Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (IDN Times/ Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Terdapat perubahan Pemohon dalam Perkara Nomor 45/PUU-XXIII/2025 menjadi Muhammad Alif Ramadhan, Kelvin Oktariano, Mohammad Syaddad Sumartadinata, Fiqhi Firmansyah, dan Imam Morezki Bastanta Manihuruk. Para Pemohon menyebut pembentukan UU 3/2025 tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tidak menggunakan mekanisme carry over.
“Karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar salah satu kuasa hukum Pemohon, Nicholas Indra di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.
Mekanisme carry over diatur Pasal 71A UU 15/2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). Dalam hal pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) telah memasuki pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pada periode masa keanggotaan DPR saat itu, hasil pembahasan RUU tersebut disampaikan kepada DPR periode berikutnya dan berdasarkan kesepakatan DPR, Presiden, dan/atau DPD, RUU tersebut dapat dimasukkan kembali ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka menengah dan/atau Prolegnas prioritas tahunan.
Pemohon menjelaskan, tahapan pembentukan undang-undang sebagaimana diatur dalam UU P3 harus diikuti secara utuh untuk menjamin legalitas dan legitimasi produk hukum yang dihasilkan, sehingga apabila mekanisme carry over tidak dapat diterapkan akibat ketiadaan informasi dan kesepakatan sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 71A UU P3, maka proses legislasi harus dimulai dari tahapan awal seperti perencanaan melalui Prolegnas dan penyusunan ulang Draf RUU TNI.