TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tolak Kudeta Militer, Dokter di Myanmar Mogok Kerja saat Pandemik!

"Saya akan kembali kerja kalau militer kembali ke barak"

Prajurit Myanmar melihat saat mereka berdiri di dalam balai kota Yangon setelah mereka menduduki gedung tersebut, di Yangon, Myanmar, Senin (1/2/2021). (ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/WSJ)

Jakarta, IDN Times - Staf kesehatan di 70 rumah sakit dan departemen medis di 30 kota di seluruh Myanmar melakukan mogok kerja pada Rabu (3/2/2021), sebagai ekspresi penolakan terhadap kudeta militer yang menggulingkan pemerintahan sipil pada Senin (1/2/2021) lalu.

Mereka menolak untuk mematuhi rezim yang memulai kudeta, yang dilancar dengan menahan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint, atas alasan pasukan militer juga lebih mementingkan kekuasaan daripada kesehatan di tengah pandemik COVID-19.

"Kami menolak untuk mematuhi perintah apa pun dari rezim militer tidak sah, yang menunjukkan bahwa mereka tidak peduli dengan pasien kami yang malang," demikian pernyataan dari kelompok yang menamakan dirinya sebagai Gerakan Pembangkangan Sipil Myanmar, sebagaimana dilaporkan The Insider.

Baca Juga: Aung San Suu Kyi Minta Rakyat Myanmar Protes Kudeta Militer

1. Dokter tidak akan kembali ke rumah sakit hingga militer kembali ke barak

Kendaraan bersenjata Tentara Myanmar berkendara melewati sebuah jalan setelah mereka mengambil kekuasaan dalam sebuah kup di Mandalay, Myanmar, Selasa (2/2/2021). (ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer)

Ungkapan protes lain, disampaikan oleh dokter yang enggan menunjukkan identitasnya, menegaskan bahwa mereka tidak akan kembali ke rumah sakit sebelum militer yang dipimpin oleh Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Min Aung Hlaing kembali ke barak.

"Saya tidak punya acuan berapa lama saya akan melakukan pemogokan ini. Itu tergantung situasinya," kata dokter berusia 29 tahun itu di Yangon kepada Reuters.

Data terbaru dari Worldometers menunjukkan, akumulasi kasus positif di Myanmar per Rabu (3/2/2021) mencapai 140.354 kasus dengan 3.138 kasus kematian. Catatan tersebut menjadikan Myanmar sebagai salah satu negara dengan angka kematian terbanyak di Asia Tenggara.

Baca Juga: Kudeta di Myanmar, Fakta Apa yang Kita Ketahui Sejauh Ini?

2. ASEAN berbeda sikap menanggapi kudeta militer

IDN Times/Marisa Safitri

Masyarakat internasional dituntut untuk mengambil sikap terkait dinamika politik terkini di Myanmar. Sejauh ini, negara-negara anggota ASEAN tidak satu suara dengan penggulingan atas pemerintahan yang dikuasai oleh Partai Liga Nasional Demokrasi (NLD).

Indonesia dan Malaysia mendukung agar demokrasi ditegakkan di Burma. Mereka mendorong supaya sengketa dan silang pendapat diselesaikan sesuai mekanisme hukum yang berlaku.

Sementara, Thailand dan Kamboja enggan berkomentar terkait kudeta militer. Keduanya menganggap apa yang terjadi di Naypyitaw adalah dinamika dalam negeri yang tidak harus diintervensi pihak asing. Brunei Darussalam, sebagai ketua ASEAN saat ini, mengimbau agar pihak-pihak yang terlibat di Myanmar menahan diri.

Baca Juga: Pengungsi Rohingnya: Kami Takut Disiksa jika Kembali ke Myanmar

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya