TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kejaksaan Guatemala Berniat Lengserkan Presiden Terpilih 

Disebut sebagai kudeta

ilustrasi bendera Guatemala (unsplash.com/@sakgraphy)

Jakarta, IDN Times - Jaksa Agung Guatemala Saul Sanchez mengajukan mosi menghapus impunitas terhadap presiden terpilih pada Kamis (16/11/2023). Rencananya ini dianggap sebagai alat untuk mendepak Bernardo Arevalo yang akan dilantik sebagai presiden. 

Krisis politik di Guatemala terus berlangsung usai penyelenggaraan pilpres dua putaran yang akhirnya memenangkan Arevalo. Bahkan, Kejagung Guatemala pada awal November, sudah menangguhkan partai Arevalo, Movimiento Semilla yang dituding melakukan pelanggaran. 

Sikap Kejagung Guatemala yang mengintervensi pemilu turut membuat warga kesal dan melangsungkan aksi demonstrasi akbar selama 3 pekan. Demonstrasi tersebut bahkan sempat melumpuhkan aktivitas ekonomi di negara Amerika Tengah itu. 

Baca Juga: Warga Guatemala Desak Jaksa Agung Mundur karena Intervensi Pemilu

1. Arevalo dianggap dorong mahasiswa demo di kampus pada 2022

Kejaksaan Agung Guatemala menyebut bahwa Presiden terpilih, Bernardo Arevalo dan wakilnya, Karin Herrera berpartisipasi dalam penolakan pemilu di Universidad San Carlos pada 2022. Keduanya dianggap mengajak mahasiswa untuk mengambilalih kampus. 

Dilansir La Prensa Latina, Sanchez yang ditugaskan untuk menginvestigasi kasus ini mengatakan bahwa sudah memastikan bahwa presiden terpilih mungkin saja melakukan tindak kriminalitas dengan pengambilan paksa dan pencurian properti kebudayaan. 

Ia mengungkapkan bahwa terdapat bukti-bukti yang akan digunakan untuk melawan Arevalo. Bukti tersebut meliputi potongan video bahwa Arevali tengah berada di sekitar universitas untuk menghadiri acara pendidikan. 

"Dalam dakwaan menyatakan bahwa Arevalo dituding menggunakan pengambilalihan Universitas sebagai alat untuk memuluskan pencalonannya sebagai Presiden Guatemala pada 2023," terang Sanchez. 

Baca Juga: Presiden Terpilih Guatemala Desak agar Jaksa Agung Dipecat

2. Arevalo menyebut ini sebagai kudeta

Presiden terpilih Guatemala, Bernardo Arevalo (kanan) saat menghadiri demonstrasn di Guatemala City pada Senin, (18/9/2023). (twitter.com/BArevalodeLeon)

Dalam wawancaranya dengan NPR, Arevalo memperingatkan bahwa ini adalah salah satu bentuk kudeta modern yang terjadi di Guatemala. 

"Pada abad ke-21, di seluruh dunia, kudeta akan dilakukan oleh pemangku hukum di suatu negara. Tindakan Kejaksaan Agung ini tidak dapat diterima dan merupakan sebuah bentuk kepalsuan yang memang disengaja," tuturnya. 

"Kami tidak akan mentoleransi persekusi politik dan tidak boleh kalah dalam tuntutan ini karena jika mereka berhasil menang. Maka, Guatemala akan kalah," tambahnya. 

Pengumuman dari Kejagung Guatemala itu merupakan lanjutan upaya untuk melengserkan Arevalo sebagai presiden terpilih. Padahal, ia merupakan sosok yang mengampanyekan anti-korupsi dan berhasil memenangkan pemilu dengan suara yang signifikan. 

Baca Juga: Laman Pemerintah Guatemala Diretas di Tengah Demo Akbar

Verified Writer

Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya