Krisis Rudal Kuba, Momen saat Dunia Begitu Dekat dengan Perang Nuklir

Ada aksi heroik salah satu perwira senior Uni Soviet

Ada begitu banyak momen saat dua negara adidaya pada masa Perang Dingin, yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet, membuat satu dunia bergidik ngeri. Pasalnya, kedua negara tersebut kala itu benar-benar memonopoli kekuatan militer dunia lewat senjata nuklir dan pengaruh politik serta ekonomi yang sangat luas. Dari semua momen menegangkan selama berjalannya Perang Dingin, tidak ada momen yang lebih menakutkan dari Krisis Rudal Kuba yang terjadi pada 1962.

Pada kebanyakan kasus perseteruan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, kedua negara lebih suka melakukan perang proksi ketimbang konfrontasi langsung. Oleh karena itu, kita banyak melihat perang-perang skala regional ketika kedua pihak yang berseteru "disponsori" oleh kedua adidaya. Biarpun begitu, keadaan berbanding terbalik ketika Krisis Rudal Kuba terjadi. Amerika Serikat maupun Uni Soviet saling hadap-hadapan sambil mengancam akan mengerahkan kekuatan militer terbaiknya.

Seluruh usaha dunia internasional hampir tak membuahkan hasil kala itu. Saat dunia sedang bersiap menghadapi perang katastrofe yang mungkin akan terjadi jika kedua adidaya berkonfrontasi, sejumlah tindakan antara birokrat dan petinggi militer Amerika Serikat serta Uni Soviet berhasil menghindari bencana pada detik-detik terakhir. Penasaran dengan kisahnya? Simak ulasan lengkapnya di bawah ini! Simak dengan baik dan jangan sampai ketinggalan informasinya, ya.

1. Alasan terjadinya Krisis Rudal Kuba

Krisis Rudal Kuba, Momen saat Dunia Begitu Dekat dengan Perang NuklirSitus peluncuran rudal balistik Uni Soviet di Kuba terlihat dari tangkapan udara pilot pesawat pengintai U-2 Amerika Serikat. (commons.wikimedia.org/U.S. Air Force Airman)

Pada 14 Oktober 1962, seorang pilot pesawat mata-mata U-2 Amerika Serikat, Mayor Richard Heyser, melihat pemandangan mengerikan ketika sedang mengudara di langit Kuba. Dirinya melihat aktivitas sekelompok orang yang sedang melakukan instalasi rudal balistik jarak menengah, Soviet SS-4. Bagi Amerika Serikat, keberadaan senjata nuklir Uni Soviet di negara yang hanya berjarak 145 km dari wilayahnya jelas merupakan ancaman serius.

Mengutip History, pada 16 Oktober 1962 atau 2 hari berselang, informasi ini diterima Presiden John F Kennedy. Ia dengan sigap memanggil penasihat dan para ahli yang disebut executive committee atau ExComm. Kennedy bersama dengan ExComm berusaha mati-matian untuk menggagalkan rencana Uni Soviet yang hendak menaruh hulu ledak nuklirnya di Kuba dengan cara diplomatik selama 2 minggu dengan Uni Soviet.

Kennedy dan ExComm punya sejumlah solusi atas masalah ini. Mereka bisa melakukan diplomasi tingkat tinggi secara langsung dengan petinggi Uni Soviet, menghancurkan lokasi instalasi rudal di Kuba dengan cepat, melakukan blokade di sekitar perairan Kuba, hingga melakukan invasi total ke Kuba. Dari seluruh opsi itu, tujuan mereka hanya satu, yaitu menyingkirkan rudal Uni Soviet dari Kuba tanpa menimbulkan eskalasi tinggi yang berpotensi pada perang nuklir.

Sementara, dari perspektif Uni Soviet, alasan mereka ngotot ingin menaruh rudal balistiknya di Kuba lantaran mereka juga merasakan ancaman yang sama dengan adanya sejumlah rudal milik Amerika Serikat di Turki. Posisi Kuba yang sangat dekat dengan tanah Amerika Serikat dan pimpinannya kala itu, yakni Fidel Castro, sangat mendukung Uni Soviet membuat negara tropis tersebut jadi lokasi sempurna untuk memasang rudal balistik. Oleh karena itu, Uni Soviet langsung menghubungi Fidel Castro untuk membuat perjanjian.

