Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi pencoblosan saat pemungutan suara Pilkada Serentak 2024. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Ilustrasi pencoblosan saat pemungutan suara Pilkada Serentak 2024. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Intinya sih...

  • Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya menyatakan e-voting memungkinkan digelar di Indonesia
  • Bima menilai pemungutan suara elektronik dapat dilakukan di Indonesia, terutama setelah banyak korban jiwa dalam Pemilu 2019
  • Pemilihan kepala desa (pilkades) sudah menerapkan e-voting, namun kepercayaan masyarakat terhadap sistem tersebut masih rendah
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya mengatakan, pemungutan suara secara elektronik (e-voting) memungkinkan digelar di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Bima saat menghadiri acara Perludem membahas urgensi Revisi Undang-Undang Pemilu, Kamis (13/2/2025).

Awalnya, Bima menyoroti evaluasi dan berbagai perkembangan proses penyelenggaraan pemungutan suara yang meliputi pemilihan presiden (pilpres), pemilihan anggota legislatif (pileg), hingga pemilihan kepala daerah (pilkada). Terlebih pemerintah bersama DPR akan membahas mengenai revisi UU Pemilu.

1. E-voting memungkinkan digelar

Wamendagri dorong implementasi Kemendagri Ber-AKHLAK Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto pada acara "Internalisasi Ber-AKHLAK: Menuju Kemendagri Ber-AKHLAK" di Jakarta, Kamis (21/11/2024). ANTARA/HO-Puspen Kemendagri

Bima menilai, penyelenggaraan pemungutan suara elektronik untuk berbagai pemilihan memungkinkan digelar di Indonesia. 

Terlebih, Pemilu 2019 memakan banyak korban jiwa. Sebanyak 894 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dinyatakan meninggal dan 5.175 petugas luka-luka.

"Ada pertanyaan kemudian misalnya bagaimana dengan e-voting. Mampu nggak bangsa ini untuk e-voting? 'Kan kasihan pak, kan yang tahun 2019 ratusan yang meninggal, lelah pak, berkas-berkas itu luar biasa'. Ibu saya Ketua RT waktu itu begadang berhari-hari," ujar dia.

"Artinya adalah, apakah kita mampu? Menurut saya bapak ibu, kalau soal mampu, kita itu mampu kok untuk e-voting," sambung Bima.

2. Pemilihan kepala desa sudah memakai e-voting

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto (dok. Kemendagri)

Buktinya, kata Bima, pemilihan kepala desa (pilkades) banyak yang sudah menerapkan sistem e-voting. Artinya, teknologi informasi di Indonesia sebenarnya sudah memumpuni dan mampu memfasilitasi.

'Kades itu sudah banyak yang e-voting, teknologi IT kita sudah canggih. Bisa, secara teknologi bisa," tegas dia.

3. Kepercayaan masyarakat terhadap e-voting masih rendah

Ilustrasi logistik pemilu dan pilkada (ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso)

Namun yang menjadi masalah masalah, kepercayaan masyarakat di Indonesia terhadap sistem e-voting masih terbilang rendah. 

"Yang gak bisa adalah membangun trust, semua sepakat bahwa oke pakai sistem ini. Oke ITB yang masuk misalnya, vendor ini," ucap Bima.

Oleh sebab itu, Bima mengajak publik mulai terbuka dan mendiskusikan mengenai dampak buruk maupun negatif dari sistem e-voting pada pesta demokrasi.

"Saya kira kita harus membuka ruang publik untuk kemungkinan pemajuan teknologi dalam sistem pemilu ke depan. Terlepas nanti para elite politik percaya atau enggak tapi mari kita buka diskursus ini supaya lebih efektif pemilu ke depan," jelas dia.

Editorial Team