Imbas Kasus Dokter Kevin, IDI Terbitkan 13 Fatwa Etik Dokter di Medsos

Dokter harus mengendalikan diri ketika berdebat di medsos

Jakarta, IDN Times - Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menerbitkan fatwa etik dokter dalam aktivitas media sosial. Fatwa ini merupakan komitmen IDI untuk menjaga marwah profesi dokter, menyusul kontroversi konten TikTok dokter Samuel Kevin yang bermuatan pelecehan seksual beberap waktu lalu.

Baca Juga: Minta Maaf, Dokter Kevin: Saya Siap Terima Konsekuensi 

1. Fatwa berlaku untuk dokter di seluruh Indonesia

Imbas Kasus Dokter Kevin, IDI Terbitkan 13 Fatwa Etik Dokter di Medsosdokter Kevin Samuel Marpaung buat konten pembukaan persalinan (TikTok/Kevin Samuel Marpaung)

Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Ketua MKEK IDI Pukovisa Prawiroharjo menyampaikan, fatwa etik kedokteran ini mengikat seluruh dokter di Indonesia.
 
Oleh sebab itu, dia meminta MKEK pada semua tingkatan untuk melakukan sosialisasi.

Baca Juga: Putusan IDI: Dokter Kevin Langgar Etika Profesi Sedang, Ini Sanksinya

2. MKEK akan menindak perilaku dokter di medsos yang tidak sesuai fatwa

Imbas Kasus Dokter Kevin, IDI Terbitkan 13 Fatwa Etik Dokter di MedsosIlustrasi (IDN Times/Helmi Shemi)

Pada surat yang sama, Pukovisa mengingatkan kapasitas MKEK IDI sebagai entitas yang memiliki wewenang untuk mengklarifikasi, membina, atau menindak secara hukum atas perilaku dokter yang melanggar isi fatwa.
 
“MKEK Pusat IDI membuka diri terhadap ide dan masukan terkait fatwa yang diterbitkan untuk evaluasi dan penyempurnaan di masa mendatang,” demikian tertuang dalam surat yang ditandatangani pada Jumat, 30 April 2021.

3. Berikut 13 poin fatwa MKEK IDI

Imbas Kasus Dokter Kevin, IDI Terbitkan 13 Fatwa Etik Dokter di MedsosIlustrasi nakes memeriksa pasien. ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

Berikut tertuang 13 poin yang menjadi garis acuan bagi setiap dokter dalam bermedia sosial:

  1. Dokter harus sepenuhnya menyadari sisi positif dan negatif aktivitas media sosial dalam keseluruhan upaya kesehatan dan harus menaati peraturan perundangan yang berlaku.
  2. Dokter selalu mengedepankan nilai integritas, profesionalisme, kesejawatan, kesantunan, dan etika profesi pada aktivitasnya di media sosial.
  3. Penggunaan media sosial sebagai upaya kesehatan promotive & preventif bernilai etika tinggi dan perlu diapresiasi selama sesuai kebenaran ilmiah, etika umum, etika profesi, serta peraturan perundangan yang berlaku.
  4. Penggunaan media sosial untuk memberantas hoax/informasi keliru terkait kesehatan/kedokteran merupakan tindakan mulia selama sesuai kebenaran ilmiah, etika umum, etika profesi, serta peraturan perundangan yang berlaku. Dalam upaya tersebut, dokter harus menyadari potensi berdebat dengan masyarakat. Dalam berdebat di media sosial, dokter perlu mengendalikan diri tidak membalas dengan keburukan, serta menjaga marwah luhur profesi kedokteran, tenaga kesehatan, maupun profesi/organisasi profesi dokter/kesehatan, dokter harus melaporkan hal tersebut ke otoritas media sosial melalui fitur yang disediakan dan langkah lainnya sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
  5. Pada penggunaan media sosial, dokter harus menjaga diri dari promosi diri berlebihan dan prakteknya serta mengiklankan suatu produk dan jasa sesuai dengan SK MKEK Pusat IDI No. 022/PB/K.MKEK/07/2020 tentang Fatwa Etika Dokter Beriklan dan Berjualan Multi Level Marketing yang diterbitkan MKEK Pusat IDI tanggal 28 Juli 2020.
  6. Pada penggunaan media sosial untuk tujuan konsultasi suatu kasus kedokteran dengan dokter lainnya, dokter harus menggunakan jenis dan fitur media sosial khusus yang terenskripsi end-to-end dan tingkat keamanan baik, dan memakai jalur pribadi kepada dokter yang dikonsultasikan tersebut atau pada grup khusus yang hanya berisikan dokter.
  7. Pada penggunaan media sosial termasuk dalam hal memuat gambar, dokter wajib mengikuti peraturan perundangan yang berlaku dan etika profesi. Gambar yang dimuat tidak boleh membuka secara langsung maupun tidak langsung identitas pasien, rahasia kedokteran, privasi pasien/keluarganya, privasi sesama dokter dan tenaga kesehatan, dan peraturan internal RS/Klinik. Dalam menampilkan kondisi klinis pasien atau hasil pemeriksaan penunjang pasien untuk tujuan pendidikan, hanya boleh dilakukan atas persetujuan pasien serta identitas pasien seperti wajah dan nama yang dikaburkan. Hal ini dikecualikan pada penggunaan media sosial dengan maksud konsultasi suatu kasus kedokteran sebagaimana yang diatur pada poin 6.
  8. Pada penggunaan media sosial dengan tujuan memberikan edukasi kesehatan bagi masyarakat, sebaiknya dibuat dalam akun terpisah dengan akun pertemanan supaya fokus pada tujuan. Bila akun yang sama juga digunakan untuk pertemanan, maka dokter harus memahami dan mengelola ekspektasi masyarakat terhadap profesi kedokteran.
  9. Pada penggunaan media sosial dengan tujuan edukasi ilmu kedokteran dan kesehatan yang terbatas pada dokter dan atau tenaga kesehatan, hendaknya menggunakan akun terpisah dan memilah sasaran informasi khusus dokter/tenaga kesehatan.
  10. Pada penggunaan media sosial dengan tujuan pertemanan, dokter dapat bebas berekspresi sebagai hak privat sesuai dengan ketentuan etika umum dan peraturan perundangangan yang berlaku dengan memilih platform media sosial yang diatur khusus untuk pertemanan dan tidak untuk dilihat publik.
  11. Dokter perlu selektif memasukkan pasiennya ke daftar teman pada akun pertemanan karena dapat mempengaruhi hubungan dokter-pasien.
  12. Dokter dapat membalas dengan baik dan wajar pujian pasien/masyarakat atas pelayanan medisnya sebagai balasan di akun pasien/masyarakat tersebut. Namun sebaiknya dokter menghindari untuk mendesain pujian pasien/masyarakat atas dirinya yang dikirim ke publik menggunakan akun media sosial dokter sebagai tindakan memuji diri secara berlebihan.
  13. Pada kondisi di mana dokter memandang aktivitas media sosial sejawatnya terdapat kekeliruan, maka dokter harus mengingatkannya melalui jalur pribadi. Apabila dokter tersebut tidak bersedia diingatkan dan memperbaiki perilaku aktivitasnya di media sosial, maka dokter dapat melaporkan kepada MKEK.

Baca Juga: Gegara Video Viral Dokter Kevin, Ibu Hamil Ini Beralih ke Bidan

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya