TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Wah, Rusia Sudah Mulai Imunisasi Massal COVID-19 di Moskow

Warga diberi vaksin Sputnik V yang belum selesai uji klinis

Ilustrasi papan pengumuman di Rusia yang meminta agar publik mengenakan masker (ANTARA FOTO/REUTERS/Eduard Korniyenko)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Rusia mulai menggelar program imunisasi massal bagi warganya sejak Sabtu, 5 Desember 2020 lalu. Mereka menggunakan vaksin Sputnik V dan didistribusikan ke publik. 

Stasiun berita BBC, Sabtu kemarin melaporkan puluhan ribu warga Rusia telah mendaftar untuk menerima dua suntikan vaksin COVID-19. Tetapi, belum diketahui apakah produsen vaksin bisa memproduksi vaksin tersebut untuk semua warga Rusia. 

Produsen vaksin Sputnik V, Institut Gamaleya diprediksi hanya bisa memproduksi hingga dua juta vaksin hingga akhir 2020. Wali Kota Moskow, Sergei Sobyanin mengatakan vaksin Sputnik V ditawarkan 13 juta penduduk ibu kota Rusia itu yang bekerja di sekolah, sektor kesehatan dan pekerja sosial. Daftar penerima vaksin akan bertambah seiring dengan ketersediaan jumlah vaksin yang meningkat. 

Proses pendaftaran untuk menerima vaksin COVID-19 dilakukan secara daring. Warga Moskow yang sehat dan berusia 18-60 tahun diizinkan melakukan pendaftaran dan melakukan imunisasi di 70 titik fasilitas kesehatan. Tempat itu akan melayani program imunisasi massal pada pukul 08:00 hingga 20:00 waktu setempat. Aturannya, suntikan kedua akan diberikan kepada warga selang 21 hari dari suntikan pertama. 

Lalu, apa reaksi yang dirasakan oleh warga Rusia usai menerima vaksin Sputnik V? Apakah ada dampak negatif yang mereka rasakan?

Baca Juga: Rusia akan Jual Vaksin Sputnik V Rp141 Ribu untuk Pasar Internasional

1. Warga tetap merasa tenang meski disuntik vaksin COVID-19 yang belum selesai hasil uji klinis

Ilustrasi logo vaksin Sputnik V dari Rusia (www.twitter.com/@sputnikvaccine)

Jurnalis BBC, Sarah Rainsford mengatakan sejumlah tenaga kesehatan dan guru sudah diberikan vaksin COVID-19 Sputnik V di beberapa klinik di pusat kota Moskow. Meski vaksin tersebut belum rampung uji klinis, namun dari observasi Rainsford, mereka tetap terlihat tenang. Padahal, vaksin yang belum dinyatakan lolos uji klinis tahap ketiga tidak terjamin kemanjuran dan efektivitasnya. 

Namun, menurut seorang dokter pasien COVID-19 yang ditangani di rumah sakit tempat ia bekerja memilih untuk mengambil risiko dan bersedia disuntik vaksin Sputnik V. Sedangkan, ketika ia menanyakan warga Moskow lainnya, ia mengaku khawatir dengan vaksin Sputnik V. Tetapi, ia menilai harus ada yang bersedia memulai untuk menerima vaksin tersebut. 

"Semua orang yang hadir di klinik itu mengaku mereka sukarela bersedia disuntik vaksin COVID-19 Sputnik V. Para pasien sempat ditanyakan beberapa pertanyaan mengenai kesehatan sebelum memperoleh vaksin yang diambil dari lemari pendingin, lalu 15 menit kemudian baru dapat digunakan," tutur Rainsford. 

Diprediksi tetap akan ada dampak samping dari vaksin Sputnik V. Tetapi, diperkirakan dampaknya ringan dan hanya berlangsung selama dua hari. Sementara, laporan dari stasiun berita Al Jazeera, imunitas akan mulai terbentuk di dalam tubuh usai 42 hari disuntikan vaksin. 

2. Ahli kesehatan khawatir terhadap cepatnya pembuatan vaksin Sputnik V

Ilustrasi Vaksin (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara, para ahli mengaku khawatir terhadap cepatnya Rusia dalam membuat vaksin Sputnik V. Apalagi otoritas kesehatan setempat langsung memberikan lampu hijau untuk penggunaan darurat. Imunisasi massal sebelum tahapan uji klinis rampung dinilai berbahaya bagi keselamatan manusia. 

Tak heran bila muncul rasa skeptis terhadap kemanjuran vaksin Sputnik V. Walaupun Rusia mengaku tingkat kemanjurannya mencapai 95 persen. 

"Rasa skeptisme ini muncul dari fakta vaksin itu dikembangkan dengan sangat cepat dan terlihat lebih cepat untuk diedarkan ke publik bila dibandingkan dikembangkan, misalnya di Inggris," ungkap pengajar di  University of Reading, Simon Clarker dan dikutip dari stasiun berita Al Jazeera

Ia juga menilai terlalu dini bila mengklaim vaksinnya ampuh hingga 95 persen. Sebab, Institut Gamaleya hanya menggunakan kelompok yang jumlahnya sangat sedikit. "Yang perlu diingat (vaksin) tidak diberikan ke orang-orang yang berusia di atas 60 tahun karena mereka adalah kelompok yang rentan," kata Clarker lagi. 

Namun, Badan Investasi Asing Langsung Rusia (RDIF) yang membiayai penelitian dan pengembangan vaksin COVID-19 menepis Sputnik V tidak aman. 

Baca Juga: 20 Negara Mau Pesan Vaksin Corona Sputnik V Rusia, Indonesia Juga? 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya