Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana (ANTARA News/Fathur Rochman)
Dikonfirmasi terpisah, peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana mengatakan, putusan PK yang dijatuhkan MA terhadap Anas Urbaningrum sudah meruntuhkan rasa keadilan masyarakat sebagai pihak yang paling terdampak praktik korupsi.
"Sejak awal, ICW memang sudah meragukan keberpihakan Mahkamah Agung dalam pemberantasan korupsi," ucapnya.
Kesimpulan itu, kata Kurnia, bukan tanpa dasar. Berdasarkan pendalaman ICW, sejak tahun 2019 menunjukkan bahwa rata-rata hukuman untuk pelaku korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara.
"Jadi, bagaimana Indonesia bisa bebas dari korupsi jika lembaga kekuasaan kehakiman saja masih menghukum ringan para koruptor?," ujarnya.
Kurnia menuturkan, ada dua implikasi serius yang timbul akibat putusan PK tersebut. Pertama, pemberian efek jera akan semakin menjauh. Kedua, kinerja penegak hukum, dalam hal ini KPK, akan menjadi sia-sia.
Untuk itu, ICW menuntut agar Ketua MA mengevaluasi penempatan hakim-hakim yang kerap menjatuhkan vonis ringan kepada pelaku korupsi.
"KPK harus mengawasi persidangan-persidangan PK di masa mendatang. Komisi Yudisial untuk turut aktif terlibat melihat potensi pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim yang menyidangkan PK perkara korupsi," tuturnya.