Pakar Nilai Produk Putusan MKMK Tak Bisa Batalkan Putusan MK

Putusan MK bersifat final and binding

Jakarta, IDN Times - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid buka suara terkait polemik Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia minimal capres-cawapres yang berujung dugaan pelanggaran etik hakim dan dibentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Fahri menilai putusan dari MKMK tidak bisa begitu saja membatalkan putusan MK. Ditelaah dari aspek filosofis maupun legalistik, kata dia, tidak cukup argumentasi untuk dengan mudah menjustifikasi produk putusan dari MKMK bisa membatalkan putusan MK.

"Sebab, pada hakikatnya MK dengan putusannya adalah organ konstitusional yang sangat limitatif terkait dengan kewenangan atributifnya, termasuk sifat putusannya yang bercorak ergo omnes maupun final and binding," kata Fahri dalam keterangannya, Senin (6/11/2023).

Baca Juga: Gerindra: Putusan MKMK Tak Bakal Mengubah Syarat Capres-Cawapres

1. Putusan MK tidak bisa diubah sepanjang tak ada gugatan lagi terhadap frasa baru putusan

Pakar Nilai Produk Putusan MKMK Tak Bisa Batalkan Putusan MKPakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid (dok. Istimewa)

Ketua Mahkamah Partai Bulan Bintang (PBB) ini menambahkan, putusan tersebut tidak bisa diubah sepanjang tak ada mekanisme banding atau peninjauan kembali untuk mereview penambahan frasa baru tersebut.

Fahri menjelaskan, tidak terkecuali unsur dinamika yang terjadi dalam proses pengambilan putusan dalam forum rapat permusyawaratan hakim (RPH), seperti pendapat berbeda (dissenting opinion) dan alasan hukum berbeda (concurring opinion) para hakim konstitusi. Tetapi, ketika telah dibacakan dalam persidangan yang terbuka untuk umum, maka tentunya dianggap sudah berlaku.

"Apakah sifatnya putusan MK yang Self Implementing atau Legally Null And Void atau Conditionally Constitutional ataukah yang Conditionally Unconstitutional. Sehingga tidak tersedia alat konstitusional untuk dapat mengujinya," ucap Fahri.

Baca Juga: Rosan Ungkap Alasan Banyak Purnawirawan Gabung TKN Prabowo-Gibran

2. MKMK hanya berikan sanksi

Pakar Nilai Produk Putusan MKMK Tak Bisa Batalkan Putusan MKKetua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman resmi melantik tiga anggota Majelis Kehormatan MK (MKMK) pada Selasa (24/10/2023). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Hal ini tentunya berbeda dengan konstruksi lembaga forum etik MK, yang hanya berdasarkan pada mandat hukum setingkat UU.

"Di mana UU mendelegasikan agar MK wajib menyusun Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi yang berisi norma yang harus dipatuhi oleh setiap hakim konstitusi dalam menjalankan tugasnya untuk menjaga integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan negarawan," paparnya.

Oleh sebabnya, kata Fahri, produk putusan MKMK terhadap hakim konstitusi yang terbukti melanggar maka hanya diberikan sanksi, bukan menganulir putusan pengadilan MK.

“Saya belum menemukan suatu argumentasi konstitusional dan hukum yang kokoh terkait dengan ekstensifikasi produk putusan lembaga etik yang dapat membatalkan produk putusan MK, belum memadainya teori serta doktrin hukum yang relevan dengan hal itu," tutur Fahri.

"Sebab secara filosofis, sesungguhnya putusan MKMK adalah dalam rangka menegakan Code of Conduct yaitu menegakan Sapta Karsa Hutama sebagaimana diatur dalam peraturan MK RI Nomor 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi MK RI,” lanjut dia.

Baca Juga: Anwar Usman Siap Terima Sanksi Usai Diperiksa MKMK

3. Eks Hakim sebut MKMK tak bisa batalkan Putusan MK syarat capres-cawapres

Pakar Nilai Produk Putusan MKMK Tak Bisa Batalkan Putusan MKGedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jakarta Pusat (dok. MK)

Senada dengan Fahri, Mantan Hakim MK I Dewa Gede Palguna menuturkan bahwa MKMK tidak bisa membatalkan Putusan MK terkait syarat batas usia capres dan cawapres. Dia menjelaskan, wewenang MKMK ialah berkenaan dengan pelanggaran etik dan pedoman perilaku hakim.

"MKMK memang tidak boleh memasuki Putusan Mahkamah Konstitusi. Wewenang MKMK adalah berkenaan dengan (dugaan) pelanggaran etik dan pedoman perilaku hakim sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama," kata dia dalam keterangannya, Senin (6/11/2023).

Palguna menuturkan kewenangan MK terbatas pada penjatuhan sanksi etik terhadap hakim konstitusi apabila terbukti melanggar. Selain itu, tak menutup kemungkinan, Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie dalam menangani perkara dugaan pelanggaran hakim MK akan membuat variasi sanksi baru.

"Artinya, kewenangan MKMK terbatas pada penjatuhan sanksi etik terhadap hakim konstitusi jika terbukti melanggar, apakah sanksi ringan (teguran lisan), sanksi sedang (teguran tertulis), atau sanksi berat (pemberhentian tidak dengan hormat)," tutur dia.

Dengan demikian, kata Palguna, betapa pun jengkelnya masyarakat terhadap perkara batas usia capres dan cawapres, Putusan MK tetap mengikat sebagai hukum sesuai dengan bunyi Pasal 47 Undang-Undang (UU) MK yang berbunyi, "Putusan Mahkamah Konstitusi memiliki kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum".

Namun, Putusan MKMK bisa berdampak terhadap Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut jika terdapat permohonan pengujian baru terhadap Pasal 169 huruf q yang telah diberi penafsiran berbeda oleh MK.

"Setidak-tidaknya sebagai bukti kuat untuk mengajukan alasan pengujian kembali terhadap Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 UU MK. Pasal 60 UU MK pada pokoknya menyatakan bahwa UU yang telah pernah dimohonkan pengujian tidak dapat diuji kembali kecuali alasan konstitusional yang digunakan sebagai dasar pengujian berbeda," tutur Palguna.

Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times. Jangan lupa sampaikan pertanyaanmu di kanal Tanya Jawab, ada hadiah uang tunai tiap bulan untuk 10 pemenang.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya