Imbas Kekacauan Data Pemilih, KPU Copot PPLN Kuala Lumpur
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menonaktifkan seluruh anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur.
Pencopotan itu terkait dengan polemik kacaunya pendataan pemilih yang menyebabkan pemungutan suara melalui pos dan kotak suara keliling (KSK) di Kuala Lumpur diulang.
1. Ada tujuh anggota PPLN yang dicopot
Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari menegaskan, setidaknya ada tujuh anggota PPLN Kuala Lumpur yang dicopot.
"Kami sudah menonaktifkan atau memberhentikan sementara 7 anggota PPLN," kata Hasyim saat ditemui di Kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (26/2/2024).
Baca Juga: KPU Akan Selidiki jika Ada Kasus Jual Beli Surat Suara Libatkan PPLN
2. Tata kelola pemilu di Kuala Lumpur diambil alih KPU
Lebih lanjut, kata Hasyim, tata kelola pemilu di Kuala lumpur yang bermasalah itu kini diambil alih oleh KPU.
KPU RI mengambil alih seluruh tahapan yang diperlukan terkait pemungutan suara ulang (PSU) di Kuala Lumpur yang sebelumnya terdaftar mencoblos melalui metode pos dan KSK.
"Karena kan ada problem dalam tata kelola pemilu di Kuala Lumpur dan kita ambil alih," tuturnya.
"Nanti ada beberapa anggota KPU Pusat yang kita tugaskan untuk melaksanakan ini dan kemudian didukung oleh tim sekretariat jenderal," lanjut Hasyim.
Baca Juga: Penjelasan PPLN Kota Kinabalu soal Dugaan Penambahan Suara
3. Bawaslu pastikan KPU kaji pemungutan suara ulang di Malaysia
Editor’s picks
Diketahui, Bawaslu bersama KPU masih akan membahas terkait mekanisme pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur, Malaysia untuk pemungutan suara metode pos dan KSK.
“KPU sekarang lagi mengkaji, kemudian dalam beberapa hari ke depan akan ada proses di KL (Kuala Lumpur),” kata Bagja kepada awak media di Kantor DKPP, Jakarta Pusat, Jumat (26/2/2024).
Bagja menyampaikan bahwa sesuai dengan rekomendasi pengawas luar negeri Kuala Lumpur, pemungutan suara metode pos dinilai bermasalah sejak proses pencocokan dan penelitian (coklit).
Adapun, dalam proses coklit yang dilakukan oleh PPLN Kuala Lumpur, Bawaslu menemukan hanya sekitar 12 persen dari total sekitar 490.000 pemilih di Kuala Lumpur yang tercoklit. Akibatnya, pemilihan di sana mengalami banyak kendala. Termasuk, pada hari pemungutan suara, jumlah daftar pemilih khusus (DPK) membeludak hingga sekitar 50 persen di Kuala Lumpur.
Padahal Pemilih DPK diperuntukkan untuk mereka yang tidak masuk daftar pemilih.
“Basis DPT itu seharusnya pemutakhiran data pemilih apakah yang bersangkutan tinggal di situ atau tidak. Kalau tidak tinggal di situ ya jadi masalah karena itu data tahun 2019 yang dimutakhirkan seharusnya, tapi rupanya misalnya temuan kita di lapangan ada yang nomor paspornya nomor paspor lama baru bisa dia masuk DPT,” ungkap Bagja.
“PPLN memperbarui tapi tidak sebesar 490 ribu dalam coklitnya. Itu temuan kami di lapangan. Jadi ada permasalahan itu. Jadi ada 490 ribuan kan kalau enggak salah DPT, hanya 68 ribu atau 64 ribu yang tercoklit,” lanjutnya.
Bawaslu mendorong KPU agar dalam pemutakhiran ulang daftar pemilih di Kuala Lumpur memastikan ketepatan alamat para pemilih.
Bawaslu mengimbau bahwa pemilu ulang di Kuala Lumpur untuk pemilih yang sebelumnya terdaftar via pos dan KSK paling lambat harus dilakukan sebelum 20 Maret 2024. Sebab, di tanggal itu KPU sudah harus menetapkan hasil perolehan suara Pemilu 2024.
"Nah kita berharap KPU memperbaiki pemutakhiran daftar pemilih di Kuala Lumpur. Memang agak mepet pada saat ini. Tapi ini penting untuk pembelajaran ke depan," imbuhnya.
Sebelumnya, Bagja mengatakan, pihaknya menemukan dugaan pelanggaran administratif pemilu yang terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia.
Salah satunya dugaan pelanggaran administrasi itu terjadi pada pendataan pemilih, khususnya pemungutan suara melalui pos dan KSK.
Oleh sebab itu, Bawaslu meminta digelarnya pemungutan suara ulang untuk metode pos dan KSK di Kuala Lumpur. Pemungutan suara ulang itu merupakan rekomendasi Panwaslu LN Kuala Lumpur, setelah menemukan dugaan pelanggaran administrasi pemilu.
"Telah ditemukan peristiwa dugaan pelanggaran administratif pemilu yang kemudian panwaslu Kuala Lumpur rekomendasi kepada PPLN Kuala Lumpur," kata Bagja di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Rabu (14/2/2024).
Selain itu, kata Bagja, pihaknya juga mendorong agar pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur dilakukan dengan menggelar pelaksanaan pemutakhiran daftar pemilih untuk metode pos dan KSK terlebih dahulu.