Usman Hamid Ungkap Dasco Beri Pesan Nada Tinggi Soal Revisi UU TNI

- Dasco dengan nada tinggi pertanyakan aksi aktivis Koalisi Masyarakat Sipil di Hotel FairmontUsman mengungkap bahwa Dasco memberikan pesan dengan nada tinggi dan emosional, mempertanyakan aksi penggerudukan rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR RI dengan pemerintah saat membahas revisi Undang-Undang (RUU) TNI di Hotel Fairmont.
- Dasco mengeluh mengapa Koalisi Masyarakat Sipil beri kritik terhadap RUU dengan naskah berbedaDasco pun mengeluhkan kepada Usman mengapa Koalisi Masyarakat Sipil mempermasalahkan dan mengkritik naskah RUU TNI yang berbeda dengan yang dibahas oleh DPR.
- Usman tegaskan publik butuh akses
Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid mengungkap bahwa Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad sempat memberikan pesan dengan nada tinggi dan emosional kepada dirinya mengenai kritik terhadap pembahasan Revisi UU TNI.
Hal tersebut disampaikan Usman Hamid yang dihadirkan sebagai Saksi oleh Pemohon Perkara Nomor 75/PUU-XXIII/2025 terkait uji formiil dan materiil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (7/7/2025).
1. Dasco dengan nada tinggi pertanyakan aksi aktivis Koalisi Masyarakat Sipil di Hotel Fairmont

Usman mengisahkan, Dasco tiba-tiba menghubungi dirinya saat berada di Bali. Dasco dengan nada tinggi dan emosional mempertanyakan aksi penggerudukan rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR RI dengan pemerintah saat membahas revisi Undang-Undang (RUU) TNI di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 15 Maret 2025 lalu.
"Pada tanggal 15 Maret, ketika saya berada di Bali, saya dihubungi oleh Wakil Ketua DPR RI, Ahmad Sufmi Dasco, berisi pesan dengan nada tinggi yang cukup emosional, mempertanyakan apa maksud saya di malam itu," ujar dia.
"Saya terus terang, saya tidak mengerti apa yang ditanyakan. Ternyata yang ditanyakan adalah kedatangan beberapa aktivis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan ke Hotel Fairmont, memprotes pembahasan RUU TNI yang tertutup, di sebuah hotel, bukan di DPR RI dan juga (digelar) di akhir pekan," sambung Usman.
2. Dasco mengeluh mengapa Koalisi Masyarakat Sipil beri kritik terhadap RUU dengan naskah berbeda

Dasco pun mengeluhkan kepada Usman mengapa Koalisi Masyarakat Sipil mempermasalahkan dan mengkritik naskah RUU TNI yang berbeda dengan yang dibahas oleh DPR.
"Bung Dasco langsung mengeluh, mempersoalkan mengapa Koalisi Masyarakat Sipil memberi kritik terhadap RUU dengan naskah yang berbeda, dengan naskah yang bukan dibahas di DPR," beber Usman.
Usman lantas mempertanyakan kepada Dasco, mengapa pihak DPR tidak terbuka kepada publik untuk memberikan dokumen resmi terkait naskah akademik, rancangan undang-undang, maupun daftar inventarisir masalah.
"Yang mulia, saya langsung mengatakan, dengan kritik kembali bahwa, pertanyaan kami, apakah DPR sudah memberikan dokumen yang resmi baik itu naskah akademik, rancangan undang-undang, atau daftar inventarisir masalahnya secara terbuka, secara publik. Misalnya melalui situs DPR RI," tutur dia.
Dasco sendiri sempat menyebut, dokumen RUU TNI sudah bisa diakses publik. Namun anehnya, ada Anggota DPR Komisi I yang juga hadir langsung meluruskan, bahwa dokumen yang dimaksud belum bisa diakses karena masih dalam pembahasan.
"Bung Dasco dengan segera mengatakan, 'Sudah dong.' Tapi beberapa anggota Dewan mengatakan, 'Oh, belum, Pak.' 'Oh, kok belum?' Lalu Bung Dasco mempertanyakan, 'Apa masalahnya? Kenapa tidak sampai dipublikasikan?'," kata Usman.
"Anggota dewan dari komisi I mengatakan, masalahnya adalah RUU ini masih sidang pembahasan, dan terus mengalami perubahan," sambung dia.
3. Usman tegaskan publik butuh akses

Usman lantas menegaskan, meski mengalami perubahan, publik membutuhkan akses terhadap draft RUU TNI tersebut. Ia justru heran, jika masyarakat dipersoalkan karena mengkritik dengan dasar RUU TNI yang berbeda, mengapa DPR dan pemerintah tidak terbuka terhadap akses tersebut.
"Saya katakan, meskipun mengalami perubahan, justru publik membutuhkan akses. Saya sebagai warga masyarakat membutuhkan akses itu. Kalau kami dipersoalkan karena mengkritik dengan dasar RUU yang berbeda, mengapa kami tidak diberikan RUU yang sama atau RUU yang benar?," imbuh dia.