Pertama Kalinya, Kim Jong Un Akui soal Krisis Pangan Korea Utara 

Kondisi pangan "tegang" karena kegagalan di sektor pertanian

Jakarta, IDN Times - Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un menyatakan bahwa negaranya tengah menghadapi kondisi sulit yang "menegangkan" di bidang pangan. Menurutnya, hal ini disebabkan berbagai hal mulai dari musibah topan yang membuat gagal panen, serangan pandemik COVID-19 hingga sanksi internasional.

Pernyataan tersebut dilaporkan oleh media pemerintah Korea Utara, Korean Central News Agency (KCNA) pada Rabu (16/6/2021).

Baca Juga: Weh, Korea Utara Berikan Bantuan Uang Rp4,3 Miliar untuk Myanmar

1. Buntut dari panen yang gagal dan sejumlah krisis lain

Pertama Kalinya, Kim Jong Un Akui soal Krisis Pangan Korea Utara Ilustrasi ekonomi terdampak pandemik COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Dalam rapat pleno komite pusat Partai Buruh pada Selasa (15/06/2021), yang digelar untuk meninjau dan mengevaluasi kemajuan atas kebijakan utama Korut, Kim menyatakan bahwa permasalahan pangan ini adalah prioritas utama untuk saat ini. 

Dia mengatakan sektor pertanian gagal memenuhi target panen gandumnya karena bencana topan yang terjadi tahun lalu, gagalnya panen inilah yang menyebabkan banjir. Bak habis jatuh tertimpa tangga, di tahun yang sama pandemik COVID-19 menyerang dan menyebabkan sulitnya melanjutkan kegiatan secara normal.

Terdapat laporan bahwa harga pangan telah melonjak, NK News melaporkan bahwa satu kilogram pisang saja mencapai harga 45 dolar atau senilai Rp645 ribu. 

Korea Utara juga telah menutup perbatasannya untuk menahan penyebaran COVID-19. Akibatnya proses perdagangan dengan Tiongkok mengalami penurunan. Padahal selama ini, Korut mengandalkan Tiongkok dalam memenuhi kebutuhan pangan, bahan bakar, hingga pupuk.

2. Keperluan penting hingga obat-obatan mengalami kelangkaan

Pertama Kalinya, Kim Jong Un Akui soal Krisis Pangan Korea Utara Potret anak-anak Korea Utara yang mengungsi setelah banjir di Korea Utara yang dipicu oleh Topan Lionrock pada tahun 2016 (blogs.unicef.org)

Dalam rapat Selasa itu, Kim menyampaikan bahwa perekonomian Korea Utara secara keseluruhan telah meningkat pada paruh pertama tahun ini. Pada Rabu (16/6/2021), Korea Utara mengklaim bahwa produksi industrinya telah tumbuh sebesar 25 persen tahun ini.

Namun, Kim menambahkan bahwa terdapat kendala yang menghalangi upaya Partai Buruh dan mulai menyoroti kendala persediaan makanan yang terbatas. Tak hanya dalam sektor pangan, banyak keperluan penting dan obat-obatan mengalami kelangkaan.

Sejumlah keluarga di Korut bahkan mulai menjual furnitur dan perangkat rumah tangga untuk mengumpulkan uang tunai demi memenuhi kebutuhan pangan mereka. Jumlah anak-anak tunawisma yang mengais makanan juga meningkat di beberapa bagian negara.

Pengakuan Kim tentang kekurangan pangan Korea Utara dapat diartikan sebagai tanda lain bahwa kebijakan ekonominya tidak berhasil. Jumlah total warga Korea Utara yang menderita kelaparan pada saat itu tidak diketahui, tetapi diperkirakan berkisar mencapai 3 juta warga.

Ketika pandemik dan banjir melanda Korea Utara tahun lalu, Kim memerintahkan negaranya untuk menolak bantuan internasional karena khawatir justru menyebabkan penyebaran wabah COVID-19. Saat itu, Kim mengklaim bahwa negara mereka tidak memiliki kasus COVID-19, meski para ahli kesehatan tetap skeptis, hal ini mengingat sistem kesehatan masyarakat Korea Utara yang buruk.

Baca Juga: Pedekate Diplomatik AS di Bawah Biden Tidak Digubris Korea Utara

3. Korea Utara juga mengalami kesulitan karena sanksi internasional

Pertama Kalinya, Kim Jong Un Akui soal Krisis Pangan Korea Utara Presiden Korea Utara, Kim Jong-un, saat memimpin rapat Kongres Korea Utara. (Twitter.com/Korea_Friend_UK)

Situasi kian sulit karena Korea Utara juga masih terikat di bawah sanksi internasional, yang diberlakukan karena program nuklirnya. Terlebih, upaya Kim untuk mencabut sanksi tersebut tidak membuahkan hasil ketika diplomasinya dengan mantan Presiden Donald J Trump runtuh pada 2019 lalu.

Para pejabat diharapkan untuk membahas hubungan dengan AS dan Korea Selatan selama pertemuan tersebut tetapi belum ada rincian lebih lanjut yang dirilis.

Baca Juga: Laporan Rahasia PBB: Pengembangan Nuklir di Korea Utara Masih Berjalan

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya