TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

PBB: Perang Sipil Myanmar Sudah di Depan Mata!

PBB desak komunitas internasional segera ambil tindakan

Pengunjuk rasa menggelar aksi protes terhadap kudeta militer di Kota Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2/2021). Mereka menuntut pembebasan pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi. ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/wsj.

Jakarta, IDN Times – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) khawatir dengan perang sipil yang akan meletus di Myanmar dalam waktu dekat. Pernyataan itu merupakan tanggapan atas berbagai serangan yang dilakukan Tentara Pertahanan Rakyat (PDF) dalam kampanye perang defensif melawan junta.  

Di tengah situasi yang memanas, PBB mengatakan bahwa dunia hampir kehabisan waktu untuk memulihkan demokrasi dan mencegah konflik yang lebih luas terjadi di Burma.

"Konsekuensi nasionalnya mengerikan dan tragis, konsekuensi regional juga bisa sangat besar. Komunitas internasional harus melipatgandakan upayanya untuk memulihkan demokrasi dan mencegah konflik sebelum terlambat," kata Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, Michelle Bachelet, pada Kamis (23/9/2021), dikutip dari AFP.

Baca Juga: China Diam-Diam Kirim Vaksin ke Etnis Pemberontak Myanmar

1. Perang sipil di depan mata

Pendemo memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, Rabu (17/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Pada awal September, National Unity Government (NUG) atau pemerintahan bayangan yang diisi oleh politisi Liga Nasional Demokrasi (NLD) mendeklarasikan perang defensif melawan junta. NUG juga memiliki basis militan yang tergabung dalam PDF, yaitu masyarakat sipil dan etnis minoritas bersenjata yang menentang kudeta militer.

Menurut Bachelet, situasi kemanusiaan yang memburuk di Myanmar akan menghancurkan kehidupan dan harapan masyarakat.

"Konflik, kemiskinan, dan dampak pandemik meningkat tajam, dan negara menghadapi pusaran penindasan, kekerasan, dan keruntuhan ekonomi," katanya.

Di sisi lain, Bachelet juga menyoroti represivitas junta yang justru membangkitkan gerakan perlawanan, alih-alih meredam gerakan pemberontakan.

"Tren ini menunjukkan kemungkinan yang mengkhawatirkan akan terjadinya perang saudara,” ujar dia.

Baca Juga: Demonstran Myanmar Hancurkan Menara Komunikasi Milik Junta Militer

2. Lebih dari 1.100 orang meninggal dunia sejak kudeta terjadi

Demonstran memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, Jumat (19/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Bachelet mendesak komunitas internasional untuk mendukung proses rekonsiliasi yang melibatkan semua pihak. Dia juga berharap ASEAN selaku organisasi kawasan menggunakan segala instrumen, termasuk penerapan insentif dan sanksi, untuk membalikkan situasi di Myanmar.

"Stabilitas Myanmar dan jalan menuju demokrasi serta kemakmuran telah dikorbankan selama beberapa bulan terakhir, untuk memajukan ambisi elit militer yang memiliki hak istimewa dan mengakar," katanya.

Kemudian, Bachelet menyebut ada lebih dari 1.100 orang yang dilaporkan tewas di tangan pasukan keamanan sejak 1 Februari 2021. Sementara, lebih dari 8.000 lainnya, termasuk anak-anak, telah ditangkap dan sekitar 4.700 orang masih ditahan.  

Lelaki yang pernah menjadi Presien Chili itu mendesak semua pihak, terutama militer, untuk mengizinkan akses tidak terbatas kepada bantuan kemanusiaan. Bersamaan dengan itu, dia berharap rezim junta yang dipimpin Min Aung Hlaing segera membebaskan para tahanan politik.

Dia menyerukan angkatan bersenjata untuk melindungi warga sipil dan penggunaan serangan udara serta artileri di daerah pemukiman harus segera dihentikan.

Baca Juga: Pemerintah Bayangan Myanmar Serukan 'Perang Defensif' Lawan Junta

Verified Writer

Andi IR

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya