Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

YLBHI, Imparsial, KontraS di Sidang MK: UU TNI Ilegal!

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Intinya sih...
  • Koalisi masyarakat sipil ajukan uji formil UU TNI ke Mahkamah Konstitusi.
  • Revisi UU TNI di prolegnas prioritas 2025 dinilai ilegal dan tidak sesuai prosedur UUD 1945.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Imparsial, KontraS, serta sejumlah individu seperti Inayah WD Rahman, Eva Nurcahyani, dan Fatiah Maulidiyanty resmi mengajukan uji formil terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam sidang perdana yang digelar pada Rabu (14/5/2025) di Ruang Sidang MK, Jakarta, para pemohon menilai pembentukan UU TNI tidak sesuai dengan prosedur sebagaimana diatur dalam UUD 1945.

“Perencanaan revisi Undang-Undang TNI dalam proglegnas prioritas tahun 2025 dilakukan secara ilegal,” kata Hussein Ahmad, kuasa hukum para pemohon di hadapan majelis hakim.

1. Tak masuk prolegnas prioritas dan bukan carry over

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jakarta Pusat (dok. MK)
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jakarta Pusat (dok. MK)

Para pemohon menyebutkan, revisi UU TNI tidak pernah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas DPR RI Tahun 2025, juga bukan merupakan RUU prioritas pemerintah hingga 2029.

Revisi tersebut juga tidak bisa dikategorikan sebagai carry over karena tak memenuhi syarat kesepakatan antara DPR, Presiden, dan/atau DPD.

Mereka menilai, tidak ada dasar hukum untuk memasukkan revisi UU TNI dalam keputusan DPR yang hanya memuat 12 RUU carry over pada Prolegnas 2025 dan Prolegnas jangka menengah 2025-2029.

2. Proses dinilai tertutup dan abusif

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (IDN Times/ Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (IDN Times/ Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Kritik juga dilontarkan terhadap proses pembahasan UU TNI yang dinilai tertutup dan mengabaikan prinsip partisipasi publik.

“Rapat-rapat pembentukan revisi UU TNI oleh DPR dan pemerintah digelar secara sembunyi-sembunyi di ruang tertutup. Hal ini mempertegas abusive law making dalam pembentukan revisi UU TNI dan tidak melibatkan partisipasi publik yang bermakna,” ujar kuasa hukum pemohon lainnya, Bugivia Maharani Setiadji P.

Para pemohon menyayangkan tidak adanya akses publik terhadap dokumen penting seperti naskah akademik dan daftar inventarisasi masalah (DIM). Mereka juga menyoroti pernyataan Wakil Ketua Komisi I DPR yang mengaku sengaja menutup akses terhadap draf RUU TNI agar tidak memicu perdebatan publik.

3. Pemohon minta UU TNI baru ditunda berlaku

Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto ketika mengikuti rapat komisi I DPR. (www.instagram.com/@sjafrie.sjamsoeddin)
Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto ketika mengikuti rapat komisi I DPR. (www.instagram.com/@sjafrie.sjamsoeddin)

Dalam petitumnya, para pemohon meminta Mahkamah menyatakan pembentukan UU TNI tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Mereka juga meminta agar UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI tetap berlaku.

Tak hanya itu, para pemohon juga mengajukan provisi agar Mahkamah menunda pemberlakuan UU TNI terbaru sampai putusan final dikeluarkan. Mereka meminta Mahkamah memerintahkan Presiden dan DPR tidak menerbitkan peraturan pelaksana atau kebijakan strategis berdasarkan UU tersebut.

Provisi ini diajukan karena implementasi UU TNI sudah berjalan, termasuk dalam kasus Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Muhammad Ali yang belum pensiun per 1 Mei 2025 serta pernyataan resmi dari Brigjen TNI Wahyu Yudhayana yang menyebut TNI AD terlibat dalam 71 dapur program Makanan Bergizi Gratis (MBG).

Perkara ini disidangkan oleh Majelis Hakim Panel yang dipimpin Ketua MK, Suhartoyo bersama Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh dan M Guntur Hamzah. Suhartoyo menekankan, Mahkamah menggunakan sistem peradilan cepat untuk uji formil dan provisi tidak mudah dikabulkan karena menyangkut substansi permohonan.

“Ini relevan tidak putusan provisi dijatuhkan karena itu sudah bagian dari penilaian akan substansi,” ujar Suhartoyo.

Dia juga mencontohkan putusan provisi pada UU Cipta Kerja yang baru keluar setelah Mahkamah memeriksa substansi permohonan materiil.

Sebelum menutup sidang, Suhartoyo memberi kesempatan kepada para pemohon untuk memperbaiki permohonan dalam waktu 14 hari. Dokumen perbaikan harus diterima MK paling lambat Selasa, 27 Mei 2025.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
Yosafat Diva Bayu Wisesa
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us