Bawaslu: Laporan soal Deklarasi Prabowo di Museum Tak Bisa Diproses

Laporan tidak memenuhi aspek materiil

Jakarta, IDN Times - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI memastikan tidak bisa memproses laporan dugaan pelanggaran terkait deklarasi Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden (bacapres) di Museum Perumusan Naskah Proklamasi beberapa waktu lalu. Dalam laporan yang disampaikan, pelapor menilai museum dilarang untuk kepentingan politik.

Anggota Bawaslu RI, Puadi memastikan, pihaknya sudah melakukan kajian awal terkait laporan tersebut. Namun laporan yang diadukan Masyarakat Pencinta Museum Indonesia (MPMI) bersama Ketua Ganjarian Spartan DKI Jakarta, Anggiat Tobing itu tidak memenuhi syarat untuk diproses lebih lanjut.

Alasannya, kata Puadi, peristiwa deklarasi tersebut tidak bisa dikatakan sebagai kampanye. Mengingat, saat ini belum memasuki tahapan kampanye dan belum ada penetapan capres dan cawapres sebagai peserta pemilu.

"Bawaslu sudah melakukan kajian awal terhadap laporan tersebut, dari hasil kajian, laporan tidak memenuhi aspek materiil sehingga laporan tidak dapat diregistrasi karena peristiwa deklarasi tersebut tidak dapat dikatakan kampanye, saat ini belum masuk tahapan kampanye dan belum ada penetapan calon," kata dia dalam keterangannya, Kamis (24/8/2023).

Baca Juga: Deklarasi Prabowo di Museum, 4 Ketum Parpol Dilaporkan ke Bawaslu

1. Empat ketua umum parpol dilaporkan ke Bawaslu

Bawaslu: Laporan soal Deklarasi Prabowo di Museum Tak Bisa DiprosesDeklarasi Golkar dan PAN dukung Prabowo Subianto jadi Capres 2024 (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Sebelumnya, Ketua Ganjarian Spartan DKI Jakarta, Anggiat Tobing, bersama Masyarakat Pencinta Museum Indonesia (MPMI) melaporkan empat ketua umum partai politik ke Bawaslu tentang deklarasi dukungan Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres) pada Pemilu 2024.

Keempat nama itu di antaranya, Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto; Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan; Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto; dan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar.

"Empat orang (ketum parpol) dan peristiwa penggunaan museum untuk deklarasi," kata Tobing di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Rabu (16/8/2023).

"Hari ini ada dua kelompok organisasi masyarakat terutama Ganjarian Spartan DKI Jakarta, kedua adalah rekan dari Masyarakat Pencinta Museum Indonesia. Mereka menguasakan kepada kami untuk membuat pelaporan ke Bawaslu atas dugaan pelanggaran penggunaan museum untuk kegiatan politik," lanjut dia.

Baca Juga: Dilaporkan Usai Deklarasi Prabowo di Museum, Gerindra: Kita Sudah Izin

2. Museum milik semua golongan

Bawaslu: Laporan soal Deklarasi Prabowo di Museum Tak Bisa DiprosesKetua Ganjarian Spartan DKI Jakarta, Anggiat Tobing laporkan empat ketua umum parpol terkait deklarasi capres Prabowo Subianto di Museum Perumusan Naskah Proklamasi. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Tobing menilai, Museum Perumusan Naskah Proklamasi yang digunakan untuk deklarasi tersebut merupakan gedung bersejarah. Menurutnya, tidak etis menggelar acara politik di sana.

"Gedung itu sangat bersejarah dan itu jadi milik kita semua. Sebetulnya tanpa menjadi milik kelompok atau golongan mana atau parpol tertentu," ucap dia.

Baca Juga: Gerindra Sebut Prabowo Siap Penuhi Tantangan Debat Capres BEM UI

3. Peraturan tak perbolehkan aktivitas politik di museum

Bawaslu: Laporan soal Deklarasi Prabowo di Museum Tak Bisa DiprosesKetua Ganjarian Spartan DKI Jakarta, Anggiat Tobing laporkan empat ketua umum parpol terkait deklarasi capres Prabowo Subianto di Museum Perumusan Naskah Proklamasi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Tobing menjelaskan, dilarangnya museum sebagai aktivitas politik diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2015 tentang Museum. Aturan itu menjelaskan, terdapat sejumlah batasan agar museum tidak berkelindan dengan kepentingan politik tertentu.

Hal itu diatur dalam Pasal 39 Ayat 2 tentang kerja sama pengembangan museum dan Pasal 55 Ayat 1 tentang peran serta masyarakat dalam pengelolaan museum.

Pasal 280 UU Pemilu tentang larangan menggunakan fasilitas pemerintah untuk kampanye.

"Kita melihat ada sesuatu yang tidak berkesesuaian dengan aturan pemerintah, khususnya Pasal 39 Ayat 2 poin e itu berbunyi tentang kerja sama. Sudah jelas bunyinya bahwa kerja sama dilakukan berdasarkan prinsip kesepakatan, kesetaraan, dan saling menguntungkan. Tidak merusak koleksi, tidak mengomersialkan koleksi dan tidak menggunakan untuk kepentingan politik tertentu," jelas Tobing.

Topik:

  • Dheri Agriesta

Berita Terkini Lainnya