Pada Juli 1962, pemimpin Uni Soviet, Nikita Khrushchev, menawarkan Fidel Castro untuk meletakkan rudal-rudal Uni Soviet di wilayah Kuba. Dalam perjanjian rahasia itu, rudal Uni Soviet bertujuan untuk menghalau negara mana pun yang mencoba menginvasi Kuba. Setelah kedua pemimpin negara itu sepakat, mereka langsung membangun fasilitas peluncuran rudal di Kuba pada akhir musim panas. 

2. Ketegangan ketika Amerika Serikat memblokade perairan Kuba

Krisis Rudal Kuba, Momen saat Dunia Begitu Dekat dengan Perang NuklirPesawat dan kapal perusak Amerika Serikat mengawal kapal selam Uni Soviet menuju Kuba. (commons.wikimedia.org/U.S. Navy)

Setelah berbagai pertimbangan dari Presiden Kennedy dan jajarannya, akhirnya Amerika Serikat melakukan blokade di sekitar perairan Kuba pada 22 Oktober 1962. Blokade dimaksudkan untuk mengecek muatan kapal-kapal yang hendak masuk ke Kuba. Hal ini dilakukan demi menghalangi kapal-kapal Uni Soviet yang membawa rudal-rudalnya menuju Kuba.

Dilansir Britannica, dalam blokade itu, Amerika Serikat selalu memperingatkan bahwa negaranya akan bisa melakukan tindakan ofensif jika blokade tidak diindahkan kapal yang hendak masuk ke Kuba. Bersamaan dengan pelaksanaan blokade itu, Kennedy juga membuka permasalahan yang sedang terjadi antara kedua adidaya ke publik lewat siaran televisi nasional. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, status militer Amerika Serikat berada pada tingkat DEFCON 2 yang artinya seluruh unit militer maupun sipil sudah untuk bertempur dan adanya potensi perang nuklir.

Dua hari setelah pelaksanaan blokade itu, momen menegangkan terjadi ketika kapal perang Amerika Serikat berhadapan langsung dengan kapal Uni Soviet. Sebelumnya, Khrushchev membalas pesan dari Kenedy tentang blokade yang dilakukan oleh militer Amerika Serikat. Dalam pandangannya, tindakan tersebut merupakan tindakan agresi dan memerintahkan agar kapal-kapal Uni Soviet tetap melaju menuju Kuba.

Dalam situasi yang sudah sangat menegangkan itu, untungnya pada 24 hingga 25 Oktober beberapa kapal Uni Soviet menarik diri dari batas blokade laut Amerika Serikat. Beberapa kapal yang memaksa masuk ke Kuba akan melewati pemeriksaan oleh kapal Amerika Serikat. Beruntungnya, kapal-kapal yang diperiksa itu tidak membawa muatan berbahaya sehingga diizinkan untuk berlabuh ke Kuba.

Sayangnya, masalah belum selesai sampai situ. Akar masalah dari ketegangan ini, yaitu kehadiran rudal milik Uni Soviet di Kuba, masih jadi perhatian utama Amerika Serikat. Rangkaian usaha diplomatik tetap dilakukan antara birokrat negara adidaya tersebut sampai pada titik kedua kepala negara saling bertukar pesan secara langsung.

Baca Juga: Dipenuhi Tragedi, 12 Fakta Kisah Hidup Jacqueline Kennedy Onassis

3. Proses diplomasi antara John F Kennedy dan Nikita Khrushchev yang dramatis

Krisis Rudal Kuba, Momen saat Dunia Begitu Dekat dengan Perang NuklirPresiden Kennedy ketika menerima Dubes Uni Soviet di Gedung Putih. (commons.wikimedia.org/Robert L. Knudsen)

Seperti yang sudah disebutkan di atas, ketegangan dalam Krisis Rudal Kuba memaksa kedua kepala negara harus berkomunikasi secara langsung. Untuk pertama kalinya, Gedung Putih dan Kremlin saling bertukar pesan untuk mengatasi ketegangan yang terjadi di Kuba. Sampai pada 26 Oktober 1962, Kennedy sempat berpikir kalau satu-satunya jalan untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan melakukan serangan udara ke Kuba.

Hanya saja, situasi sedikit berubah pada sore hari. Dikutip Department of State USA, pihak Uni Soviet secara resmi mengirim sebuah perjanjian kepada Amerika Serikat terkait dengan kehadiran rudal mereka di Kuba. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa Khrushchev sepakat untuk mencabut seluruh rudal Uni Soviet jika Amerika Serikat berjanji untuk tidak menyerang atau menginvasi Kuba. Walaupun awalnya sempat ada keraguan dari pihak Amerika Serikat terhadap proposal perjanjian itu, pada malam harinya Khrushchev secara pribadi mengirim pesan pada Kennedy.

Inti dari pesan itu adalah permintaan Khrushchev agar Kennedy dan Amerika Serikat berpikir jernih terkait masalah Krisis Rudal Kuba. Ketika Amerika Serikat merasa ancaman dari rudal Uni Soviet, Uni Soviet pun merasakan hal yang sama dengan kehadiran markas militer, senjata, dan sekutu Amerika Serikat di sekitar wilayahnya. Ia juga berpesan kalau perang nuklir antara kedua adidaya benar-benar bisa menghancurkan dunia. Oleh karena itu, Khrushchev memohon agar keduanya bisa mengendurkan tensi dan menyelesaikan konflik yang sedang terjadi secara baik-baik dan dalam tindakan yang terukur.

Sayangnya, selang sehari setelah Kennedy menerima pesan dari Khrushchev, tensi kembali memanas. Pesawat pengintai U-2 Amerika Serikat berhasil ditembak jatuh di Kuba ketika sedang mengamati keadaan. Dari situ, Kennedy sudah benar-benar berpikir kalau satu-satunya jalan untuk menyelesaikan masalah ini adalah menginvasi Kuba. Militer Amerika Serikat lantas sudah bersiap di wilayah Florida untuk melakukan penyerangan. Walaupun demikian, dirinya juga tetap mengupayakan resolusi secara diplomatis dengan Uni Soviet.

4. Aksi heroik perwira senior kapal selam Uni Soviet, Vasili Arkhipov, yang mencegah pecahnya Perang Dunia III

Krisis Rudal Kuba, Momen saat Dunia Begitu Dekat dengan Perang NuklirValisi Arkhipov, perwira senior kapal selam Uni Soviet (commons.wikimedia.org/Olga Arkhipova)

Ketika pesawat pengintai U-2 Amerika Serikat terjatuh, seluruh elemen militer Amerika Serikat maupun Uni Soviet yang berada di sekitar Kuba langsung masuk dalam mode siaga. Kapal-kapal Amerika Serikat mulai menjatuhi peledak kedalaman yang tidak mematikan ke sekitar perairan untuk memancing kapal-kapal selam Uni Soviet muncul ke permukaan. Di sisi lain, kapal selam B-59 milik Uni Soviet yang berada di sekitar merasa kalau pelepasan peledak kedalaman itu sebagai tanda kalau perang sudah meletus.

Dilansir The Guardian, kapal selam tersebut membawa muatan berupa torpedo nuklir dengan kekuatan 10 kiloton. Seluruh awak kapal yang kesulitan memperoleh informasi dari pusat, kelelahan, dan panik langsung bersiap untuk melepaskan torpedo tersebut ke arah kapal-kapal Amerika Serikat. Sebenarnya, agar bisa meluncurkan senjata nuklir, militer Uni Soviet memerlukan izin khusus dari pemerintah pusat. Hanya saja, dalam kasus ini, kapal selam B-59 sudah diberi izin untuk meluncurkan torpedo tanpa perlu menunggu komando pemerintah pusat.

Walaupun demikian, bukan berarti torpedo bisa langsung diluncurkan. Butuh persetujuan dari kapten kapal dan setidaknya tiga perwira senior sebelum mereka bisa meluncurkan torpedo nuklir ke arah kapal Amerika Serikat. Sang kapten kapal, Valentin Savitsky, beserta dua perwira senior lain sebenarnya sudah setuju dan sangat bersemangat untuk meluncurkan torpedo tersebut. Beruntungnya, perwira senior ketiga, yakni Vasili Arkhipov, tidak menyetujui peluncuran tersebut.

Ia justru meminta agar kapten dan seluruh kru untuk menenangkan diri dan mengukur terlebih dahulu situasi yang sedang terjadi. Berkat pertimbangan dari Arkhipov itu, akhirnya kapten dan seluruh awak kapal bisa lebih tenang. Berkat dirinya pula, torpedo nuklir tersebut tidak pernah diluncurkan.

Satu hal yang mungkin tidak diketahui Arkhipov kala itu, tindakannya yang menolak menyetujui peluncuran torpedo itu jadi momen krusial yang mencegah pecahnya Perang Dunia III. Kalau saja kala itu kapal selam B-59 meluncurkan torpedonya ke arah kapal Amerika Serikat, eskalasi konflik akan memuncak. Bukan tidak mungkin kalau Amerika Serikat akan langsung membalas serangan itu dengan kekuatan penuh yang kemudian pasti dibalas lagi dengan tindakan yang sama oleh Uni Soviet.

Nama Vasili Arkhipov akhirnya disanjung oleh dunia. Ia disebut-sebut sebagai sosok pahlawan yang membuat dunia bisa menghindari kehancuran akibat senjata nuklir. Bahkan, sejumlah lembaga dari Amerika Serikat sedang berencana untuk memberikan penghargaan kepada Arkhipov yang telah meninggal dunia pada 19 Agustus 1998 silam.

5. Penyelesaian dari Krisis Rudal Kuba

Krisis Rudal Kuba, Momen saat Dunia Begitu Dekat dengan Perang NuklirPresiden John F Kennedy rapat bersama anggota ExComm pascapersetujuan dengan Uni Soviet pada 29 Oktober 1962. (commons.wikimedia.org/Cecil Stoughton)

Serangan torpedo nuklir Uni Soviet berhasil dihindari. Perjanjian antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet secara diplomatis pun mulai menunjukkan dampak baik. Dalam surat yang dikirimkan Khrushchev kepada Kennedy sebelumnya, ia meminta agar Amerika Serikat untuk tidak menginvasi Kuba jika ingin Uni Soviet mencabut rudalnya dari Kuba. Sebenarnya, ada satu lagi permintaan Khrushchev yang disampaikan dalam surat berbeda.

History melansir bahwa permintaan kedua dari Khrushchev terkait dengan keberadaan rudal Amerika Serikat di Turki. Ia meminta agar Amerika Serikat juga ikut menarik rudal-rudalnya dari wilayah Turki. Sebenarnya, Presiden Kennedy hanya menyetujui permintaan pertama secara publik. Ia bahkan tak mengindahkan permintaan kedua Khrushchev ketika mengumumkan perjanjian antara kedua adidaya tersebut.

Akan tetapi, secara diam-diam, sebenarnya Amerika Serikat menyetujui permintaan kedua Khrushchev. Lewat Jaksa Agung Amerika Serikat sekaligus adik John F Kennedy, yaitu Robert Kennedy, perwakilan Amerika Serikat mengirim tanda persetujuan secara diam-diam kepada Dubes Uni Soviet di Washington. Akhirnya, setelah 2 minggu penuh drama dan ketegangan, kedua adidaya resmi mengakhiri Krisis Rudal Kuba pada 28 Oktober 1962.

Pada hari itu, Khrushchev mengumumkan kalau Uni Soviet akan menonaktifkan dan mencabut seluruh rudal yang ada di wilayah Kuba. Akan tetapi, blokade laut Kuba oleh Amerika Serikat masih dilakukan hingga 20 November 1962 karena menunggu Uni Soviet memulangkan pesawat pengebom IL–28. Di sisi lain, Amerika Serikat juga secara diam-diam menonaktifkan dan mencabut Rudal Jupiter di Turki pada April 1963.

Dari peristiwa Krisis Rudal Kuba ini, setidaknya kita bisa belajar banyak hal. Kali ini, usaha diplomatis tingkat tinggi oleh politisi kedua adidaya berhasil menahan terjadinya konflik global. Selain itu, ketenangan petugas militer kedua negara yang ada di lokasi juga patut diacungi jempol. Kalau saja salah satu pihak tidak mampu memikirkan masalah ini dengan jernih, sudah pasti Krisis Rudal Kuba jadi pemicu meletusnya Perang Dunia III.

Setelah mengetahui fakta-fakta di atas, apa pendapatmu tentang sejarah Krisis Rudal Kuba tadi? Apakah kamu juga merasakan ketegangannya? Sampaikan pendapat kamu di kolom komentar, ya!

Baca Juga: 5 Kesalahpahaman tentang John F Kennedy yang Diyakini sejak Lama

Anjar Triananda Ramadhani Photo Verified Writer Anjar Triananda Ramadhani

Animal Lovers and Smartphone Enthusiast

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya