Sejak Awal Surya Paloh Ingin Cawapres Anies dari Kalangan NU
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Dewan Pakar Partai NasDem, Peter F Gontha mengatakan, sejak awal Ketua Umum NasDem Surya Paloh menginginkan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) menjadi cawapres mendampingi Anies Baswedan.
Menurutnya, pemilihan presiden (pilpres) di Indonesia sangat unik. Sebab, kemenangan tak hanya ditentukan oleh figur capres, tetapi juga butuh peran cawapres yang dipasangkan.
Peter menambahkan, Surya Paloh belajar banyak dari kemenangan Presiden Joko "Jokowi" Widodo dalam memilih wakil presiden, baik saat Pilpres 2014 dan 2019.
"Itu pula yang sejak awal pencapresan Anies, Surya Paloh bersama timnya membuat kalkulasi politik siapa yang layak memberi kemenangan bagi Anies," kata Peter dalam keterangannya, Kamis (7/9/2023).
Baca Juga: Survei Ipsos: Elektabilitas Ganjar Unggul dari Prabowo dan Anies
1. Sejumlah nama figur NU dijaring Surya Paloh
Peter mengatakan, sejak lama Surya Paloh sudah melihat potensi kelompok nasionalis tradisional religius yang direpresentasi kaum santri dari lingkungan NU.
Sejak itu sejumlah tokoh dari kalangan NU dijaring, di antaranya ada nama Khofifah Indar Parawansa, Yenny Wahid, Muhaimin Iskandar, Said Aqil Siradz, hingga Mahfud MD.
"Ada nama Khofifah Indar Parawansa yang masih menjadi Gubernur Jatim dan tokoh perempuan yang kuat dan memiliki massa besar, ada pula Yenny Wahid, putri pendiri PKB dan cicit pendiri NU namun sayangnya tidak memiliki akar kuat di bawah," ucap Peter.
"Ada nama Muhaimin Iskandar ketua umum PKB yang (saat itu) sudah dideklarasikan sebagai cawapres bersama Prabowo Subianto, dan ada KH Said Agil Siradz senior PKB dan NU yang memiliki pengaruh di Jawa Barat bahkan ada Mahfud MD Menko Polhukam," lanjutnya.
Baca Juga: Cerita Cak Imin Bertemu Surya Paloh hingga Jadi Cawapres Anies
2. Surya Paloh awalnya ingin umumkan cawapres di akhir pendaftaran
Editor’s picks
Di samping itu, Surya Paloh sudah membuat strategi untuk mengumumkan cawapresnya pada detik-detik terakhir pendaftaran Pilpres 2024.
"Koalisi yang dibangun terus berdinamika, baik oleh gempuran dari luar maupun kehendak tak padam dari Partai Demokrat (PD)," tutur Peter.
Namun, Peter menyebut, SBY sebagai pendiri Demokrat mengusahakan agar putranya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dapat mendampingi Anies. Desakan itu, kata Peter, semakin menguat.
"Sementara Surya Paloh dan Anies tak bergeming, mereka berdua meyakini
jika koalisi ini ingin menang, strategi utama dan pertama lah yang harus dijalankan," ungkap Peter.
3. Surya Paloh dekati Muhaimin saat renggang dengan Prabowo
Peter juga menyoroti kabar bahwa Jokowi tidak akan netral alias akan ikut cawe-cawe dalam Pilpres 2024. Sikap politik itu menimbulkan beragam reaksi. Sebagian memandangnya positif, terutama dari kalangan koalisi pemerintah yang segera membaca ke mana arah dukungan Jokowi. Lainnya memandang negatif karena mengancam kualitas demokrasi yang sudah dibangun sejauh ini.
"Jokowi effect segera menemukan jalannya, tiba-tiba saja Golkar, PAN, hingga PKB menyatakan bergabung dengan koalisi yang dipimpin Gerindra. Untuk keputusan ini, Airlangga Hartarto harus menghadapi risiko friksi internal di partai Golkar. Sementara, sikap PDIP membuat Ganjar Pranowo yang sudah dideklarasikan Megawati Soekarnoputri sebagai bakal capres mati angin," jelas dia.
Peter menambahkan, Prabowo yang didukung banyak parpol mulai renggang dengan Muhaimin Iskandar. Padahal Gerindra sejak awal mendeklarasikan koalisi bersama PKB.
"Prabowo yang dikerubuti banyak parpol seperti mabuk kepayang, bahkan mengendur genggaman kepada 'tunangannya', Muhaimin Iskandar," tutur Peter.
Peter menyebut, Surya Paloh yang melihat potensi Muhaimin jadi cawapres Anies bergerak cepat.Tak butuh lama, pasangan Anies-Muhaimin Iskandar (Amin) resmi dideklarasikan di Hotel Majapahit, Surabaya, Jawa Timur pada 2 September 2023.