ekonomi hijau sebagai respons terhadap krisis iklim. Pihaknya menekankan bahwa transisi tersebut bukan hanya soal bisnis baru atau investasi, melainkan tanggapan terhadap krisis iklim yang harus didasarkan pada ilmu pengetahuan iklim.

Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak mengatakan, isu-isu, terutama terkait krisis iklim, memiliki dampak jangka panjang, baik bagi generasi muda maupun generasi X dan boomers. Oleh karenanya, pemilihan presiden (pilpres) pada 14 Februari 2024 sebagai momen krusial dalam menanggapi isu-isu lingkungan dan iklim.

“Apa yang mau kita bicarakan ini akan relevan dan mungkin penting. Kalau kami di Greenpeace merasa itu akan sangat penting untuk selama hidup kita, untuk sisa hidup kita baik yang masih panjang seperti teman-teman muda,” kata dia dalam diskusi bertajuk Muda Menggugat dan Peluncuran Deklarasi Ekonomi Hijau Greenpeace Indonesia, di Toeti Heraty Museum, Jakarta Pusat, Senin (5/2/2024).

Baca Juga: Hasil Penelitian CfDS: Misinformasi Krisis Iklim Tinggi

1. Greenpeace melihat isu krisis iklim kurang direspons capres-cawapres

Greenpeace Desak Para Capres Respons Ancaman Krisis Iklimilustrasi pemilu (IDN Times/Esti Suryani)

Dia menegaskan, urgensi pembahasan tentang transisi ekonomi, dan menyoroti bahwa isu tersebut berkaitan erat dengan krisis iklim. Pihaknya menyadari bahwa transisi tersebut bukan sekadar masalah bisnis atau investasi baru.

“Tapi harus kembali pada bahwa ini adalah sebuah krisis yang kita harus respons, dan meresponnya harus berbasis pada climate science-nya,” ujar Leo.

Greenpeace mencatat bahwa seringkali pembicaraan mengenai isu tersebut tidak mendapat perhatian yang memadai, baik dari pihak calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) yang bersaing dalam pilpres maupun dalam debat keempat pilpres.

“Itu yang kadang-kadang nggak dibicarakan. Nggak dibicarakan juga di debat keempat. Ada beberapa yang coba angkat itu, tapi practically nggak menjadi pembicaraan utama,” tuturnya.

Baca Juga: Perubahan Iklim Jadi Tantangan Paling Besar Dihadapi Banyak Negara

2. Greenpeace wanti-wanti pemanasan global lampaui 1,5 derajat Celsius

Greenpeace Desak Para Capres Respons Ancaman Krisis IklimPixabay

Greenpeace Indonesia menekankan pentingnya memastikan batasan pemanasan global maksimum pada 1,5 derajat Celsius. Pihaknya menyoroti bahwa melebihi batas aman tersebut dapat mengakibatkan banyak dampak yang tidak dapat dikembalikan.

“Kenapa kita harus coba jaga untuk bumi ini tidak lebih dari 1,5 derajat memanasnya? Karena kalau sudah lewat safety threshold itu, banyak hal yang irreversible, yang tidak bisa balik lagi. Kita menuju bencana iklim permanen,” sebutnya.

Dia menekankan bahwa saat ini suhu bumi sudah naik sekitar 1,2 derajat sejak era revolusi industri. Oleh karena itu, Indonesia harus ikut berusaha untuk menjaga agar kenaikan suhu tidak melampaui 1,5 derajat.

“Kita tidak bisa juga pakai wacana bahwa kita, 'ah itu urusan negara-negara utara'. Kenyataannya kita masuk klub 10 negara emiter global terbesar di dunia. Kita nomor 8 sekarang, pengemisi. Jadi adalah tanggung jawab kita juga kepada dunia global bahwa kita harus kurangi emisi karbon ini,” tuturnya.

3. Tren pemanasan global meningkat hampir 10 tahun berturut-turut

Greenpeace Desak Para Capres Respons Ancaman Krisis IklimPixabay.com

Greenpeace menyoroti tren pemanasan global yang terus meningkat, dengan tahun lalu dan diperkirakan tahun ini menjadi tahun terpanas dalam sejarah pencatatan suhu bumi. Mereka menekankan bahwa itu bukan lagi anomali.

“Itu bukan anomali lagi, karena sudah berturut-turut hampir selalu sejak 2016. Jadi, sudah hampir 10 tahun,” ujar Leo.

Pihaknya mengingatkan pentingnya kesadaran akan hal tersebut, karena kebijakan-kebijakan yang diambil dan risikonya membutuhkan perhatian lebih lanjut.

“Memang ada beberapa pilihan-pilihan kebijakan yang harusnya diambil maupun nanti misalnya ada risiko-risikonya. Itu tentu saja pembicaraan yang lebih detail secara ekonominya harus terjadi,” ucap Leo.

Topik:

  • Jujuk Ernawati

Berita Terkini Lainnya