TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Taliban Vs Afganistan: 5.000 Keluarga Mengungsi, Warga Dipersenjatai

Rakyat sipil diberi senjata untuk melawan Taliban

Cuplikan suasana di wilayah yang dikuasai Taliban. twitter.com/pagossman

Jakarta, IDN Times - Sekitar 5.000 keluarga di Kunduz, Afganistan, terpaksa meninggalkan rumahnya akibat pertempuran antara Taliban dengan pemerintah. Para pejabat mengatakan, eskalasi konflik terjadi di tengah penarikan pasukan Amerika Serikat (AS) dan NATO dari Afganistan.

Dilansir dari Al Jazeera, pertempuran sengit terjadi di Provinsi Kandahar dan Baghlan, daerah-daerah yang telah direbut kembali oleh pasukan pemerintah. Tetapi, pasukan Taliban masih menguasai sebagian daerah Pul-e-Khumri di Baghlan Tengah.

Taliban telah menguasai puluhan distrik sejak pasukan NATO, yang dipimpin AS, mulai menarik diri sejak Mei 2021. Taliban, yang melancarkan pemberontakan senjata sejak 2001, juga telah mengepung Kota Kunduz.

Dalam beberapa tahun terakhir, Kota Kunduz sempat jatuh dua kali ke tangan Taliban. Kini, kekuasaan mereka meluas hingga perbatasan Tajikistan.

Baca Juga: Mortir Hantam Pesta Pernikahan di Afganistan, 6 Orang Tewas

1. Eskalasi konflik di berbagai daerah menyebabkan kesulitan mengungsi

Kelompok Taliban melakukan gencatan senjata selama hari libur Idul Fitri. (Twitter.com/singlebuchi)

Menanggapi ekslasi konflik, Direktur Departemen Pengungsi dan Pemulangan Kunduz, Ghulam Sakhi Rosuli, melaporkan sedikitnya 5.000 keluarga terpaksa mengungsi, sebanyak 2.000 di antaranya melarikan diri ke Kabul atau provinsi lain.

Rahmatullah Hamnawa, seorang jurnalis yang berbasis di Kunduz, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa dia terpaksa memindahkan keluarganya dari satu area konflik.

"Kami mendengar suara tembakan dan pertempuran sepanjang malam," katanya, seraya menambahkan setidaknya sudah seminggu sejak pertempuran berkobar di beberapa bagian kota dan daerah sekitarnya.

“Orang-orang yang melarikan diri dari Kunduz terpaksa mengambil rute memutar melalui Provinsi Samangan ke Mazar-e-Sharif, sekitar 110 km (68 mil) jauhnya ke barat daya. Jalan yang lebih pendek tidak aman dan penuh dengan pos pemeriksaan dan ranjau,” sambung Hamnawa.

Hamnawa mengungkap, Provinsi Samangan yang dulunya merupakan wilayah paling aman di Afganistan, akhirnya tidak lagi terbebas dari kekerasan. “Oleh sebab itu, perjalanan tiga jam melalui Samangan dapat memakan waktu hingga tujuh jam sekarang.”

2. Belum semua pengungsi bisa mengakses bantuan kemanusiaan

Potret militan Taliban di Afghanistan(namnewsnetwork.org)

Banyak pengungsi berlindung di sekolahan kota. Menurut pengakuan Anggota Dewan Provinsi Kunduz, Ghulam Rabbani, mereka telah diberi makanan dan barang-barang pokok lainnya. Tetapi, tidak sedikit pula pengungsi yang mengeluh karena belum menerima bantuan.

"Kami enam keluarga yang tinggal bersama di sini selama tiga hari. Anda dapat melihat anak-anak saya duduk di tanah," kata Juma Khan, yang melarikan diri bersama keluarganya.

“Kami masih belum menerima bantuan apa pun. Sebuah tim datang hari ini untuk mensurvei beberapa keluarga, tetapi setelah beberapa menit mereka pergi,” kata Akhtar Mohammad, yang juga mengungsi di sekolah tersebut.

Sebanyak 8.000 keluarga lainnya telah mengungsi di Provinsi Kunduz setelah sebulan bentrokan sporadis antara Taliban dan pasukan pemerintah, kata Rasouli.

Baca Juga: 5 Negara Penyumbang Prajurit Terbanyak di Afganistan, Siapa Tersisa?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya