TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

ASEAN: Myanmar Sepakati Gencatan Senjata 

Demi bantuan kemanusiaan yang akan mulai masuk

Pendemo memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, Rabu (17/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Jakarta, IDN Times – Junta militer Myanmar telah menyetujui seruan ASEAN untuk gencatan senjata sampai akhir tahun, demi memastikan distribusi bantuan kemanusiaan. Pernyataan itu disampaikan utusan khusus ASEAN untuk Myanmar, Erywan Yusof, saat berkomunikasi dengan Menteri Luar Negeri Myanmar Wunna Maung Lwin melalui konferensi video.

"Ini bukan gencatan senjata politik. Ini adalah gencatan senjata untuk memastikan keselamatan, (dan) keamanan pekerja kemanusiaan" kata Erywan pada Minggu (5/9/2021), dikutip dari Kyodo News.

"Mereka tidak memiliki perbedaan pendapat dengan apa yang saya katakan, sehubungan dengan gencatan senjata," tambah Erywan yang merupakan Menteri Luar Negeri II Brunei Darussalam.

Baca Juga: [WANSUS] Dubes ASEAN Bicara Stabilitas, COVID-19 dan Kudeta Myanmar

1. Bantuan kemanusiaan akan memasuki Myanmar

Pengunjuk rasa menggelar aksi protes terhadap kudeta militer di Kota Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2/2021). Mereka menuntut pembebasan pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi. ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/wsj.

Pada saat yang sama, Erywan juga mengabarkan bahwa dia telah menyampaikan proposal kepada partai-partai yang menentang kekuasaan junta. Juru bicara junta tidak menjawab panggilan Reuters ketika dimintai komentar lebih lanjut.

Adapun nilai bantuan yang dijanjikan ASEAN dan mitra dialognya adalah 8 juta dollar AS (sekitar Rp113 miliar).

Baca Juga: PBB Khawatir Partai NLD Segera Dibubarkan Junta Militer Myanmar

2. Utusan khusus ASEAN ingin menjangkau seluruh pihak

Penasehat Negara dan Menteri Luar Negeri Myanmar Aung San Suu Kyi (ANTARA FOTO/Ye Aung Thu)

Melalui wawancara dengan Reuters pada Sabtu (4/9/2021), Erywan berkata, dia masih bernegosiasi dengan militer terkait persyaratan memasuki Myanmar yang diagendakan pada Oktober nanti.

Salah satu kesepkatan yang belum tercapai adalah akses terhadap pemimpin terkudeta Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint, yang saat ini keduanya ditetapkan sebagai tahanan politik.

"Yang kami serukan sekarang adalah agar semua pihak melakukan penghentian kekerasan, terutama terkait dengan distribusi bantuan kemanusiaan," ulas Erywan.

Baca Juga: Indonesia Kecewa Konsensus ASEAN untuk Myanmar Tak Bertaring

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya