Inggris, Kanada dan Taiwan Mengkritik Junta Myanmar Terkait Pemilu
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Inggris dan Kanada telah bergabung dengan Amerika Serikat dalam mengecam rencana para pimpinan junta Myanmar menyelenggarakan pemilu yang dianggap curang.
Sementara itu, Taiwan menyuarakan kritik keras terhadap kekejaman dan tindakan keras rezim junta tersebut terhadap lawan-lawannya pada Kamis (28/9/2023). Taiwan sendiri bertekad untuk memperjuangkan tujuan demokrasi di panggung global.
Kecaman mereka merupakan indikasi semakin kuatnya perpecahan antara China dan Rusia dengan negara-negara Barat.
Baca Juga: Perdana, Taiwan Luncurkan Kapal Selam Buatan Sendiri
1. Kemenlu Taiwan akan kawal pemilu yang demokratis di Myanmar
Taiwan mengatakan akan terus memantau perkembangan pemilu yang diselenggarakan di Myanmar. “Kami akan terus mengawasi dengan cermat [rencana pemilu rezim] dan terus mengadvokasi perlindungan hak asasi manusia dan demokrasi di Myanmar,” Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu mengatakan kepada Al Jazeera.
“Setiap kali terjadi pelanggaran hak asasi manusia yang serius, misalnya ketika pemimpin sipil atau pendukung demokrasi menderita karena penganiayaan yang dilakukan oleh junta militer, Kementerian Luar Negeri tidak tinggal diam. Kami selalu mengeluarkan pernyataan untuk mengutuk junta militer karena melanggar hak asasi manusia,” tambah Wu.
Junta Myanmar sendiri telah berjanji untuk mengadakan pemilu baru. Namun, mereka mengumumkan revisi undang-undang pemilu awal tahun 2023 yang telah menyebabkan pembubaran Partai National League for Democracy (NLD) yang dipimpin Aung San Suu Kyi. Namun, junta Myanmar belum memberikan tanggal pelaksanaan pemilu karena mereka masih fokus menghadapi perlawanan terhadap kelompok pro-demokrasi.
Baca Juga: Soal Troika Myanmar, Indonesia Lagi Konsultasi dengan Laos
2. Beberapa pejabat tinggi di pemerintahan junta Myanmar dicopot
Editor’s picks
Pemerintahan junta Myanmar telah melakukan perombakan besar-besaran yang mengakibatkan pergantian beberapa pejabat tinggi militer. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang kekuatan rezim yang dipimpin oleh panglima militer, Min Aung Hlaing.
Bulan ini, Letnan Jenderal Soe Htut dan Letjen Moe Myint Tun, dua pejabat senior, dicopot dari kabinet akibat tuduhan korupsi. Soe Htut juga dicopot dari jabatan menteri. Sementara itu, Moe Myint Tun diberhentikan sebagai ketua Komisi Investasi Myanmar, Komite Pengawas Valuta Asing, dan Komite Sentral.
3. Seluruh partai-partai kuat yang berada di luar pemerintahan junta tidak bisa ikut pemilu
Inggris dan Kanada mempertanyakan kredibilitas pemilu yang direncanakan setelah pembubaran paksa partai politik. Junta Myanmar membubarkan Partai NLD dan 39 partai lainnya karena menolak mematuhi Undang-Undang Pendaftaran Partai Politik yang baru dan ketat.
Jika digabungkan, partai-partai tersebut telah meraih 89 persen kursi pada pemilu November 2020 lalu.
“Pemilu yang diadakan berdasarkan rezim militer, tanpa partisipasi berbagai pemangku kepentingan di Myanmar, tidak akan berkontribusi pada aspirasi demokrasi rakyat Myanmar,” kata juru bicara Kantor Luar Negeri, Persemakmuran, dan Pembangunan Inggris kepada Al Jazeera.
“Jika tidak ada dialog yang bermakna dan inklusif, hal ini berisiko meningkatkan kerusuhan dan kekerasan serta merusak perdamaian dan stabilitas jangka panjang," tambah lembaga itu.
Sejak kudeta, militer telah membunuh lebih dari 4 ribu warga sipil dan menangkap hampir 25 ribu orang, menurut kelompok pemantau Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.
Baru-baru ini, empat anggota komite pemogokan lokal di Kotapraja Kalay masing-masing dijatuhi hukuman 10 tahun penjara. Para tahanan tersebut sudah menjalani hukuman dua tahun penjara karena tuduhan penghasutan.
Baca Juga: Upaya Indonesia dan ASEAN Keluarkan Myanmar dari Konflik
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.