Imbas Pandemik, 500 Ribu Perempuan di Dunia Jalani Pernikahan Anak
Bencana wabah COVID-19 menjadi pemicu pernikahan anak
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Pernikahan anak melonjak di Asia dan negara-negara berkembang di berbagai belahan dunia. Praktik itu diduga terjadi karena dampak kemiskinan imbas pandemik COVID-19.
Dilansir dari Asia Nikkei, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan pernikahan anak sebagai perkawinan seseorang yang belum dewasa atau anak-anak yang masih berusia di bawah 18 tahun.
Kelompok kemanusiaan internasional, Save the Children, memperkirakan bahwa ada sekitar 500 ribu pernikahan anak di seluruh dunia selama 2020. Kelompok itu memperkirakan, hingga 2025 pernikahan anak akan bertambah sekitar 2,5 juta kasus.
Baca Juga: Eksploitasi Anak di Daerah Bencana, Dinikahkan Hingga Diperdagangkan
1. Pernikahan anak di India jadi sorotan
Wilayah Asia Selatan, termasuk India, dilaporkan paling banyak terjadi kasus pernikahan anaknya. Tren serupa juga meningkat di Afrika Barat dan Tengah, Amerika Selatan, dan kawasan Karibia, wilayah yang progres vaksinasi vaksinasi COVID-19 sangat lambat.
India telah mengusulkan regulasi yang menaikkan usia pernikahan minimum bagi perempuan dari 18 menjadi 21 tahun.
"Kami melakukan ini agar mereka memiliki waktu untuk belajar dan berkembang," kata Perdana Menteri India, Narendra Modi, setelah RUU Larangan Pernikahan Anak diperkenalkan di parlemen pada 22 Desember.
"Negara mengambil keputusan ini untuk anak perempuannya."
Data pemerintah India melaporkan, pada 2020 terjadi 785 pernikaan anak, meningkat 50 persen dari tahun sebelumnya dan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan di tengah pandemik, membuat hidup semakin sulit bagi keluarga miskin
Baca Juga: Penyesalan Anak-anak Korban Pernikahan Dini di Tengah Pandemik