TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menurut Ahli, Fentanil Jadi Salah Satu Sebab Tewasnya George Floyd

Fentanyl diketahui dapat menyebabkan kehilangan oksigen

Mural mengenang seorang pria kulit hitam, George Floyd. (Pixabay.com/ArtisticOperations)

Minneapolis, IDN Times - Seorang ahli di pengadilan mengatakan bahwa seorang pria kulit hitam bernama George Floyd tewas disebabkan oleh fentanil dalam pernyataannya pada hari Kamis, 8 April 2021, waktu setempat. Bahkan, ada yang menyebut fentanil dapat menyebabkan seseorang kehilangan oksigen. Bagaimana awal ceritanya?

1. Hal ini berdasarkan dari sebuah laporan toksikologi yang dirilis bulan Juni 2020 lalu

Ilustrasi pemeriksaan laporan. (Pixabay.com/mohamed_hassan)

Dilansir dari BBC, sebuah laporan toksikologi yang dirilis bulan Juni 2020 lalu mengatakan bahwa Floyd memiliki fentanil penghilang rasa sakit dan obat metamfetamin dalam sistemnya. Sejak saat itu, pihak pembela berpendapat bahwa fentanil menyebabkan Floyd kehilangan oksigen. Namun, seorang dokter perawatan intensif, Dr. Tobin, mengatakan bahwa pernapasan Floyd tidak cukup melambat sehingga obat penghilang rasa sakit menjadi faktor penyebab hilangnya oksigen secara total.

Kemudian dalam persidangan, pembela menanyai ahli bedah polisi Kentucky, Dr. Bill Smock, yang bekerja untuk kepolisian Louisville dan ahli dalam pengobatan darurat forensik. Dr. Smock mengatakan Floyd menampilkan seperti seakan-akan "kelaparan udara", sebuah istilah ketika tubuh menjadi sangat membutuhkan oksigen. Meski overdosis fentanil dapat memperlambat pernapasan, dia mengatakan orang yang overdosis tidak menyadari bahwa mereka kekurangan oksigen dan sering terlihat mengantuk. Sebaliknya, dia justru mengatakn Floyd terlihat tampak waspada.

Pada pemeriksaan silang, ia setuju dengan pembelaan bahwa tidak ada jumlah metamfetamin yang aman dalam sistem tubuh seseorang serta bahwa overdosis metamfetamin dan fentanil mungkin terlihat berbeda dari fentanil saja. Dr. Smock juga mengatakan kepada pengadilan bahwa saat melihat rekaman tersebut, dia mendengar Floyd mengeluh karena tidak bisa bernapas sebelum dia dinyatakan tewas pada saat itu.

Baca Juga: Kasus George Floyd: Minneapolis Bayar 27 Juta Dolar AS

2. Tak hanya itu saja, posisi borgol menurut Dr. Tobin juga penting

Ilustrasi seseorang diborgol. (Pixabay.com/4711018)

Mengenai posisi borgol di belakang punggung Floyd, ditambah dengan tekanan ke bawah dari berat badan pelaku, Derek Chauvin, terhadapnya, Dr. Tobin mengatakan bahwa kemampuan Floyd untuk membesarkan dadanya sangat terganggu. Dia mengatakan menurut pendapat medisnya, Floyd meninggal setelah kadar oksigen yang rendah menghentikan jantungnya. Dr. Tobin juga menilai posisi borgol seseorang dinilai penting sehingga mengatakan bahwa posisi lutut Chauvin, menekan sisi dada dari Floyd, berarti bahwa hampir seolah-olah seorang ahli bedah telah masuk dan mengangkat paru-paru.

Dia juga menilai tidak cukup seperti itu serta menambahkan bahwa Floyd telah menggunakan sumber dayanya dan benar-benar mencoba bernapas dengan jari-jari untuk mencoba mendongkrak dadanya dan mencoba memasukkan udara ke paru-paru kanannya. Ia juga mengatakan bisa dilihat ketika Floyd tersadar, bisa dilihat sedikit kedipan dan kemudian menghilang. Kondisi dari Floyd sendiri menunjukkan tanda-tanda cedera otak sekitar 4 menit sebelum Chauvin melepaskan lututnya dari lehernya dan orang dalam kondisi sehat yang mengalami ini juga akan berakhir mati seperti yang dialami Floyd sendiri.

Baca Juga: Demonstran Bawa Peti Mati Putih Jelang Sidang Kasus George Floyd

Verified Writer

Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya