TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Apa Itu Koridor Kemanusiaan yang Disepakati di Perang Rusia-Ukraina?

Koridor kemanusiaan sering diterapkan dalam peperangan

Ilustrasi warga Ukraina berusaha mengungsi (Twitter.com/Dmytro Kuleba)

Jakarta, IDN Times - Pada 3 Maret, negosiator Rusia dan Ukraina bertemu. Mereka sepakat perlunya 'koridor kemanusiaan' diberlakukan di Ukraina. Kesepakatan dilakukan atas beberapa desakan, termasuk dari Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Serangan Rusia ke Ukraina telah menciptakan kengerian peperangan di abad ke-21. Gedung-gedung hancur dan ratusan warga sipil tewas. Dalam upaya pengepungan kota-kota di Ukraina oleh pasukan Rusia, banyak warga sipil yang terjebak dalam peperangan itu.

'Koridor kemanusiaan' diperlukan untuk membuat jalur evakuasi bagi warga sipil. Mereka yang terjebak di tengah pertempuran, diupayakan bisa meninggalkan kota dan tidak menjadi korban dalam peperangan antar tentara yang bermusuhan.

Apa sebenarnya 'koridor kemanusiaan' itu? Apakah akan efektif menyelamatkan penduduk sipil sehingga krisis kemanusiaan yang lebih parah dapat dicegah? Berikut ini penjelasannya!

Baca Juga: Presiden Ukraina: Koridor Kemanusiaan Gagal karena Rusia Ingkar Janji

Baca Juga: Dialog Damai Ronde 2 Rusia-Ukraina: Sepakat Bentuk Koridor Kemanusiaan

1. 'Koridor kemanusiaan' muncul pada 1993 di Bosnia

ilustrasi perang (Unsplash.com/Hasan Almasi)

Ada banyak peperangan mematikan yang terjadi usai Perang Dunia II. Salah satu di antaranya adalah perang di Bosnia. Pada 1992, tentara Serbia melakukan perang yang mengarah pada genosida untuk mengusir orang non-Serbia, dilansir United States Holocaust Memorial Museum (USHMM).

Ada banyak pelanggaran hak asasi manusia dalam peperangan itu. Orang-orang non-Serbia jadi target pemerkosaan dan pembunuhan serta pengusiran. Pasokan listrik dan air juga diputus dan bantuan kemanusiaan sulit untuk dikirimkan.

Kota Srebrenica di Bosnia timur dengan cepat dibanjiri pengungsi. Dalam perang yang semakin brutal dan krisis kemanusiaan yang meningkat, PBB telah berupaya untuk menyelesaikan krisis.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah menciptakan daerah aman, yakni zona demiliterisasi di Srebrenica, Bihac, Gorazde, Sarajevo, Tuzla dan Zepa. Tempat-tempat itu disebut United Nations Safe Areas atau Zona Aman PBB. Keputusan tersebut dibentuk pada tahun 1993 dan menjadi upaya menciptakan 'koridor kemanusiaan'.

Inilah yang jadi cikal-bakal koridor kemanusiaan dalam perang-perang mematikan selanjutnya, di mana disepakati tempat untuk menyelamatkan warga sipil dan jalur evakuasi dari pertikaian antara militer.

Baca Juga: Rusia Langgar Gencatan Senjata di 2 Kota Ukraina, Evakuasi Mandek

2. Tujuan mulia secara teori diciptakannya zona aman

Bendera PBB. (Wikimedia.org/Denelson93)

Zona aman yang ditetapkan seharunya melibatkan semua pihak yang berkonflik. Mereka harus setuju untuk tidak melakukan kegiatan aksi militer seperti pertempuran dan wilayah itu jadi tempat aman bagi warga sipil dan pengungsi atau untuk tentara yang terluka.

Dengan adanya zona aman, maka diharapkan ada upaya penyelesaian konflik, terutama secara politik untuk pihak yang bersitegang. Warga sipil yang menderita karena terjebak di tengah peperangan, bisa diselamatkan ke zona aman. Bantuan kemanusiaan kepada mereka, dapat dikirimkan dan terbebas dari ancaman serangan.

Ada tujuan yang mulia dalam rencana penciptaan zona aman sebagai koridor kemanusiaan. Ini dilakukan untuk meminimalisir kejahatan dan krisis kemanusiaan. Secara teori, ini memiliki tujuan yang mulia.

Badan penyiaran AS, Radio Free Europe/Radio Liberty (RFERL) melaporkan, Wakil Kepala Komunikasi untuk Delegasi Komite Internasional Palang Merah, Trevor Keck, menilai zona aman sebenarnya bukan istilah resmi menurut hukum internasional. Tapi dalam hukum humaniter internasional (IHL) mengizinkan sejumlah zona, seperti area yang dinetralisir untuk nonkombatan dan kombatan yang terluka sebagai zona demiliterisasi.

3. Gagalnya zona aman sebagai koridor kemanusiaan

Secara teori, gagasan zona aman itu sangat mulia. Tapi secara praktik, setiap tempat memiliki hasil berbeda. Bahkan ketika konflik Serbia-Bosnia saat zona aman sebagai koridor kemanusiaan disepakati pertama kali, strategi ini dipandang gagal.

Warga muslim Bosnia yang melarikan diri dan mengungsi ke zona aman, dibantai secara sistematis oleh pasukan Jenderal Ratko Mladic, pemimpin tentara Serbia.

Dalam laporan Human Rights Watch (HRW), pasukan penjaga perdamaian PBB dinilai melakukan kesalahan penanganan krisis, tidak mampu melindungi para pengungsi muslim Bosnia dari serbuan pasukan Serbia.

Pada Juli 1995, pria dewasa dan pria anak-anak dibantai. Sekitar 8000 orang tewas. Perempuan dan anak perempuan diperkosa. 400 tentara Belanda bersenjata ringan di Srebrenica sebagai pasukan PBB, tidak mampu menghentikan hal itu.

Louis Charbonneau, direktur HRW untuk PBB mengatakan, "zona aman ini memiliki sejarah yang sangat buruk. Kamu memiliki segala macam risiko begitu kamu memusatkan orang di satu tempat seperti itu. Mereka adalah target."

4. Praktik koridor kemanusiaan di perang Suriah

Anak-anak korban konflik di Suriah. (Twitter.com/USAID Middle East)

Meski zona aman yang dirancang sebagai koridor kemanusiaan dipandang gagal pada pertama kali istilah itu diterapkan, tapi praktik tersebut masih dilanjutkan dalam beberapa konflik mematikan selanjutnya.

Di Ethiopia, ketika pemerintah pusat berperang melawan pasukan pemerintah regional Tigray sejak 2020 sampai saat ini, zona aman koridor kemanusiaan juga dicari untuk membantu jutaan warga sipil yang menderita karena blokade.

Praktik koridor kemanusiaan juga pernah dilakukan di Suriah. Pasukan oposisi pro-demokrasi berusaha menggulingkan rezim Presiden Bashar al-Assad. Rusia intervensi pada tahun 2015 untuk membantu Assad.

Dalam strategi menghadapi pasukan pejuang pro-demokrasi, dilansir Associated Press, Suriah dan militer Rusia menerapkan strategi pengepungan kota, terkadang selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun. Pengepungan seperti itu, dengan dibarengi bombardir dari udara, artileri dan roket yang merusak banyak fasilitas publik, termasuk rumah sakit dan perumahan warga.

Akhirnya proposal koridor kemanusiaan diajukan oleh kubu Rusia-Suriah yang membuat warga sipil atau bahkan pejuang bisa meninggalkan wilayah itu ke tempat aman. Umumnya, mereka diungsikan ke Idlib yang saat ini jadi salah satu tempat berkumpulnya para oposisi Suriah.

Tapi koridor kemanusiaan di Suriah juga memiliki hasil yang berbeda. Afraa Hashem, aktivis yang selamat dari pengepungan Aleppo dan kini tinggal di London menjelaskan "ketika mereka berbicara koridor kemanusiaan atau gencatan senjata, kami tidak pernah mempercayai mereka. Bagaimana Anda bisa mempercayai seseorang untuk menghentikan siapa yang selalu mengebom Anda?" katanya.

"Setelah empat tahun di bawah pengeboman, mereka memaksa kami pergi, begitulah adanya. Mereka tidak menyelamatkan kami. Mereka menempatkan kami di area bom lain, Idlib," tambah Hashem.

Verified Writer

Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya