TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Anak-anak Sekolah Italia Protes Penutupan Sekolah Selama COVID-19 

Protes dimulai dari seorang bocah 12 tahun 

Anak-anak sekolah Italia protes ingin masuk sekolah lagi. Ilustrasi (pexels.com/Julia M Cameron)

Roma, IDN Times – Wabah virus corona telah membunuh lebih dari 45.000 orang di Italia. Gelombang kedua virus dari Wuhan tersebut telah membuat Italia kembali terpukul dan berusaha untuk tidak melakukan penguncian (lockdown) nasional karena khawatir ekonomi akan ambruk. Italia menerapkan penguncian parsial, meniru apa yang dilakukan oleh negara tetangga, Jerman.

Selama hantaman gelombang kedua virus corona, beberapa wilayah yang paling parah mendapatkan predikat zona merah. Salah satunya adalah kota Piedmont yang terletak sekitar 700 km di sebelah barat laut ibukota Roma, berbatasan dengan Lombardy dan Valle d’Aosta. Sekolah dan toko-toko di tutup, orang-orang yang keluar rumah diatur dengan ketat di Piedmont.

Anak-anak sekolah kemudian melakukan protes dengan kalem. Mereka ingin belajar di dalam sekolah bersama guru-guru dan teman-temannya. Protes yang mereka lakukan adalah, duduk di depan sekolahan, mengenakan jaket, kaos tangan dan masker sambil melanjutkan pelajaran jarak jauh mereka dengan komputer atau tablet.

1. ‘Belajar di sekolah adalah hak kita’

Sekolah daring melelahkan dan kadang jaringan internet putus-putus sehingga mengganggu proses belajar. Ilustrasi (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Gerakan protes itu lambat laun merebak di seluruh Italia. Gerakan tersebut kemudian mendapat julukan Priorita alla Scuola atau Prioritas ke Sekolah. Guru-guru dan orang tua murid bergabung dengan gerakan untuk memperjuangkan sistem pendidikan yang lebih baik.

Siapa yang memulai gerakan tersebut? Gerakan itu bermula dari seorang gadis kecil berusia 12 tahun bernama Anita Iacovelli. Ia pergi ke sekolah setiap hari sejak 6 November meski sekolah tutup. Menurut The Guardian, Anita duduk di luar sekolah Italo Calvino, melanjutkan belajar jarak jauh di depan sekolah, dan dibelakangnya tertulis poster “Belajar di sekolah adalah hak kita” (21/11).

Teman-teman Anita kemudian ikut bergabung dengannya, salah satunya Lisa Rogliatti dan kemudian teman sekelas lainnya. Ketika awal diumumkan sekolah ditutup, mereka senang. Namun setelah berbulan-bulan belajar jarak jauh, mereka akhirnya lelah dan merasa sangat berat melaksanakannya.

Baca Juga: Sejuta Lebih Terinfeksi, Italia Bakal Terapkan Lockdown Ringan

2. Menarik perhatian Menteri Pendidikan Italia

Lucia Azzolina, Menteri Pendidikan Italia (instagram.com/luciaazzolina)

Kota Piedmont masuk ke dalam zona merah. Jam malam di Piedmont diterapkan oleh pemerintah lokal dari mulai jam 11 malam hingga jam 5 pagi. Jam malam tersebut dimulai pada tanggal 26 Oktober 2020. Pembatasan yang “sangat ketat” diterapkan di Piedmont pada Jum’at 6 November dan membuat kota tersebut melakukan penguncian untuk menekan lonjakan infeksi virus corona.

Penguncian ini berarti orang-orang hanya dapat meninggalkan rumah untuk pekerjaan, kesehatan, atau darurat. Namun anak-anak hanya ingin sekolah. Mereka terus berangkat ke sekolah dan duduk di luar bangunan untuk kemudian melanjutkan pelajaran secara jarak jauh. Akhirnya gerakan tersebut mendapat perhatian dari Menteri Pendidikan Italia, Lucia Azzolina.

Melansir dari laman berita The Local, Menteri Pendidikan menelpon Anita, menyukai gaya protesnya dan berusaha secepatnya untuk mencari cara bagaimana segera membuka sekolah kembali. Anita hanya ingin menyampaikan pesan bahwa sekolah adalah tempat aman. “Kami selalu mamakai masker, jendelanya terbuka dan ada gel tangan (hand sanitizer)” kata Anita.

Baca Juga: COVID-19: Italia Capai Kematian Tertinggi dalam 6 Bulan Terakhir 

Verified Writer

Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya