TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Melacak Asal Dana dan Persenjataan Taliban

Perang dan bisnis, dua hal yang sulit dipisahkan

Seorang pejuang Taliban terlihat saat dia berdiri di kota Ghazni, Afghanistan, Sabtu (14/8/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer.

Jakarta, IDN Times - Sepak terjang Taliban di Afghanistan tidak mungkin berhasil jika mereka tidak memiliki senjata dan uang. Meskipun Taliban tidak memiliki alutsista canggih, namun senjata dan amunisi seadanya yang disokong semangat juang tetap membuat mereka memenangi pertempuran.

Sampai hari ini belum ada yang dapat memastikan bagaimana Taliban bisa mendapatkan senjata selain merampas kendaraan tempur dan persenjataan buatan Amerika Serikat dari militer Afghanistan.

Taliban sendiri, dalam pernyataan resminya, tidak menjelaskan secara rinci siapa saja yang membantunya. Namun, dengan banyaknya kepentingan sejumlah negara di Afghanistan, Taliban pasti tidak sendirian. 

Berikut adalah beberapa informasi mengenai asal muasal dana dan alat tempur yang dimiliki Taliban. 

Baca Juga: Bukan Cuma Negara, Taliban Kuasai Harta Afghanistan 1 Triliun Dolar

1. Perdagangan opium dan tambang ilegal

Lahan pertanian opium di Afganistan. twitter.com/AANafgh

pascapenarikan mundur besar-besaran pasukan AS pada 2014, Taliban secara bertahap berhasil menaklukkan beberapa wilayah di Afghanistan. Daerah-daerah tersebut secara tidak langsung menjadi pundi uang yang dibutuhkan Taliban. Afghanistan yang terkenal dengan opium dan kekayaan tambangnya, membantu Taliban dalam menghasilkan uang untuk membeli senjata di pasar gelap. 

Dikutip dari RFE/RL, menurut laporan yang disampaikan Taliban, penghasilan mereka mencapai 1.6 miliar dolar AS atau setara dengan 23 triliun rupiah per tahun. Sebagian besar penghasilan tersebut berasal dari dua industri utama mereka. Industri tambang menyumbang 464 juta dolar AS sedangkan obat-obatan, opium hingga heroin, menghasilkan 416 juta dolar AS. 

Selain tambang dan obat-obatan, Taliban juga mendapat sumbangan dari negara asing serta individual sebesar 240 juta dolar AS. Lalu, 240 juta dolar AS lainnya berasal dari ekspor, 160 juta dollar AS dari pajak, dan 80 juta dolar AS dari perumahan.

Walaupun begitu, beberapa ahli menilai pemasukan Taliban ikut berasal dari pemerasan, perdagangan narkoba ilegal, dan penculikan demi uang tebusan.  Uang-uang ini yang digunakan Taliban untuk membeli persenjataan di pasar gelap dan membayar gaji pejuang-pejuangnya agar tetap setia bertempur.

Baca Juga: Fakta-Fakta Taliban: Sejarah 'Pelajar' Mengangkat Senjata

2. Rusia

Presiden Vladimir Putin dan Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu dalam perayaan Hari Angkatan Laut Rusia, pada 26 Juli 2020. twitter.com/PatilSushmit

Kisah pahit yang dimiliki Rusia di Afghanistan semasa Uni Soviet, tidak membuat Kremlin melupakan negara itu begitu saja. Itulah dugaan yang dimiliki pejabat-pejabat di intelijen Amerika Serikat yang menuduh bahwa Federasi Rusia mendukung Taliban dengan mengirimkan senjata. 

Melansir VOA, pemerhati dan pakar intelijen asal Amerika Serikat sepakat bahwa Rusia mendukung operasi militer Taliban di Afghanistan dengan bantuan uang, pelatihan militer, dan pengiriman senjata serta amunisi. AS menyebut ada laporan yang menyebutkan bahwa Rusia membayar Taliban untuk membunuh prajurit mereka di Afghanistan.

Itu salah satu bukti tidak resmi yang membuat sejumlah pihak percaya Rusia telah bermain dengan Taliban. Sebagai rival di geopolitik, Rusia memang sering mendapat tuduhan dari AS, meski hal serupa juga berlaku sebaliknya.

3. Amerika Serikat

Potret militan Taliban di Afghanistan(namnewsnetwork.org)

Merunut sejarah panjang, AS pun menjadi salah satu negara yang berperan dalam turut berperan dalam menyokong persenjataan dan melatih kelompok cikal bakal Taliban, Mujahidin Afghanistan.

Kelompok gerilya ini kemudian bertransformasi menjadi Taliban sekitar awal 1990. Mereka disokong badan intelijen AS, Central Intelligence Agency (CIA) dan badan intelijen Pakistan, Inter-Services Intelligence directorate (ISI), saat berperang melawan Uni Soviet selama 1979-1989, dilansir Council on Foreign Relations.

Meski demikian, sejarah mencatat AS kemudian menjadi musuh terbesar Taliban sejak September 2001, usai peristiwa serangan 9/11. Saat itu, AS memutuskan menginvasi Afghanistan di bawah pemerintahan Taliban karena dianggap menyembunyikan pemimpin al-Qaeda, Osama bin Laden, yang menjadi dalang 9/11.

Dengan kondisi Afghanistan yang sejak dahulu dipenuhi kepentingan banyak pihak, tuduhan-tuduhan yang disampaikan AS ke Rusia maupun sebaliknya, belum dapat dipastikan kebenarannya hingga kini.

Baca Juga: Taktik Perang Taliban hingga Menangkan Pertempuran di Afghanistan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya