TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

WHO: Pandemik akan Setahun Lebih Lama dari Target

Saat ini, benua Eropa mengalami lonjakan kasus COVID-19

Ilustrasi pandemi COVID-19. (Pixabay.com/Alexandra_Koch)

Jakarta, IDN Times - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam pernyataannya pada Rabu (20/10) waktu setempat mengatakan bahwa pandemi COVID-19 akan berlangsung setahun lebih lama dari yang seharusnya dengan alasan beberapa negara di dunia masih belum memperoleh vaksin COVID-19. Untuk saat ini, negara-negara di Eropa kembali mengalami lonjakan kasus COVID-19 meski sebagian besar sudah divaksin.

1. Pemimpin senior WHO menyarankan negara-negara kaya memberikan tempat mereka dalam perolehan vaksin 

Dilansir dari BBC, pemimpin senior WHO, Dr. Bruce Aylward, mengatakan itu berarti krisis COVID-19 dapat dengan mudah berlarut-larut hingga tahun 2022 ini.

Kurang dari 5 persen populasi di Afrika telah divaksinasi, dibandingkan dengan 40 persen di sebagian besar benua lain.

Inggris sendiri telah mengirimkan lebih dari 10 juta vaksin ke negara-negara yang membutuhkan dan hal ini telah menjanjikan total sebanyak 100 juta vaksin.

Dr. Aylward mengimbau kepada negara-negara kaya untuk menyerahkan tempat mereka dalam antrian vaksin agar perusahaan farmasi dapat memprioritaskan negara-negara berpenghasilan terendah sebagai gantinya.

Dia mengatakan negara-negara kaya perlu menginventarisasi di mana mereka berada dengan komitmen sumbangan mereka yang dibuat pada pertemuan puncak seperti Pertemuan G7 di St. Ives pada musim panas ini.

"Saya dapat memberitahu anda kami tidak di jalur. Kami benar-benar perlu mempercepatnya atau anda tahu? Pandemi ini akan berlangsung selama setahun lebih lama dari yang seharusnya," ungkap pernyataan dari Dr. Aylward seperti yang dilansir dari BBC.

Baca Juga: WHO Sahkan Mosquirix, Vaksin Malaria Pertama di Dunia

2. Sebuah kelompok amal sempat memberikan kritikan kepada Inggris dan Kanada terkait penyediaan vaksin 

Ilustrasi pandemi COVID-19. (Pixabay.com/Caniceus)

Aliansi amal The People's Vaccine telah merilis angka baru yang menunjukkan hanya 1 dari 7 dosis yang dijanjikan oleh perusahaan farmasi dan negara-negara kaya benar-benar mencapai tujuan mereka di negara-negara miskin.

Sebagian besar vaksin COVID-19 telah diberikan di negara-negara dengan berpenghasilan tinggi atau menengah ke atas. Benua Afrika hanya menyumbang sekitar 2,6 persen dari dosis yang diberikan secara global.

Kelompok amal, yang mencakup Oxfam dan UNAids, juga mengkritik Kanada dan Inggris karena menyediakan vaksin untuk populasi mereka sendiri melalui program global Covax yang didukung oleh PBB untuk mendistribusikan vaksin secara adil.

Angka resmi menunjukkan bahwa awal tahun 2021 lalu Inggris menerima 539.370 dosis vaksin Pfizer sementara Kanada mengambil hanya di bawah 1 juta dosis vaksin AstraZeneca.

Ide awal di balik adanya Covax adalah bahwa semua negara di dunia akan dapat memperoleh vaksin, termasuk negara-negara kaya.

Akan tetapi, sebagian besar negara G7 justru memutuskan untuk menahan diri begitu mereka mulai membuat kesepakatan pribadi dengan perusahaan farmasi.

Penasihat Kesehatan Global Oxfam, Rohit Malpani, mengakui bahwa Kanada dan Inggris secara teknis berhak mendapatkan vaksin melalui rute ini setelah membayar ke mekanisme Covax, tetapi dia mengatakan itu masih tidak dapat dipertahankan secara moral mengingat bahwa mereka berdua telah memperoleh jutaan dosis melalui perjanjian bilateral mereka sendiri.

Baca Juga: WHO Buat Standar Baru Tingkat Aman Polusi Udara

Verified Writer

Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya